BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam kebudayaannya. Situmorang 1995: 3 menjelaskan bahwa kebudayaan adalah
sebuah jaringan makna yang dianyam oleh manusia dimana manusia tersebut hidup, dan mereka bergantung pada jaringan-jaringan makna tersebut. Banyak
perwujudan dari kebudayaan, salah satunya adalah sastra. Sastra adalah karya seni yang dikarang menurut standar bahasa
kesusastraan, standar kesusastraan yang dimaksud adalah penggunaan kata-kata yang indah, gaya bahasa serta gaya cerita yang menarik Zainuddin, 1992 : 99.
Pada bahasan mengenai sastra terdapat didalamnya yaitu mengenai genre sastra yang di dalam genre tersebut tercakup prosa. Sesuai dengan objek yang
akan dipakai dalam penelitian ini maka penulis mengambil salah satu bentuk prosa yaitu komik.
Komik sebagai sebuah media mempunyai karakteristik tersendiri. Tidak seperti halnya sastra yang hanya mengandalkan ‘kekuatan kata’, komik
menggabungkan antara ‘kekuatan kata’ dan ‘kekuatan gambar’. Eisner dalam http:id.wikipedia.orgwikiKomik mendefinisikan komik sebagai
susunan gambar dan kata-kata untuk menceritakan suatu ide atau mendramatisasi suatu ide. Komik juga dapat diartikan sebagai suatu bentuk seni yang
menggunakan gambar-gambar tidak bergerak yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk jalinan cerita.
Universitas Sumatera Utara
Komik berkembang sangat pesat diseluruh dunia. Salah satu negara dengan produksi komik terbesar adalah Jepang. Komik di Jepang disebut dengan
manga, sedangkan orang yang menggambar manga disebut manga-ka. Perkembangan komik Jepang manga telah menjadi sebuah fenomena
dalam perkembangan dunia komik diseluruh dunia. Manga berkembang di dunia komik sebagai sebuah gaya gambar yang mempunyai ciri tersendiri. Karakter
yang unik dari manga, seperti mata besar dan model rambut tajam sepertinya menjadi ketertarikan tersendiri bagi kalangan penggemar komik. Kajian lain yang
lebih hebat dari gaya manga ini adalah sudah masuknya kajian manga ke wilayah budaya. Manga mampu mewakili budaya darimana komik itu berasal, yaitu
Jepang. Seperti halnya karya sastra lainnya, komik memerlukan sebuah alur
sebagai salah satu unsur terpenting dalam pembentukan cerita. Alur, menurut Stanton 2007 : 26 merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita.
Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kausal sebab-akibat saja. Masih menurut Stanton 2007 : 31, dua elemen dasar
yang membangun alur adalah konflik dan klimaks. Setiap konflik utama selalu bersifat fundamental, membenturkan ‘sifat-sifat’ dan ‘kekuatan-kekuatan’ tertentu
seperti kejujuran dengan kemunafikan, kenaifan dengan pengalaman, atau individualitas dengan kemauan beradaptasi.
Menurut Lewis A. Coser dalam Ahmadi 2007: 281 berpendapat bahwa konflik adalah sebuah perjuangan mengenai nilai atau tuntutan atas status,
kekuasaan, dan sumber daya yang bersifat langka dengan maksud menetralkan, mencederai atau melenyapkan lawan. Sementara menurut Gillin dan Gillin dalam
Universitas Sumatera Utara
Ahmadi 2007: 282 melihat konflik sebagai bagian dari sebuah proses interaksi manusia yang saling berlawanan
Menurut Stanton dalam Nurgiyantoro 2002: 124 konflik dibedakan menjadi dua kategori, yaitu konflik internal dan eksternal.
1. Konflik internal atau kejiwaan adalah konflik yang terjadi dalam hati jiwa
seorang tokoh cerita. Jadi konflik ini adalah konflik yang dialami manusia dengan dirinya sendiri.
2. Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan
sesuatu dengan di luar dirinya. Konflik eksternal ini dibedakan dalam dua kategori lagi, yaitu konflik fisik dan konflik sosial:
a. Konflik fisik adalah konflik yang disebabkan oleh adanya perbenturan
antara tokoh dengan lingkungan alam. b.
Konflik sosial adalah konflik yang disebabkan oleh adanya kontak sosial atau masalah-masalah yang muncul akibat adanya hubungan antar
manusia. Team Medical Dragon adalah manga spesialisasi medis yang digambar oleh
Tarou Nagizaka dan ditulis oleh Akira Nagai; seorang jurnalis dan dokter yang sukses. Team Medical Dragon menerima Shogakukan Manga Award yang ke-50
pada tahun 2005. Shogakukan Manga Award merupakan salah satu penghargaan komik terbesar di Jepang yang diadakan oleh penerbit Shogakukan.
Hal menarik dari komik ini adalah permasalahan yang diangkatnya. Komik ini sarat akan konflik, terutama konflik sosial yang terkandung didalamnya.
Mengangkat cerita tentang perjuangan sekelompok dokter untuk mendapatkan
Universitas Sumatera Utara
keadilan bagi para pasien ditengan arus kekuasaan rumah sakit yang sarat akan ambisi dan ego pribadi.
Dalam komik Team Medical Dragon ini dikisahkan tentang seorang dokter bedah jantung dan paru yang sangat jenius Ryutaro Asada yang selalu
menentang atasannya Prof Takeo, selaku pemegang puncak kekuasaan tertinggi di tempatnya bekerja yaitu Rumah Sakit Universitas Mei Shin. Ia selalu bertindak
sesuka hati dan tidak pernah menuruti perintah atasannya. Bahkan ia pun tidak pernah menunjukkan sikap hormat apabila bertemu dengan atasannya tersebut.
Namun sikapnya tersebut sangat bertolak belakang apabila ia menghadapi para pasiennya. Ryutaro adalah sosok dokter yang sangat menghormati dan rela
melakukan apa pun demi keselamatan pasiennya. Pertentangan sikap dan prilaku Ryutaro tersebut bukanlah tanpa sebab.
Ryutaro merasa kecewa dengan sistem senioritas yang berlaku yang dianggap terlalu mengagungkan atasan. Pada struktur rumah sakit, profesor berada di posisi
puncak hirarki, sehingga satu-satunya penilaian hanya ada pada mata profesor. Para profesor di rumah sakit Mei Shin ddigambarkan sebagai sosok yang tamak,
licik, dan egois. Siapa pun yang ingin bertahan dan memiliki karir yang bagus harus tunduk terhadap semua ketentuan profesor. Barang siapa yang menentang,
sebagai hukumannya akan dikeluarkan dan tidak akan diterima bekerja di mana pun. Selain itu, segala tindakan yang akan diambil harus sepengetahuan dan seizin
profesor, sebab bila tidak sama saja dengan menentang atasan. Akibatnya semua orang yang bekerja di rumah sakit tersebut terutama para
dokter mengalami perubahan orientasi. Para dokter yang seharusnya mendahulukan kepentingan dan keselamatan pasien, menjadi pribadi penjilat yang
Universitas Sumatera Utara
hanya mementingkan keselamatan diri sendiri dan mengejar karir semata. Mereka tidak berani mengambil tindakan apapun, sekalipun hal tersebut adalah demi
menyelamatkan nyawa pasien, jika tanpa ada izin dari profesor. Selain itu, Ulah professor yang tidak pernah memikirkan kepentingan pasien dan hanya sibuk
mengejar ambisi pribadi semakin menambah kebencian Ryutaro terhadap atasannya. Bahkan, demi mencapai ambisinya tersebut, sang atasan rela
melakukan berbagai cara termasuk mengorbankan bawahannya sendiri demi menyelamatkan kedudukannya. Padahal, seorang atasan seharusnya dapat
mengayomi dan menjadi contoh yang baik bagi bawahannya, bukan malah mengorbankan bawahan demi kepentingan pribadi.
Sistem senioritas yang berbelit-belit ditambah prilaku atasan yang tidak bermoral tersebut dianggap dapat membahayakan nyawa pasien. Hal inilah yang
kemudian menjadi akar terjadinya konflik antara Ryutaro sebagai bawahan dengan atasannya. Ryutaro bersama rekan-rekannya yang juga turut memikirkan
nasib pasien akhirnya melakukan penentangan-penentangan terhadap atasan. Hal tersebut tentunya membuat hubungannya dengan atasan menjadi rusak. Selain itu,
penentangan Ryutaro juga berdampak terhadap hubungan sosialnya dengan sesama rekan dokter lainnya. Ia kerap mendapat hinaan, cacian, bahkan dikucilkan
dari pergaulannya. Kondisi diatas tentunya sangat berseberangan dengan etika moral di
Jepang khususnya yang mengatur tentang hubungan manusia. Suseno dalam Situmorang 1995 : 2 mengatakan bahwa moral adalah suatu pengukur apa yang
baik dan apa yang buruk dalam kehidupan suatu masyarakat, sedangkan etika adalah keseluruhan norma dan penilaian yang digunakan masyarakat
Universitas Sumatera Utara
bersangkutan untuk mengetahui bagaimana manusia seharusnya menjalankan kehidupannya. Pandangan tentang moral dan etika khususnya bagi bangsa Jepang
merupakan hasil dari percampuran antara agama yang berakar kuat dan budaya yang berlangsung sejak dahulu.
Masyarakat Jepang merupakan masyarakat yang bersifat vertikal, artinya berdasarkan hubungan atas-bawah, sekaligus bersifat patriakal. Sistem ini tidaklah
terkait dengan kelas-kelas dalam masyarakat, melainkan lebih pada penekanan terhadap kesenioran. Hubungan kesenioran bisa diartikan sebagai hubungan antara
atasan-bawahan, antara siswa kelas yang lebih atas dan siswa kelas yang bawah di sekolah, atau bisa juga hubungan antara orangtua-anak. Sistem vertikal dan
patriakal ini pada dasarnya masih tetap berakar dalam masyarakat Jepang karena Jepang belum sampai satu setengah abad terlepas dari sistem feudal masa
lampaunya http:www.id.emb-japan.go.jpaj306_01.html. Hubungan atas-bawah bangsa Jepang ini sebagian besar mendapat
pengaruh dari ajaran Konfusius. Ajaran tersebut yaitu wu-lun 5 hubungan manusia; 1 hubungan pimpinan dan bawahan, 2 hubungan suami dan istri, 3
hubungan orangtua dan anak, 4 hubungan kakak dan adik, dan 5 hubungan kawan dan sahabat http:id.wikipedia.orgwikiAgama_Khonghucu.
Ada pula pemikiran gorin 5 etika tentang kesadaran yaitu pengabdian pengikut terhadap tuan, pengabdian anak terhadap ayah, pengabdian adik laki-laki
terhadap kakak laki-laki, pengabdian istri terhadap suami, dan hubungan orang sederajat Watsuji dalam Situmorang, 1995: 44.
Secara garis besar dijelaskan bahwa mereka yang secara sosial lebih tinggi kedudukannya merasa terpanggil atau bahkan berkewajiban untuk melindungi
Universitas Sumatera Utara
atau mengurus orang-orang yang berkedudukan di bawahnya, baik untuk urusan sosial maupun pribadi. Di lain pihak, orang-orang yang kedudukannya lebih
rendah merasa patut membalas kebaikan tersebut dengan menyatakan hormat, kesetiaan. Perasaan demikian disebut on rasa utang budi. Orang-orang yang
tidak mempedulikan on kurang disukai dalam masyarakat karena dianggap kurang bermoral.
Kemudian ada pula istilah giri yang dapat diterjemahkan kira-kira sebagai kewajiban moral dari orang-orang yang merasa menanggung on terhadap orang-
orang tertentu. Contoh nyata dari ungkapan rasa on yang diwujudkan dalam pemberian yang bersifat giri kewajiban secara moral adalah antara lain
pemberian hadiah akhir tahun atau tengah tahun dari orangtua murid kepada guru. Di dalam komik Team Medical Dragon ini dapat dilihat bahwa etika moral
tersebut tidak dijalankan dengan sepantasnya, dimana atasan tidak lagi melindungi dan mengayomi bawahan, bawahan tidak mau menghormati atasannya, dan
sesama rekan kerja pun saling menjatuhkan satu sama lain. Kondisi seperti ini tentunya memicu lahirnya konflik sosial diantara para tokoh cerita.
Inilah yang kemudian menjadi alasan ketertarikan penulis untuk
mengangkat masalah ini. Oleh karena itu, penulis mengangkat judul “Analisis Konflik Sosial Dalam Komik
Team Medical Dragon Karya Nagai Akira Dan Nogizaka Taro”
.
1.2 Perumusan Masalah