Analisis Konflik Sosial Dalam Komik Team Medical Dragon Karya Nagai Akira Dan Nogizaka Taro

(1)

ANALISIS KONFLIK SOSIAL DALAM KOMIK TEAM MEDICAL DRAGON KARYA NAGAI AKIRA DAN NOGIZAKA TARO

NAGAI AKIRA TO NOGIZAKA TARO NO SAKUHIN NO TEAM MEDICAL DRAGON NO MANGA NI OKERU SHAKAITEKI NA TAIRITSU NO

BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana

dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh :

SUCI RIZKI AMELIA NIM. 060708014

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ANALISIS KONFLIK SOSIAL DALAM KOMIK TEAM MEDICAL DRAGON KARYA NAGAI AKIRA DAN NOGIZAKA TARO

NAGAI AKIRA TO NOGIZAKA TARO NO SAKUHIN NO TEAM MEDICAL DRAGON NO MANGA NI OKERU SHAKAITEKI NA TAIRITSU NO

BUNSEKI SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana

dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang Oleh :

SUCI RIZKI AMELIA NIM. 060708014

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Drs. Nandi. S

NIP. 19600822 1988 03 1 002 NIP. 19580704 1984 12 1 001

Prof.Drs.Hamzon Situmorang.M.S.Ph.D

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Disetujui, Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Medan

Program Studi S-1 Sastra Jepang Ketua Jurusan

NIP. 19580704 1984 12 1 001

Prof.Drs.Hamzon Situmorang.M.S.Ph.D


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Usaha diiringi doa merupakan dua hal yang memampukan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi yang berjudu l “Analisis Konflik Sosial Dalam Komik Team Medical Dragon Karya Nagai Akira dan Nogizaka Taro” ini penulis susun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sastra pada jurusan Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.

Selama menyusun skripsi ini penulis banyak mengalami kesulitan yang sedikit banyak mempengaruhi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, namun kesulitan-kesulitan yang dihadapi juga bisa dijadikan motivasi.

Penulis dalam kesempatan ini mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang. M.S., Ph.D., selaku Ketua Program Studi S-1 Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan sekaligus Dosen Pembimbing II, yang telah banyak memberikan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis dan memberikan pengarahan dengan sabar dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.

3. Bapak Drs. Nandi, S., selaku Dosen Pembimbing I, yang telah banyak memberikan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis dan memberikan pengarahan dengan sabar dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.


(5)

4. Bapak/ Ibu Dosen Program Studi Sastra Jepang S-1 Universitas Sumatera Utara Medan yang telah banyak memberikan ilmu dan pendidikan kepada penulis.

5. Kepada kedua Orang Tua penulis, Bapak Syafruddin dan Ibunda Nelly, yang selalu mendoakan dan mendukung agar penulis selalu sehat dan semangat, dan telah bayak memberikan dukungan moral dan material yang tidak terhingga sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini, menyelesaikan perkuliahan dan mendapatkan gelar sarjana seperti yang telah dicita-citakan, dan tanpa kedua Orang Tua penulis, penulis tidak akan mampu untuk menjadi seperti sekarang ini.

6. Kepada saudariku tercinta, Sherly Pratiwi, terima kasih atas setiap doa dan semangat yang selalu diberikan. Terima kasih juga karena selalu sabar menghadapi kakakmu yang aneh dan cerewet ini.

7. Kepada seluruh keluarga besar Chaidir dan A. Moeloek, atas segala dukungan baik moral maupun materil yang tidak pernah terhenti untuk penulis. Terima kasih banyak untuk segalanya, semoga Allah membalas kebaikan kalian semua, Amin.

8. Kepada teman-teman penulis di Depertemen Sastra Jepang Stambuk 2006, Ivana Widya Sari, Musfahayati Amalia, Zulvianita, Okky Khaireni, Wilma Prima Yuniza, Friska Sagala, Octora Hanna Grace, Frida Winata Togatorop, Andar Beny Prayogi, Astirawati Noermartias, Sari Zulia Peunawa, Christyani Siregar, Jessi Mega Simanjuntak, Siska Margaret Purba, Fredy Walis Sembiring, Randy Simanjuntak, Ferdian Pardede, Victor Julianto, Hyantes T Pasaribu, Novaria Tampubolon, Fadiah Sofyani, Hary Eka Pratama, Rizaldi


(6)

Restu Pratama, Teddy Sumbari Jayanto, Anggu Irwan Stepandia, Farah Adibah, Hartati Sinambela, Dewi Maria Marintan Hutabalian, Wulandari Fikri, Surya Ningrum, Mahera Frida Ginting, Francisca Elicabeth Sinaga, Mhd Israr Al Hadi. Terima kasih untuk 4 tahun yang sangat menyenangkan. 9. Kepada komunitas rumah buku tercinta, Wilma, Friska, Anum, Ibu, Kak Echi,

Kak Eka, Kak Ratni, Bang Vinsen, Bang Rokky, Liston, dan semua yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih untuk pertemanan yang begitu indah.

9. Kepada Senior dan Junior di Depertemen Sastra Jepang yang mendukung penyelesaian skripsi ini.

10. Kepada semua pihak yang telah membantu yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas dukungan dan doanya.

Penulis sadar bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat memperbaiki kesalahan pada masa mendatang.

Akhir kata, penulis berharap kiranya skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan para pembaca umumnya.

Medan, Desember 2010 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 7

1.3Ruang Lingkup Pembahasan ... 9

1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... 10

1.5Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 14

1.6Metode Penelitian ... 15

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP KOMIK TEAM MEDICAL DRAGON, DAN KONFLIK DALAM KOMIK TEAM MEDICAL DRAGON ... 16

2.1 Komik Team Medical Dragon ... 16

2.1.1 Unsur Instrinsik ... 17

a. Tema ... 17

b. Plot ... 18

c. Tokoh ... 21

d. Setting ... 23

1. Setting Tempat ... 23

2. Setting Waktu ... 24

2.1.2 Unsur Ekstrinsik ... 25

2.1.3 Jenjang Kedudukan di Rumah Sakit dalam Komik Team Medical Dragon ... 26


(8)

2.2 Konflik dalam Komik Team Medical Dragon ... 26

2.2.1 Konflik Sosial dalam Komik Team Medical Dragon ... 26

2.2.2 Teori Sosiologi Konflik Klasik ... 30

2.3 Etika Moral di Jepang ... 34

2.3.1 Hubungan Interaksi Sosial Pada Masyarakat Jepang ... 34

2.3.1 Sistem Senioritas di Jepang ... 39

BAB III ANALISIS KONFLIK SOSIAL PARA TOKOH DALAM KOMIK TEAM MEDICAL DRAGON ... 42

3.2 Ringkasan Cerita ... 42

3.3 Analisis Konflik Sosial Yang Dialami Para Tokoh ... 44

a. Konflik Sosial yang Dialami Tokoh Ryutaro Asada ... 44

b. Konflik Sosial yang Dialami Tokoh Dr. Akira Satou ... 50

c. Konflik Sosial yang Dialami Tokoh Noboru Ijuuin ... 51

d. Konflik Sosial yang Dialami Tokoh Dr. Keisuke Fujiyoshi .. 54

e. Konflik Sosial yang Dialami Tokoh Miki Satohara ... 56

f. Konflik Sosial yang Dialami Tokoh Dr. Arase ... 59

g. Konflik Sosial yang Dialami Tokoh Dr. Kihara ... 60

h. Konflik Sosial yang Dialami Tokoh Prof. Takeo ... 62

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

4.1 Kesimpulan ... 65

4.2 Saran ... 67 DAFTAR PUSTAKA


(9)

要旨

ながいあきらとのぎざかたろの作品の TEAM MEDICAL DRAGON の

漫画における社会的な対立の分析

日本 は いろいろな 文化 が ある 国 の 一つ で あり、その 文化 の

一つの中では文学である。日本 文学の作品は世界中で普及し、い

ろいろな言葉に翻訳された。とても有名な日本文学の作品の一つは

コミク である。日本語 で、コミクは 漫画と いわれて いる。漫画は特

徴 がある 絵 のス イル として発展 して いる。それに、漫画も 日本 社

会の文学と社会的な状態を代表している。

他の 文学の作品 と同じように、コミクも話 をしている 元素

がある。話 をするため の一番大切な元素の一つ はプロトである。

プロト は大切な 元素 が二つ あり、その 一つは 対立 の ことで ある。

対立は 話の主人公 に経験された悪い状態と いうことで ある。対立

の 形 の 一つ は 社会的な 対立 で ある。社会的な 対立 は 社会的な 接触

があるからの対立あるいは人間関係の 結果の問題ということであ

る。対立の起こす要因がたくさんある。その一つはある道徳とノマ

ルに対しての違反である。

TEAM MEDICAL DRAGON は たくさん 対立 が ある 漫画 で あり、

特には社会的な対立である。その漫画は天才的な外科医で、いつも

病人の 安全を優先 している一人というりゅたろ あさだの主人公に


(10)

対しているりゅたろあさだの行為であった。それに、彼も失礼の態

度 をする のが 好きで、たびたび荒っぽい言葉 で 話していた。しかし、

りゅたろあさだはその悪い態度に対しての理由がある。りゅたろは

自分のアンビションをついせきしているだけで、ぜんぜん病人の安

全を 考えていない目上 の行いを見ているの が嫌いで ある。なお、

目上はそのアンビションついせきするために、あえて自分の目下を

犠牲にした。その目上の悪い態度は 目下から反対を発生するのを

引起した。

日本 社会の 社交 の関係 は 公私観念 の 概念に 具体化 された。

日本社会 には ごりん の考え が あるの が知られて いる。それ は 目上

と目下との献身、両親と子供との献身、兄と弟との献身、妻と夫

との献身、同じ仲間の関係の五つの意識の倫理ということである。

それに、ごりんと同じ内容を持っているWU-LUNの教訓もある。

大体、その内容 はもっと高い 地位を持っている人 は低い地位を 持

っている人を守らなければならない。それに対して、もっと低い地位

を 持っている 人 はちゅうじゅん と 尊敬を 示すように 恩返 をしなけ

ればならない。

TEAM MEDICAL DRAGON の漫画にある社会的な関係は日本に

ある 道徳 と 適合 に 反対 した。目下 に 守らなければならなくて、いい

手本になる目上は逆に道徳を持っていない態度を示した。その結果、

目上 の態度 に 対して怒って、がっかり した 目下は 反対 と反乱 を し


(11)

道徳を持っていない目上の態度の例は病人の命のために危

ない 医療器具の 使用を 強制して、医療の間違い を かぶせて、目下に

自分 の間違い を落として 当てて、賄ろ行為 を して、ひぼうするまで

である。

そのあいだ に、目下にする 反対の例は目上 の命令を かまわ

なくて、許可 がない で 病人を 手術 して、看護婦が 手術 する のを 命

令して、目上の決定を反対して、目上を卑しめて、失礼な態度をし

て、荒っぽい言葉で話して、権力をうばうまで出ある。

目上と目下の対立の他に、目上 を防護する同僚と目上を防

護しない同僚のあいだの対立もある。例えば、あざけたり、卑しめた


(12)

要旨

ながいあきらとのぎざかたろの作品の TEAM MEDICAL DRAGON の

漫画における社会的な対立の分析

日本 は いろいろな 文化 が ある 国 の 一つ で あり、その 文化 の

一つの中では文学である。日本 文学の作品は世界中で普及し、い

ろいろな言葉に翻訳された。とても有名な日本文学の作品の一つは

コミク である。日本語 で、コミクは 漫画と いわれて いる。漫画は特

徴 がある 絵 のス イル として発展 して いる。それに、漫画も 日本 社

会の文学と社会的な状態を代表している。

他の 文学の作品 と同じように、コミクも話 をしている 元素

がある。話 をするため の一番大切な元素の一つ はプロトである。

プロト は大切な 元素 が二つ あり、その 一つは 対立 の ことで ある。

対立は 話の主人公 に経験された悪い状態と いうことで ある。対立

の 形 の 一つ は 社会的な 対立 で ある。社会的な 対立 は 社会的な 接触

があるからの対立あるいは人間関係の 結果の問題ということであ

る。対立の起こす要因がたくさんある。その一つはある道徳とノマ

ルに対しての違反である。

TEAM MEDICAL DRAGON は たくさん 対立 が ある 漫画 で あり、

特には社会的な対立である。その漫画は天才的な外科医で、いつも

病人の 安全を優先 している一人というりゅたろ あさだの主人公に


(13)

対しているりゅたろあさだの行為であった。それに、彼も失礼の態

度 をする のが 好きで、たびたび荒っぽい言葉 で 話していた。しかし、

りゅたろあさだはその悪い態度に対しての理由がある。りゅたろは

自分のアンビションをついせきしているだけで、ぜんぜん病人の安

全を 考えていない目上 の行いを見ているの が嫌いで ある。なお、

目上はそのアンビションついせきするために、あえて自分の目下を

犠牲にした。その目上の悪い態度は 目下から反対を発生するのを

引起した。

日本 社会の 社交 の関係 は 公私観念 の 概念に 具体化 された。

日本社会 には ごりん の考え が あるの が知られて いる。それ は 目上

と目下との献身、両親と子供との献身、兄と弟との献身、妻と夫

との献身、同じ仲間の関係の五つの意識の倫理ということである。

それに、ごりんと同じ内容を持っているWU-LUNの教訓もある。

大体、その内容 はもっと高い 地位を持っている人 は低い地位を 持

っている人を守らなければならない。それに対して、もっと低い地位

を 持っている 人 はちゅうじゅん と 尊敬を 示すように 恩返 をしなけ

ればならない。

TEAM MEDICAL DRAGON の漫画にある社会的な関係は日本に

ある 道徳 と 適合 に 反対 した。目下 に 守らなければならなくて、いい

手本になる目上は逆に道徳を持っていない態度を示した。その結果、

目上 の態度 に 対して怒って、がっかり した 目下は 反対 と反乱 を し


(14)

道徳を持っていない目上の態度の例は病人の命のために危

ない 医療器具の 使用を 強制して、医療の間違い を かぶせて、目下に

自分 の間違い を落として 当てて、賄ろ行為 を して、ひぼうするまで

である。

そのあいだ に、目下にする 反対の例は目上 の命令を かまわ

なくて、許可 がない で 病人を 手術 して、看護婦が 手術 する のを 命

令して、目上の決定を反対して、目上を卑しめて、失礼な態度をし

て、荒っぽい言葉で話して、権力をうばうまで出ある。

目上と目下の対立の他に、目上 を防護する同僚と目上を防

護しない同僚のあいだの対立もある。例えば、あざけたり、卑しめた


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam kebudayaannya. Situmorang (1995: 3) menjelaskan bahwa kebudayaan adalah sebuah jaringan makna yang dianyam oleh manusia dimana manusia tersebut hidup, dan mereka bergantung pada jaringan-jaringan makna tersebut. Banyak perwujudan dari kebudayaan, salah satunya adalah sastra.

Sastra adalah karya seni yang dikarang menurut standar bahasa kesusastraan, standar kesusastraan yang dimaksud adalah penggunaan kata-kata yang indah, gaya bahasa serta gaya cerita yang menarik (Zainuddin, 1992 : 99).

Pada bahasan mengenai sastra terdapat didalamnya yaitu mengenai genre sastra yang di dalam genre tersebut tercakup prosa. Sesuai dengan objek yang akan dipakai dalam penelitian ini maka penulis mengambil salah satu bentuk prosa yaitu komik.

Komik sebagai sebuah media mempunyai karakteristik tersendiri. Tidak seperti halnya sastra yang hanya mengandalkan ‘kekuatan kata’, komik menggabungkan antara ‘kekuatan kata’ dan ‘kekuatan gambar’. Eisner (dalam susunan gambar dan kata-kata untuk menceritakan suatu ide atau mendramatisasi suatu ide. Komik juga dapat diartikan sebagai suatu bentuk seni yang menggunakan gambar-gambar tidak bergerak yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk jalinan cerita.


(16)

Komik berkembang sangat pesat diseluruh dunia. Salah satu negara dengan produksi komik terbesar adalah Jepang. Komik di Jepang disebut dengan manga, sedangkan orang yang menggambar manga disebut manga-ka.

Perkembangan komik Jepang (manga) telah menjadi sebuah fenomena dalam perkembangan dunia komik diseluruh dunia. Manga berkembang di dunia komik sebagai sebuah gaya gambar yang mempunyai ciri tersendiri. Karakter yang unik dari manga, seperti mata besar dan model rambut tajam sepertinya menjadi ketertarikan tersendiri bagi kalangan penggemar komik. Kajian lain yang lebih hebat dari gaya manga ini adalah sudah masuknya kajian manga ke wilayah budaya. Manga mampu mewakili budaya darimana komik itu berasal, yaitu Jepang.

Seperti halnya karya sastra lainnya, komik memerlukan sebuah alur sebagai salah satu unsur terpenting dalam pembentukan cerita. Alur, menurut Stanton (2007 : 26) merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kausal (sebab-akibat) saja. Masih menurut Stanton (2007 : 31), dua elemen dasar yang membangun alur adalah konflik dan klimaks. Setiap konflik utama selalu bersifat fundamental, membenturkan ‘sifat-sifat’ dan ‘kekuatan-kekuatan’ tertentu seperti kejujuran dengan kemunafikan, kenaifan dengan pengalaman, atau individualitas dengan kemauan beradaptasi.

Menurut Lewis A. Coser dalam Ahmadi (2007: 281) berpendapat bahwa konflik adalah sebuah perjuangan mengenai nilai atau tuntutan atas status, kekuasaan, dan sumber daya yang bersifat langka dengan maksud menetralkan, mencederai atau melenyapkan lawan. Sementara menurut Gillin dan Gillin dalam


(17)

Ahmadi (2007: 282) melihat konflik sebagai bagian dari sebuah proses interaksi manusia yang saling berlawanan

Menurut Stanton dalam Nurgiyantoro (2002: 124) konflik dibedakan menjadi dua kategori, yaitu konflik internal dan eksternal.

1. Konflik internal atau kejiwaan adalah konflik yang terjadi dalam hati jiwa seorang tokoh cerita. Jadi konflik ini adalah konflik yang dialami manusia dengan dirinya sendiri.

2. Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu dengan di luar dirinya. Konflik eksternal ini dibedakan dalam dua kategori lagi, yaitu konflik fisik dan konflik sosial:

a. Konflik fisik adalah konflik yang disebabkan oleh adanya perbenturan antara tokoh dengan lingkungan alam.

b. Konflik sosial adalah konflik yang disebabkan oleh adanya kontak sosial atau masalah-masalah yang muncul akibat adanya hubungan antar manusia.

Team Medical Dragon adalah manga spesialisasi medis yang digambar oleh Tarou Nagizaka dan ditulis oleh Akira Nagai; seorang jurnalis dan dokter yang sukses. Team Medical Dragon menerim pada tahun 2005. Shogakukan Manga Award merupakan salah satu penghargaan komik terbesar di Jepang yang diadakan oleh penerbit Shogakukan.

Hal menarik dari komik ini adalah permasalahan yang diangkatnya. Komik ini sarat akan konflik, terutama konflik sosial yang terkandung didalamnya. Mengangkat cerita tentang perjuangan sekelompok dokter untuk mendapatkan


(18)

keadilan bagi para pasien ditengan arus kekuasaan rumah sakit yang sarat akan ambisi dan ego pribadi.

Dalam komik Team Medical Dragon ini dikisahkan tentang seorang dokter bedah jantung dan paru yang sangat jenius Ryutaro Asada yang selalu menentang atasannya Prof Takeo, selaku pemegang puncak kekuasaan tertinggi di tempatnya bekerja yaitu Rumah Sakit Universitas Mei Shin. Ia selalu bertindak sesuka hati dan tidak pernah menuruti perintah atasannya. Bahkan ia pun tidak pernah menunjukkan sikap hormat apabila bertemu dengan atasannya tersebut. Namun sikapnya tersebut sangat bertolak belakang apabila ia menghadapi para pasiennya. Ryutaro adalah sosok dokter yang sangat menghormati dan rela melakukan apa pun demi keselamatan pasiennya.

Pertentangan sikap dan prilaku Ryutaro tersebut bukanlah tanpa sebab. Ryutaro merasa kecewa dengan sistem senioritas yang berlaku yang dianggap terlalu mengagungkan atasan. Pada struktur rumah sakit, profesor berada di posisi puncak hirarki, sehingga satu-satunya penilaian hanya ada pada mata profesor. Para profesor di rumah sakit Mei Shin ddigambarkan sebagai sosok yang tamak, licik, dan egois. Siapa pun yang ingin bertahan dan memiliki karir yang bagus harus tunduk terhadap semua ketentuan profesor. Barang siapa yang menentang, sebagai hukumannya akan dikeluarkan dan tidak akan diterima bekerja di mana pun. Selain itu, segala tindakan yang akan diambil harus sepengetahuan dan seizin profesor, sebab bila tidak sama saja dengan menentang atasan.

Akibatnya semua orang yang bekerja di rumah sakit tersebut terutama para dokter mengalami perubahan orientasi. Para dokter yang seharusnya mendahulukan kepentingan dan keselamatan pasien, menjadi pribadi penjilat yang


(19)

hanya mementingkan keselamatan diri sendiri dan mengejar karir semata. Mereka tidak berani mengambil tindakan apapun, sekalipun hal tersebut adalah demi menyelamatkan nyawa pasien, jika tanpa ada izin dari profesor. Selain itu, Ulah professor yang tidak pernah memikirkan kepentingan pasien dan hanya sibuk mengejar ambisi pribadi semakin menambah kebencian Ryutaro terhadap atasannya. Bahkan, demi mencapai ambisinya tersebut, sang atasan rela melakukan berbagai cara termasuk mengorbankan bawahannya sendiri demi menyelamatkan kedudukannya. Padahal, seorang atasan seharusnya dapat mengayomi dan menjadi contoh yang baik bagi bawahannya, bukan malah mengorbankan bawahan demi kepentingan pribadi.

Sistem senioritas yang berbelit-belit ditambah prilaku atasan yang tidak bermoral tersebut dianggap dapat membahayakan nyawa pasien. Hal inilah yang kemudian menjadi akar terjadinya konflik antara Ryutaro sebagai bawahan dengan atasannya. Ryutaro bersama rekan-rekannya yang juga turut memikirkan nasib pasien akhirnya melakukan penentangan-penentangan terhadap atasan. Hal tersebut tentunya membuat hubungannya dengan atasan menjadi rusak. Selain itu, penentangan Ryutaro juga berdampak terhadap hubungan sosialnya dengan sesama rekan dokter lainnya. Ia kerap mendapat hinaan, cacian, bahkan dikucilkan dari pergaulannya.

Kondisi diatas tentunya sangat berseberangan dengan etika moral di Jepang khususnya yang mengatur tentang hubungan manusia. Suseno dalam Situmorang (1995 : 2) mengatakan bahwa moral adalah suatu pengukur apa yang baik dan apa yang buruk dalam kehidupan suatu masyarakat, sedangkan etika adalah keseluruhan norma dan penilaian yang digunakan masyarakat


(20)

bersangkutan untuk mengetahui bagaimana manusia seharusnya menjalankan kehidupannya. Pandangan tentang moral dan etika khususnya bagi bangsa Jepang merupakan hasil dari percampuran antara agama yang berakar kuat dan budaya yang berlangsung sejak dahulu.

Masyarakat Jepang merupakan masyarakat yang bersifat vertikal, artinya berdasarkan hubungan atas-bawah, sekaligus bersifat patriakal. Sistem ini tidaklah terkait dengan kelas-kelas dalam masyarakat, melainkan lebih pada penekanan terhadap kesenioran. Hubungan kesenioran bisa diartikan sebagai hubungan antara atasan-bawahan, antara siswa kelas yang lebih atas dan siswa kelas yang bawah di sekolah, atau bisa juga hubungan antara orangtua-anak. Sistem vertikal dan patriakal ini pada dasarnya masih tetap berakar dalam masyarakat Jepang karena Jepang belum sampai satu setengah abad terlepas dari sistem feudal masa lampaunya

Hubungan atas-bawah bangsa Jepang ini sebagian besar mendapat pengaruh dari ajaran Konfusius. Ajaran tersebut yaitu wu-lun (5 hubungan manusia); (1) hubungan pimpinan dan bawahan, (2) hubungan suami dan istri, (3) hubungan orangtua dan anak, (4) hubungan kakak dan adik, dan (5) hubungan kawan dan sahabat

Ada pula pemikiran gorin (5 etika tentang kesadaran) yaitu pengabdian pengikut terhadap tuan, pengabdian anak terhadap ayah, pengabdian adik laki-laki terhadap kakak laki-laki, pengabdian istri terhadap suami, dan hubungan orang sederajat (Watsuji dalam Situmorang, 1995: 44).

Secara garis besar dijelaskan bahwa mereka yang secara sosial lebih tinggi kedudukannya merasa terpanggil atau bahkan berkewajiban untuk melindungi


(21)

atau mengurus orang-orang yang berkedudukan di bawahnya, baik untuk urusan sosial maupun pribadi. Di lain pihak, orang-orang yang kedudukannya lebih rendah merasa patut membalas kebaikan tersebut dengan menyatakan hormat, kesetiaan. Perasaan demikian disebut on (rasa utang budi). Orang-orang yang tidak mempedulikan on kurang disukai dalam masyarakat karena dianggap kurang bermoral.

Kemudian ada pula istilah giri yang dapat diterjemahkan kira-kira sebagai kewajiban moral dari orang yang merasa menanggung on terhadap orang-orang tertentu. Contoh nyata dari ungkapan rasa on yang diwujudkan dalam pemberian yang bersifat giri (kewajiban secara moral) adalah antara lain pemberian hadiah akhir tahun atau tengah tahun dari orangtua murid kepada guru.

Di dalam komik Team Medical Dragon ini dapat dilihat bahwa etika moral tersebut tidak dijalankan dengan sepantasnya, dimana atasan tidak lagi melindungi dan mengayomi bawahan, bawahan tidak mau menghormati atasannya, dan sesama rekan kerja pun saling menjatuhkan satu sama lain. Kondisi seperti ini tentunya memicu lahirnya konflik sosial diantara para tokoh cerita.

Inilah yang kemudian menjadi alasan ketertarikan penulis untuk mengangkat masalah ini. Oleh karena itu, penulis mengangkat judul “Analisis Konflik Sosial Dalam Komik Team Medical Dragon Karya Nagai Akira Dan Nogizaka Taro”.

1.2Perumusan Masalah

Tokoh utama Ryutaro Asada digambarkan sebagai sosok seorang dokter bedah yang sangat jenius, namun suka menentang aturan rumah sakit bahkan


(22)

atasannya sendiri. Tetapi Ryutaro memiliki alasan dibalik penentangan yang dilakukannya. Ryutaro merasa kecewa dengan sistem senioritas yang berlaku yang dianggap terlalu mengagungkan atasan. Pada struktur rumah sakit, profesor berada di posisi puncak hirarki, sehingga satu-satunya penilaian hanya ada pada mata profesor. Para profesor di rumah sakit Mei Shin digambarkan sebagai sosok yang tamak, licik, dan egois. Siapa pun yang ingin bertahan dan memiliki karir yang bagus harus tunduk terhadap semua ketentuan profesor. Barang siapa yang menentang, sebagai hukumannya akan dikeluarkan dan tidak akan diterima bekerja di mana pun. Selain itu, segala tindakan yang akan diambil harus sepengetahuan dan seizin profesor, sebab bila tidak sama saja dengan menentang atasan.

Akibatnya semua orang yang bekerja di rumah sakit tersebut terutama para dokter mengalami perubahan orientasi. Para dokter yang seharusnya mendahulukan kepentingan dan keselamatan pasien, menjadi pribadi penjilat yang hanya mementingkan keselamatan diri sendiri dan mengejar karir semata. Mereka tidak berani mengambil tindakan apapun, sekalipun hal tersebut adalah demi menyelamatkan nyawa pasien, jika tanpa ada izin dari profesor. Bagi Ryutaro yang selalu mementingkan keselamatan pasien, kondisi seperti ini dianggap dapat membahayakan nyawa pasien yang memebutuhkan tindakan medis yang cepat dan tepat.

Selain itu, ia juga geram melihat ulah atasannya yang tidak pernah memikirkan kepentingan pasien dan hanya sibuk mengejar ambisi pribadi semakin menambah kebencian Ryutaro terhadap atasannya. Bahkan, demi mencapai ambisinya tersebut, sang atasan rela melakukan berbagai cara termasuk


(23)

mengorbankan bawahannya sendiri demi menyelamatkan kedudukannya. Padahal, seorang atasan seharusnya dapat mengayomi dan menjadi contoh yang baik bagi bawahannya, bukan malah mengorbankan bawahan demi kepentingan pribadi.

Sistem senioritas yang berbelit-belit yang tidak sesuai dengan pekerjaan medis ditambah prilaku atasan yang tidak bermoral menjadi penyebab terjadinya kekacauan dalam hubungan interaksi sosial para tokoh, sehingga memicu lahirnya konflik, terutama konflik sosial yang berujung pada pelanggaran etika moral yang berlaku di Jepang. Konflik tersebut akan dianalisis sesuai dengan fakta-fakta yang terdapat di dalam cerita komik Team Medical Dragon ini.

Berdasarkan uraian di atas, maka masalah penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah hubungan manusia menurut etika moral di Jepang?

2. Bagaimanakah konflik sosial yang dialami oleh para tokoh dalam komik Team Medical Dragon?

1.3Ruang Lingkup Pembahasan

Agar masalah penelitian tidak terlalu meluas dan berkembang jauh, diperlukan adanya pembatasan masalah. Pembatasan masalah ialah usaha untuk menetapkan batasan-batasan dari masalah penelitian yang akan diteliti (Husaini Usman dan Purnomo Setiady, 2009 : 24). Batasan masalah ini berguna untuk mengidentifikasi faktor mana saja yang termasuk dalam ruang lingkup masalah penelitiann dan faktor mana yang tidak termasuk dalam ruang lingkup masalah penelitian. Di samping itu juga berfungsi untuk memperjelas fokus penelitian.


(24)

Berdasarkan penjabaran tersebut, maka penelitian ini akan dibatasi hanya pada konflik sosial yang dialami tokoh cerita dalam komik Team Medical Dragon karya Nagai Akira dan Nogizaka Tarou volume 1-10. Adapun tokoh dalam komik ini berjumlah lima belas orang. Namun dalam analisis ini, penulis hanya membatasi kepada delapan tokoh saja, sebab kedelapan tokoh inilah yang mendominasi konflik didalam cerita tersebut. Untuk mendukung pembahasan akan dikemukakan juga mengenai teori sosiologi konflik klasik.

1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1) Tinjauan Pustaka

Manusia merupakan makhluk sosial. Di dalam kehidupannya, manusia akan selalu membutuhkan bantuan manusia lain. Adanya dorongan rasa saling membutuhkan ini mendorong terjadinya interaksi sosial.

Interaksi sosial menurut Gillin dan Gillin dalam Soekanto (2006 : 55) merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok–kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Agar hubungan interaksi sosial manusia dapat berjalan dengan baik, diperlukan aturan-aturan moral dan etika yang akan menjaga keberlangsungan tatanan sosial yang baik.

Suseno dalam Situmorang (1995 : 2) mengatakan bahwa moral adalah suatu pengukur apa yang baik dan apa yang buruk dalam kehidupan suatu masyarakat, sedangkan etika adalah keseluruhan norma dan penilaian yang digunakan masyarakat bersangkutan untuk mengetahui bagaimana manusia seharusnya menjalankan kehidupannya. Pandangan tentang moral dan etika


(25)

khususnya bagi bangsa Jepang merupakan hasil dari percampuran antara agama yang berakar kuat dan budaya yang berlangsung sejak dahulu.

Masyarakat Jepang merupakan masyarakat yang bersifat vertikal, artinya berdasarkan hubungan atas-bawah, sekaligus bersifat patriakal. Sistem ini tidaklah terkait dengan kelas-kelas dalam masyarakat, melainkan lebih pada penekanan terhadap kesenioran. Hubungan kesenioran bisa diartikan sebagai hubungan antara atasan-bawahan, antara siswa kelas yang lebih atas dan siswa kelas yang bawah di sekolah, atau bisa juga hubungan antara orangtua-anak. Sistem vertikal dan patriakal ini pada dasarnya masih tetap berakar dalam masyarakat Jepang karena Jepang belum sampai satu setengah abad terlepas dari sistem feudal masa lampaunya

Hubungan atas-bawah bangsa Jepang ini sebagian besar mendapat pengaruh dari ajaran Konfusius. Ajaran tersebut yaitu wu-lun (5 hubungan manusia); (1) hubungan pimpinan dan bawahan, (2) hubungan suami dan istri, (3) hubungan orangtua dan anak, (4) hubungan kakak dan adik, dan (5) hubungan kawan dan sahabat

Ada pula pemikiran gorin (5 etika tentang kesadaran) yaitu pengabdian pengikut terhadap tuan, pengabdian anak terhadap ayah, pengabdian adik laki-laki terhadap kakak laki-laki, pengabdian istri terhadap suami, dan hubungan orang sederajat (Watsuji dalam Situmorang, 1995: 44).

Secara garis besar dijelaskan bahwa mereka yang secara sosial lebih tinggi kedudukannya merasa terpanggil atau bahkan berkewajiban untuk melindungi atau mengurus orang-orang yang berkedudukan di bawahnya, baik untuk urusan sosial maupun pribadi. Di lain pihak, orang-orang yang kedudukannya lebih


(26)

rendah merasa patut membalas kebaikan tersebut dengan menyatakan hormat, kesetiaan. Perasaan demikian disebut on (rasa utang budi). Orang-orang yang tidak mempedulikan on kurang disukai dalam masyarakat karena dianggap kurang bermoral.

Kemudian ada pula istilah giri yang dapat dapat diterjemahkan kira-kira sebagai kewajiban moral dari orang-orang yang merasa menanggung on terhadap orang-orang tertentu. Contoh nyata dari ungkapan rasa on yang diwujudkan dalam pemberian yang bersifat giri (kewajiban secara moral) adalah antara lain pemberian hadiah akhir tahun atau tengah tahun dari orangtua murid kepada guru.

Jika etika moral tersebut tidak dijalankan dengan sepantasnya, maka akan menyebabkan terganggunya interaksi sosial yang berdampak pada kekacauan dalam tatanan sosial. Lambat laun hal tersebut akan memicu timbulnya konflik, terutama konflik sosial.

Menurut Lewis A. Coser dalam Ahmadi (2007: 281) berpendapat bahwa konflik adalah sebuah perjuangan mengenai nilai atau tuntutan atas status, kekuasaan, dan sumber daya yang bersifat langka dengan maksud menetralkan, mencederai atau melenyapkan lawan. Sementara menurut Gillin dan Gillin dalam Ahmadi (2007: 282) melihat konflik sebagai bagian dari sebuah proses interaksi manusia yang saling berlawanan. Bentuk-bentuk konflik antara lain konflik sosial dan konflik politik.

Konflik sosial (pertentangan sosial) merupakan salah satu bentuk proses sosial yang diasosiatif selain persaingan (competition) dan kontraversi (contravention) akibat adanya perbedaan-perbedaan tertentu dalam masyarakat maupun pribadi, seperti akibat perbedaan ras, suku bangsa, agama, bahasa, adat


(27)

istiadat, golongan politik, pandangan hidup, profesi, dan budaya lainnya (Ahmadi, 2007 : 291).

2) Kerangka Teori

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan sosiologi sastra untuk menganalisis komik Team Medical Dragon. Namun wilayah sosiologi sastra sangat luas. Wellek dan Warren (1993:111) membagi telaah sosiologis menjadi tiga klasifikasi yaitu;

1. Sosiologi Pengarang: yakni yang mempermasalahkan tentang status sosial, ideologi politik dll, yang menyangkut diri pengarang.

2. Sosiologi karya Sastra: yakni yang mempermasalahkan tentang suatu karya sastra apa yang tersirat dalam suatu karya sastra dan tujuan atau amanat yang hendak ingin disampaikan.

3. Sosiologi Sastra: yakni mempermasalahkan tentang pembaca dan pengaruh sosialnya terhadap masyarakat.

Sedangkan Umar Junus (dalam

1. Karya sastra dilihat sebagai dokumen sosio-budaya.

mengemukakan bahwa yang menjadi pembicaraan dalam telaah sosiologi sastra adalah sebagai berikut :

2. Penelitian mengenai pengasilan dan pemasaran karya sastra.

3. Penelitian tentang penerimaan masyarakat terhadap sebuah karya sastra seorang penulis tertentu dan apa sebabnya.


(28)

4. Pengaruh sosio-budaya terhadap penciptaan karya sastra, misalnya pendekatan Taine yang berhubungan dengan bangsa dan pendekatan Marxis yang berhubungan dengan pertentangan kelas.

5. Pendekatan strukturalisme genetik dari Goldman, dan

6. Pendekatan Devignaud yang melihat mekanisme universal dari seni termasuk sastra.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan yang keempat, yakni pengaruh sosio-budaya terhadap penciptaan karya sastra.

Sedangkan untuk menganalisis konflik digunakan teori konflik khususnya teori sosiologi konflik klasik, yang terdiri dari konflik kelompok dan kelas, konflik dan stratifikasi sosial, kesadarn kolektif dan gerakan sosial, dan sosialisasi dan konflik ilmiah.

1.5Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok masalah sebagaimana telah dikemukakan diatas maka tujuan penelitian ini adalah :

- Mendeskripsikan hubungan manusia menurut etika moral di Jepang.

- Mendeskripsikan konflik sosial yang dialami oleh para tokoh dalam komik Team Medical Dragon volume 1-10

2. Manfaat Penelitian

Temuan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat teoritis dan praktis. Secara teoritis hasil penelitian ini dapat memperkaya kajian ilmu sosial


(29)

khususnya sosiologi sastra. Secara praktis penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan pembelajaran sastra dalam mengapresiasi karya sastra Jepang, khususnya komik.

1.6Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode deskriptif. Menurut Sukmadinata (2006: 72) penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang kecendrungan yang tengah berlangsung.

Dalam penulisan skripsi ini akan dideskripsikan dan dijelaskan mengenai konflik-konflik sosial yang terdapat di dalam komik Team Medical Dragon karya Nagai Akira dan Nogizaka Tarou volume 1-10 dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra dan teori konflik khususnya teori sosiologi konflik klasik.


(30)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP KOMIK TEAM MEDICAL DRAGON, KONFLIK DALAM KOMIK TEAM MEDICAL DRAGON, DAN ETIKA

MORAL DI JEPANG

2.1 Komik Team Medical Dragon

Team Medical Dragon adalah manga spesialisasi medis yang digambar oleh Nogizaka Tarou, sedangkan konsep ceritanya ditulis oleh Akira Nagai; seorang dokter dan jurnalis yang sukses. Team Medical Dragon menerima penghargaan Shogakukan Manga Award yang ke-50 pada tahun 2005. Shogakukan Manga Award merupakan salah satu penghargaan komik terbesar di Jepang yang diadakan oleh penerbit Shogakukan.

Seperti halnya karya sastra lainnya, komik juga memiliki unsur-unsur yang membangun ceritanya, baik unsur instrinsik (unsur yang berasal dari dalam karya sastra) dan juga unsur ekstrinsik (unsur yang berasal dari luar karya sastra).

Untuk melihat unsur-unsur yang turut serta membangun cerita dalam komik Team Medical Dragon akan dibahas beberapa unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik yang terdapat didalam cerita ini. Beberapa unsur instrinsik yang akan dibahas adalah: Tema, Plot/ alur cerita, Tokoh, dan Setting. Sedangkan unsur ekstrinsiknya adalah biografi pengarang.


(31)

2.1.1. Unsur Instrinsik a. Tema

Setiap karya fiksi tentulah mengandung dan atau menawarkan tema, namun apa isi tema itu sendiri tak mudah ditunjukkan. Ia haruslah dipahami dan ditafsirkan melalui cerita dan unsur-unsur pembangun cerita yang lain, dan itu merupakan kegiatan yang sering tidak mudah dilakukan.

Tema, menurut Stanton dalam Nurgiyantoro (1995 : 67), adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Namun, ada banyak makna yang dikandung dan ditawarkan oleh cerita itu, maka masalahnya adalah makna khusus yang mana yang dapat dinyatakan sebagai tema itu.

Untuk menentukan makna pokok sebuah cerita, diperlukan kejelasan pengertian tentang makna pokok, atau tema, itu sendiri. Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan (Hartoko & Rahmanto dalam Nurgiyantoro, 1995:68).

Tema disaring dari motif-motif yang terdapat dalam karya yang bersangkutan yang menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik, dan situasi tertentu. Tema dalam banyak hal bersifat “mengikat” kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa-konflik-situasi tertentu, termasuk berbagai unsur instrinsik yang lain, karena hal-hal tersebut haruslah bersifat mendukung kejelasan tema yang ingin disampaikan. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka ia pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu. Dengan demikian, untuk menemukan tema sebuah karya fiksi, ia haruslah disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita.


(32)

Berdasarkan uraian diatas, tema yang ingin diangkat oleh pengarang dalam cerita komik Team Medical Dragon adalah sistem senioritas yang berbelit-belit yang tidak cocok dengan pekerjaan medis. Pada cerita ini dipaparkan bagaimana sistem senioritas yang rumit dan berbelit-belit dimana segala sesuatunya harus sepengetahuan dan seizin atasan, berbenturan dengan pekerjaan medis yang membutuhkan tindakan yang cepat dan tepat guna keselamatan nyawa pasien.

b. Plot/ Alur Cerita

Plot, secara tradisional, juga sering disebut alur atau jalan cerita. Plot merupakan unsur fiksi yang penting, sebab kejelasan plot akan mempermudah pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan. Kejelasan plot dapat berarti kejelasan cerita, kesederhanaan plot berarti kemudahan cerita untuk dimengerti. Sebaliknya, plot yang kompleks, ruwet, dan sulit dikenali hubungan kausalitas antar peristiwanya, menyebabkan cerita menkadi lebih sulit dipahami.

Stanton dalam Nurgiyantoro (1995 : 113), mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Sedangkan plot menurut Foster dalam Nurgiyantoro (1995 : 113) adalah peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai penekanan pada adanya hubungan kausalitas.

Plot sebuah cerita haruslah bersifat padu, unity. Antara peristiwa yang satu dengan yang lain, antara peristiwa yang diceritakan lebih dahulu dengan yang kemudian, ada hubungan, ada sifat saling keterkaitan.


(33)

Untuk memperoleh keutuhan sebuah plot cerita, Aristoteles mengemukakan bahwa sebuah plot haruslah terdiri dari tahap awal (beginning), tahap tengah (midle), dan tahap akhir (end) (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995 : 142).

a) Tahap awal

Tahap awal sebuah cerita biasanya disebut sebagai tahap perkenalan. Tahap perkenalan pada umumnya berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap-tahap berikutnya. Misalnya, berupa penunjukkan dan pengenalan latar, seperti nama tempat, suasana alam, waktu kejadian, dan lain-lain.

Fungsi pokok tahap awal sebuah cerita adalah untuk memberikan informasi dan penjelasan seperlunya khususnya yang berkaitan dengan pelataran dan penokohan.

Pada tahap awal cerita, di samping untuk memperkenalkan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita, konflik sedikit demi sedikit juga sudah mulai dimunculkan. b) Tahap Tengah

Tahap tengah cerita yang dapat juga disebut sebagai tahap pertikaian, menampilkan pertentangan dan atau konflik yang sudah mulai dimunculkan pada tahap sebelumnya, menjadi semakin meningkat, semakin menegangkan. Konflik dapat berupa konflik internal (konflik yang terjadi dalam diri seorang tokoh), maupun konflik eksternal (konflik atau pertentangan yang terjadi antar tokoh cerita).


(34)

Bagian tengah cerita merupakan bagian terpanjang dan terpenting dari karya fiksi yang bersangkutan. Sebab pada bagian inilah pembaca memperoleh “cerita”, memperoleh sesuatu dari kegiatan pembacaannya.

c) Tahap Akhir

Tahap akhir sebuah cerita, atau dapat juga disebut sebagai tahap pelaraian, menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks. Bagian ini antara lain berisi bagaimanakah akhir sebuah cerita.

Dalam teori klasik yang berasal dari Aristoteles, penyelesaian cerita dibedakan ke dalam dua macam kemungkinan: kebahagiaan (happy end) dan kesedihan (sad end). Sementara jika melihat model-model tahap akhir karya fiksi hingga dewasa ini, penyelesaian sebuah cerita dapat dikategorikan ke dalam dua golongan yaitu penyelesaian tertutup dan penyelesaian terbuka. Penyelesaian yang bersifat tertutup menunjuk pada keadaan akhir sebuah cerita yang memang sudah selesai sesuai dengan tuntutan logika cerita yang dikembangkan. Sedangkan penyelesaian yang bersifat terbuka, menunjuk pada keadaan akhir sebuah cerita yang sebenarnya masih belum berakhir, masih potensial untuk dilanjutkan dan konflik belum sepenuhnya diselesaikan.

Berdasarkan uraian di atas, penahapan plot dalam cerita komik Team Medical Dragon adalah sebagai berikut:

1.Tahap awal : Pada tahap awal dalam cerita Team Medical Dragon ini dijelaskan bahwa latar tempat adalah sebuah rumah sakit bernama Rumah Sakit Universitas Mei Shin yang berada di kota Tokyo. Kemudian diperkenalkan pula tokoh utama cerita yang berprofesi sebagai dokter bedah dada dan jantung bernama Ryutaro Asada. Ia


(35)

digambarkan sebagai sosok seorang dokter yang jenius dan selalu mendahulukan keselamatan pasien, namun juga memiliki sifat pembangkang dan sulit diatur. Selain itu, diperkenalkan pula tokoh-tokoh cerita lainnya seperti Dr. Akira Kato yaitu asisten profesor wanita yang meminta bantuan Ryutaro untuk menyelesaikan thesisnya, Prof. Takeo sebagai atasan Ryutaro yang memiliki sifat licik dan tamak, para dokter anggota tim batista, dan tokoh-tokoh lain yang mendukung cerita. Pada tahap ini juga mulai terjadi konflik antara para tokoh cerita, terutama tokoh utama dengan tokoh pendukung lainnya.

2.Tahap tengah : Pada tahap ini konflik mulai intens diperlihatkan. Tokoh utama digambarkan kerap membuat masalah terutama dengan atasannya. Selain itu, digambarkan pula adanya konflik perebutan kekuasaan hingga gerakan reformasi dunia medis yang diusulkan oleh tokoh utama. Setiap tokoh yang yang berkonflik mulai menunjukkan sifat buruk masing-masing, dan berusaha saling menjatuhkan satu sama lain.

3.Tahap Akhir : Tahap akhir cerita dalam komik ini belum dapat dipastikan. Sebab ceritanya belum berakhir dan masih akan terus berkembang seiring bertambahnya volume/ edisi komik Team Medical Dragon ini.

c. Tokoh

Tokoh merupakan salah satu unsur instrinsik yang sangat penting, sebab tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca.


(36)

Tokoh cerita, menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1995 : 165), adalah orang (-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Dilihat dari segi peranan dan tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita, dan sebaliknya, ada tokoh (-tokoh) yang hany dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun mungkin dalam porsi penceritaan yang lebih pendek. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama cerita (central character, main character), sedang yang kedua adalah tokoh tambahan (peripheral character).

Tokoh utama dalam sebuah cerita, mungkin saja lebih dari seorang, walau kadar keutamaannya tak (selalu) sama. Keutamaan mereka ditentukan oleh dominasi, banyaknya penceritaan, dan pengaruhnya terhadap perkembangan plot secara keseluruhan.

Tokoh-tokoh dalam cerita Team Medical Dragon mulai dari volume 1 hingga volume 10 sangatlah banyak. Tokoh utama dalam cerita tersebut berjumlah 3 orang, yaitu Dr.Ryutaro Asada, Dr.Akira Sato, dan Noboru Iijuin. Walaupun ketiganya merupakan tokoh utama, namun dari segi kadar keutamaan, tokoh Ryutaro Asada menempati posisi yang teratas karena kadar kemunculan dan porsi penceritaan yang paling banyak.

Sedangkan para tokoh tambahan yaitu Prof. Takeo sebagai pemimpin rumah sakit, dr.Kihara selaku tangan kanan Prof. Takeo, Miki Satohara, Dr.Keisuke Fujiyoshi, dan Dr.Arase sebagai anggota tim Batista, Dr.Kira,


(37)

Dr.Gunji Kirishima sebagai musuh Dr. Akira Sato, Prof.Sofue, serta tokoh-tokoh lainnya.

d. Setting/ Latar

Latar menurut Stanton (2007 : 35) adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung.

Selain itu, latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995 : 217).

Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi sehingga memudahkan pembaca untuk mengembangkan daya imajinasinya.

Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Namun dalam kesempatan ini, hanya akan dibahas mengenai setting waktu dan tempat.

1) Setting/ Latar Tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas.


(38)

Tempat-tempat yang bernama adalah tempat yang dijumpai dalam dunia nyata, misalnya Jakarta, Surabaya, dan lain-lain. Tempat dengan inisial tertentu, biasanya berupa huruf awal (kapital) nama suatu tempat, juga menyaran pada tempat tertentu, tetapi pembaca harus memperkirakan sendiri, misalnya Kota M, S, T, dan lain-lain. Latar tempat tanpa nama jelas biasanya hanya berupa penyebutan jenis dan sifat umum tempat-tempat tertentu, misalnya desa, sungai, jalan, hutan, kota, dan sebagainya.

Latar atau setting tempat dalam komik Team Medical Dragon sebagian besar bertempat di lingkungan Rumah Sakit Universitas Mei Shin yang berada di ibukota Jepang, yaitu Tokyo.

2) Setting/ Latar Waktu

Setting waktu berhubungan dengan masalah.”kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah.

Adanya persamaan perkembangan dan atau kesejalanan waktu tersebut juga dimanfaatkan untuk mengesani pembaca seolah-olah cerita itu sebagai sungguh-sungguh ada dan terjadi.

Setting waktu dalam cerita Team Medical Dragon ini terjadi pada masa kini, tepatnya tahun 2004.


(39)

2.1.2 Unsur Ekstrinsik

Unsur ekstrinsik yang akan dilihat dari komik Team Medical Dragon ini adalah biografi dari pengarangnya. Pengarang merupakan unsur ekstrinsik yang berpengaruh akan bangun cerita dari sebuah karya fiksi. Keberadaan unsur ekstrinsik dalam hal ini pengarang secara tidak langsung sangat mempengaruhi hasil dari karya sastra fiksi.

Komik Team Medical Dragon ini merupakan hasil karya dari dua orang yang berlainan profesi, yaitu Nogizaka Taro dan Nagai Akira. Nogizaka Taro yang seorang mangaka bertugas menggambar, sedangkan Nagai Akira yang berprofesi sebagai seorang dokter dan jurnalis bertanggung jawab membuat konsep cerita.

Tidak banyak data yang didapatkan mengenai kedua sosok tersebut. Nagai Akira lahir pada tanggal 10 Desember 1947 di Mihara, Hiroshima, Jepang. Ia berprofesi sebagai seorang dokter serta jurnalis medis yang sukses. Nagai Akira meninggal dunia pada tanggal 7 Juli 2004 akibat komplikasi penyakit kanker hati yang dideritanya. Sedangkan data mengenai biografi Nogizaka Taro sangat sulit ditemukan. Namun komik Team Medical Dragon ini merupakan satu-satunya karya Nogizaka Taro yang bergenre medis. Ia biasanya lebih dikenal sebagai komikus yang kerap menciptakan karya-karya vulgar. Ia juga dikenal karena teknik penggambarannya yang bagus dan detail dalam mengekspresikan emosi dan perasaan tokoh cerita.


(40)

2.1.3 Jenjang Kedudukan di Rumah Sakit dalam Komik Team Medical Dragon

2.2 Konflik Dalam Komik Team Medical Dragon

2.2.1 Konflik Sosial dalam Komik Team Medical Dragon

Dalam sebuah karya fiksi, konflik (conflict) merupakan unsur yang penting dalam pengembangan plot. Kemampuan menciptakan konflik melalui berbagai peristiwa akan sangat menentukan kadar kemenarikan, kadar suspense, cerita yang dihasilkan.

Konflik menyaran pada pengertian sesuatu yang bersifat tidak menyenangkan yang terjadi dan atau dialami oleh tokoh (-tokoh) cerita yang, jika tokoh (-tokoh) itu mempunyai kebebasan untuk memilih, ia (mereka) tidak akan memilih peristiwa itu menimpa dirinya (Meredith & Fitzgerald dalam Nurgiyantoro, 1995 : 122).

Menurut Stanton dalam Nurgiyantoro (2002: 124) konflik dibedakan menjadi dua kategori, yaitu konflik internal dan eksternal.

Profesor

Asisten P f Para Dokter

Dokter Magang

Perawat


(41)

1. Konflik internal atau kejiwaan adalah konflik yang terjadi dalam hati jiwa seorang tokoh cerita. Jadi konflik ini adalah konflik yang dialami manusia dengan dirinya sendiri.

2. Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu dengan di luar dirinya. Konflik eksternal ini dibedakan dalam dua kategori lagi, yaitu konflik fisik dan konflik sosial:

a. Konflik fisik adalah konflik yang disebabkan oleh adanya perbenturan antara tokoh dengan lingkungan alam.

b. Konflik sosial adalah konflik yang disebabkan oleh adanya kontak sosial atau masalah-masalah yang muncul akibat adanya hubungan antar manusia. Dalam ilmu sosiologi, pengertian konflik tidak jauh berbeda dengan pengertian konflik yang dijabarkan dalam ilmu sastra. Konflik bukan merupakan suatu hal yang asing didalam hidup manusia. Sejarah mencatat bahwasanya konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia, sepanjang seseorang masih hidup hampir mustahil untuk menghilangkan konflik dimuka bumi ini baik itu konflik antar individu maupun antar kelompok. Jika konflik antara perorangan tidak bisa diatasi secara adil dan proposional, maka hal itu dapat berakhir dengan konflik antar kelompok.

Untuk itu, konflik merupakan suatu gejala yang tidak dapat dipisahkan dalam masyarakat. Fenomena konflik tersebut mendapat perhatian bagi manusia, sehingga muncul penelitian-penelitan yang menciptakan dan mengembangkan berbagai pandangan tentang konflik.

Diantaranya ialah Charles Watkins dalam


(42)

tajam tentang kondisi dan prasyarat terjadinya suatu konflik. Menurutnya, konflik terjadi bila terdapat dua hal. Pertama, konflik bisa terjadi bila sekurang-kurangnya terdapat dua pihak yang secara potensial dan praktis/operasional dapat saling menghambat. Secara potensial artinya, mereka memiliki kemampuan untuk menghambat. Secara praktis/operasional maksudnya kemampuan tadi bisa diwujudkan dan ada didalam keadaan yang memungkinkan perwujudannya secara mudah. Artinya, bila kedua belah pihak tidak dapat menghambat atau tidak melihat pihak lain sebagai hambatan, maka konflik tidak akan terjadi. Kedua, konflik dapat terjadi bila ada sesuatu sasaran yang sama-sama dikejar oleh kedua pihak, namun hanya salah satu pihak yang akan memungkinkan mencapainya.

Kemudian, Joyce Hocker dan William Wilmt di dalam bukunya yang berjudul interpersonal conflict (http://grms.multiply.com/journal/item/28), berupaya untuk memahami pandangan tentang konflik. Pada umumnya pandangan tentang konflik dapat digambarkan sebagai berikut; Pertama, konflik adalah hal yang abnormal karena hal normal adalah keselarasan. Bagi mereka yang menganut pandangan ini pada dasarnya bermaskud menyampaikan bahwa, suatu konflik hanya merupakan gangguan stabilitas. Kedua, konflik sebenarnya hanyalah suatu perbedaan atau salah paham. Mereka yang perpendapat seperti ini menganggap bahwasanya konflik hanyalah kegagalan berkomunikasi dengan baik, sehingga pihak lain tidak dapat memahami maksud kita yang sesungguhnya. Ketiga, konflik adalah gangguan yang hanya terjadi karena kelakuan orang-orang yang tidak beres. Menurut penganut pendapat ini, penyebab suatu konflik adalah anti sosial.


(43)

Team Medical Dragon adalah manga spesialisasi medis yang digambar oleh Tarou Nagizaka dan ditulis oleh Akira Nagai; seorang jurnalis dan dokter yang sukses. Team Medical Dragon menerim pada tahun 2005.

Hal menarik dari komik ini adalah permasalahan yang diangkatnya. Komik ini sarat akan konflik, terutama konflik sosial yang terkandung didalamnya. Mengangkat cerita tentang perjuangan sekelompok dokter untuk mendapatkan keadilan bagi para pasien ditengah arus sistem senioritas yang dikuasai oleh seorang atasan yang tamak akan harta dan kekuasaan.

Konflik disebabkan karena adanya perbenturan antara sistem senioritas yang berlaku di jepang dengan pekerjaan medis. Sistem senioritas dalam komik ini terutama berkaitan dengan hubungan atasan-bawahan, dimana bawahan wajib untuk menghormati dan tunduk terhadap atasan. Sistem ini juga mengharuskan agar segala tindakan yang diambil oleh bawahan harus atas sepengetahuan dan seizing atasan. Sistem seperti ini menjadikan negosiasi berjalan sangat alot dan berbelit-belit. Sementara pekerjaan medis membutuhkan tindakan yang cepat dan tepat guna menyelamatkan nyawa pasien. Sehingga terkadang izin dari atasan menjadi tidak penting lagi asalkan dapat segera menyelamatkan nyawa pasien. Hal inilah yang dilakukan oleh Ryutaro Asada bersama beberapa rekannya yang memang sangat mempedulikan keselamatan pasien. Mereka kerap melakukan tindakan-tindakan medis penyelamatan pasien tanpa sepengetahuan dan seizin dari atasan mereka sebelumnya. Karena tindakan yang dilakukan tanpa izin tersebut, mereka dianggap telah melakukan penentangan terhadap atasan.


(44)

Sehingga menyebabkan kemarahan dari atasan yang berujung pada terjadinya konflik.

Selain itu, konflik diperparah karena prilaku atasan yang tamak dan semena-mena-mena. Ambisi sang atasan untuk meraih kekuasaan dan kedudukan setinggi-tingginya telah merubah dirinya menjadi pribadi yang egois, licik, dan sama sekali tidak peduli dengan kondisi orang lain, termasuk pasien dan bawahannya sendiri. Yang terpenting baginya adalah keselamatan diri sendiri, walaupun untuk mendapatkannya ia harus mengorbankan orang lain. Oleh karena itu, apa pun tindakan yang dianggap akan membahayakan kedudukannya, sekalipun tindakan itu adalah untuk keselamatan nyawa pasiennya sendiri, ia akan melarangnya. Ulah atasan yang tidak bermoral inilah yang menambah kebencian bawahannya, yaitu Ryutaro Asada bersama teman-temannya. Sehingga mereka tidak hanya melakukan penentangan, tetapi juga berencana untuk menjatuhkan kekuasaan sang atasan yang diktator dengan cara merebut kekuasaan

2.2.2 Teori Sosiologi Konflik Klasik

Teori sosiologi konflik klasik memetakan empat tema sosiologi klasik, yaitu :

A. Konflik Kelompok dan Perjuangan Kelas

Tokoh yang mengemukakan teori ini yaitu Ibnu Khaldun (1332 – 1406) dan Karl Marx (1818 – 1883). Masa Khaldun ditandai oleh dinamika konflik perebutan kekuasaan oleh kelompok-kelompok yang hidup di zaman itu. Sosiologi konflik Ibnu Khaldun memperlihatkan bagaimana dinamika konflik dalam sejarah manusia sesungguhnya ditentukan oleh keberadaan kelompok sosial


(45)

(‘ashobiyah) berbasis pada identitas, golongan, etnis, maupun tribal. Hal ini dipengaruhi oleh sifat asal manusia yang sama dengan hewan. Nafsu adalah kekuatan hewani yang mampu mendorong berbagai kelompok sosial menciptakan berbagai gerakan untuk memerangi (to wi ) dan menguasai (to rule).

Sosiologi konflik Marx dipengaruhi oleh filsafat dialektika Hegel. Melalui perkembangan pikirannya, Marx menggantikan dialektika ideal menjadi dialektika material. Marx mengajukan konsepsi penting tentang konflik, yaitu tentang masyarakat kelas dan perjuangan kelas. Kelas, menurut Marx, adalah entitas dari perubahan-perubahan sosial. Marx tidak mendefinisikan kelas secara panjang lebar tetapi ia menunjukkan bahwa dalam masyarakat, pada waktu itu, terdiri dari kelas pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja miskin sebagai kelas proletar. Kedua kelas ini berada dalam struktur sosial yang hierarkhis, dan borjuis melakukan eksploitasi terhadap proletar dalam sistem produksi kapitalis. Ketegangan hubungan produksi dalam sistem produksi kapitalis antara kelas borjuis dan proletar melahirkan gerakan sosial besar dan radikal, yaitu revolusi.

Berkaitan dengan konflik sebagai bagian dari sejarah manusia, Marx menyatakan “...tanpa konflik, tidak ada perkembangan; itu adalah hukum pada peradaban sampai sekarang” (Dahrendorf dalam Susan, 2009 : 34).

B. Stratifikasi Sosial dan Konflik

Tokoh yang mengemukakan teori ini adalah Max Weber (1864 – 1920). Max Weber sejalan dengan filsafat Marx yang melihat ada kepentingan alamiah dalam setiap diri manusia. Kepentingan alamiah inilah yang mendorong manusia untuk terus bergerak mencapai kekayaan (wealth) serta menciptakan tujuan-tujuan


(46)

penting dan nilai-nilai dalam masyarakat. Berkebalikan dengan Marx bahwa kelas adalah determinisme ekonomi, Weber dalam The Theory of Social and Economic Organization (1947) memberikan konsep sosiologis kelas yang komprehensif. Strtifikasi tidak hanya ditentukan oleh ekonomi semata melainkan juga prestige (status), dan power (kekuasaan).

Konflik muncul dalam setiap entitas stratifikasi sosial. Setiap stratifikasi adalah posisi yang pantas diperjuangkan oleh manusia dan kelompoknya. Sehingga mereka memperoleh posisi yang lebih tinggi. Ini berarti stratifikasi sosial Weberian bisa disebut sebagai lembaga pemenuhan kebutuhan dasar manusia.

Yang menarik dari sosiologi konflik Max Weber adalah unsur dasar dari setiap tipe ideal hubungan sosial, yaitu kekuasaan. Kekuasaan merupakan generator dinamika sosial yang mana individu dan kelompok dimobilisasi atau memobilisasi. Pada saat bersamaan kekuasaan menjadi sumber dari hubungan konflik.

C. Kesadaran Kolektif dan Gerakan Sosial

Tokoh sosiologi yang mengemukakan gagasan ini adalah Emile Durkheim (1879 – 1912). Struktur sosial yang ditandai oleh konflik dari berbagai kelompok melalui kesadaran kolektifnya dan pergeseran-pergeseran moral (kesadaran) yang memengaruhi Durkheim dalam menciptakan sosiologi memerhatikan tatanan sosial.

Salah satu kunci analisis gerakan sosial Durkheim adalah konsepnya mengenai kesadaran kolektif yang mengikat individu-individu melalui berbagai


(47)

simbol dan norma sosial. Kesadaran kolektif ini merupakan unsur mendasar dari terjaganya eksistensi kelompok. Anggota dari kelompok bisa menciptakan bunuh diri altruistik untuk membela eksistensi kelompok. Artinya, melalui kesadaran kolektif, gerakan sosial bisa memunculkan berbagai ketegangan dan konflik berdarah.

D. Sosialisasi dan Konflik Alamiah

George Simmel ((1858 – 1918) adalah tokoh yang mengemukakan teori ini. Simmel adalah bapak dari sosiologi konflik. Menurut Simmel dalam Susan (2009 : 41) sosialisasi adalah bentuk (dinyatakan dalam berbagai cara yang begitu banyak) para individu tumbuh bersama ke dalam kesatuan dan di dalam kepentingan-kepentingan mereka yang terealisasikan.

Fenomena konflik pun dipandang sebagai proses sosialisasi. Sosialisasi bisa menciptakan asosialisasi, yaitu para individu yang berkumpul sebagai kesatuan kelompok masyarakat. Sebaliknya juga bisa melahirkan disasosialisasi yaitu para indivisu mengalami interaksi saling bermusuhan karena adanya feeling of hostility secara alamiah. Simmel menyatakan : “The actually dissociating elements are the causes of the conflict- hatred and envy, want and desire” (Unsur-unsur yang sesungguhnya dari disasosialisasi adalah sebab-sebab konflik- kebencian dan kecemburuan, keinginan dan nafsu) (Simmel dalam Susan, 2009 : 42).

Selanjutnya menurut Simmel dalam Susan (2009 : 42), ketika konflik menjadi bagian dari interaksi sosial, maka konflik menciptakan batasan-batasan


(48)

antar kelompok dengan memperkuat kesadaran internal yang membuat kelompok tersebut terbedakan dan terpisah dari kelompok lain.

2.3 Etika Moral di Jepang

2.3.1 Hubungan Interaksi Sosial Pada Masyarakat Jepang

Warisan budaya leluhur yang mengutamakan hidup kedamaian dengan alam mengajarkan generasi Jepang dewasa ini untuk senantiasa memelihara alam dalam keseimbangan. Ajaran ini lahir dari rasa keinginan hidup tenang dengan keselarasan alam dan manusia yang saling berinteraksi.

Pada awal kebudayaan jaman Yayoi, interaksi dengan alam diwujudkan dengan pemeliharaan dan penyeimbangan segala mahluk hidup. Dalam proses interaksi antara manusia, diwujudkan dengan penegakan nilai-nilai moral untuk saling memahami satu sama lainnya. Kemudian setelah masuknya agama Budha sekitar abad ke-6, hubungan antar manusia tidak sekedar mengacu pada alam saja, tetapi juga kesinambungan antara manusia dengan manusianya. Lalu dalam perkembangan berikutnya sistem stratifikasi semakin jelas, terutama setelah masuknya sistem pemerintahan Bakufu.

Menurut Chie Nakane dalam bukunya Masyarakat Jepang (dalam hubungan antar manusia di Jepang umumnya menganut azas hubungan vertikal. Struktur masyarakat Jepang yang menggunakan hubungan atas-bawah ini sangat mempengaruhi sikap, tindakan, kebiasaan dan etos kerja bangsa Jepang. Menurut Ruth Benedict (1982 : 50) setiap usaha untuk memahami bangsa Jepang harus dimulai dari pengertian mereka tentang apa yang dimaksud dengan “seseorang


(49)

harus mengambil tempatnya yang sesuai”, yang kemudian turut mendasari lahirnya sistem moralitas di Jepang. Bangsa Jepang selalu mengatur dunia mereka dengan berpatokan pada hirarki. Keyakinan bangsa Jepang akan hirarki telah mendasar di dalam seluruh gagasannya tentang hubungan antarmanusia dan tentang hubungan manusia dengan negara.

Usia, generasi, jenis kelamin, dan kelas mendiktekan tingkah laku yang sesuai dalam hubungan antar-keluarga dan pribadi. Di dalam pemerintahan, keagamaan, ketentaraan dan industri, bidang-bidang dipisahkan dengan saksama ke dalam hirarki-hirarki, dimana baik yang menjadi atasan maupun bawahan tidak diperkenankan melewati batas-batas hak istimewa masing-masing tanpa hukuman.

Dengan menempatkan andalannya pada “tempat yang sesuai”, bangsa Jepang juga berpaling kepada peraturan-peraturan hidup yang tertanam di dalam diri mereka oleh pengalaman sosialnya. Setiap salam, setiap kontak harus menunjukkan jenis dan tingkat jarak sosial antara manusia. Setiap kali orang mengatakan “makan” dan “duduk” kepada orang lain, ia menggunakan kata-kata yang berbeda, bergantung kepada siapa yang disapanya; apakah yang disapa itu seorang yang akrab dengan si penyapa ataukah seorang atasan. Segala tingkah laku itu diatur oleh aturan-aturan dan konvensi-konvensi yang sangat cermat; orang tidak hanya perlu mengetahui kepada siapa ia harus membungkukkan badan, tetapi perlu juga mengetahui serendah apa membungkukkan badan. Selama “tempat yang sesuai” tetap dijaga, bangsa Jepang tidak melakukan protes.

Hubungan atas-bawah dalam masyarakat Jepang dapat digambarkan melalui konsepsi berikut:


(50)

1. Hubungan Oyabun-Kobun (bapak dan anak)

Prinsip hubungan Bapak dan Anak, manajer dan bawahan, bos dan anak buah, penguasa dan rakyat, ini mengandung filosofi pangayom dan orang yang diayomi, pelindung dan yang dilindungi. Konsepsi Oyabun-Kobun ini diterapkan dalam kerjasama perusahaan yang saling menguntungkan. Sebuah perusahaan besar akan memelihara perusahaan kecil, demikian juag perusahaan kecil akan menyediakan kebutuhan perusahaan besar.

2. Hubungan Senpai-Kohai (senior dan yunior).

Hubungan senioritas bagi orang Jepang adalah sesuatu yang harus dipertahankan demi menjaga dan memelihara kepatuhan, penghormatan, dan disiplin kerja. Senioritas tidak dimaknai sebagai arogansi terhadap yunior, melainkan sebagai pembelajaran yang harus dipatuhi secara moral. Sistem hubungan ini tidak membatasi usia melainkan siapa yang lebih dulu memahami nilai pekerjaan itu, maka akan dihormati sebagai senior.

3. Orientasi tanggung jawab kelompok.

Jenis interaksi ini mungkin lebih tepat bersifat integritas horizontal, artinya kekuasaan dan tanggung jawab tidak berada pada satu orang saja. Tanggung jawab dijunjung sebagai jabatan funsional atau status sosial dalam masyarakat. Dalam perusahaan, hubungan ini melahirkan etos kerja bahwa adanya hasrat untuk melakukan semua pekerjaan sesuai dengan keahlian, kemampuan masing-masing secara proporsional.

Kode etik yang mengatur hubungan atas-bawah ini telah diatur sejak masa Keshogunan Tokugawa pada zaman Edo. Kesadaran di lapisan atas dan bawah dari masyarakat ini bertujuan untuk bertumpunya loyalitas seluruh masyarakat


(51)

kepada pemerintah pusat. Pada Jaman ini golongan sosial bangsa Jepang dibagi dalam empat golongan yang dikenal sebagai shinoukoshou, yaitu;

1. Shi berasal dari kata bushi (golongan militer). 2. Nou berasal dari kata noumin (golongan petani). 3. Kou berasal dari kata kouin (golongan pegawai). 4. Shou berasal dari kata shounin (pedagang).

Untuk kebutuhan sarana integrasi atau sarana legalisasi kekuasaan tersebut pemerintah Tokugawa mengadopsi pemikiran baru yang didasarkan pada Konfusionis. Para kangakusha (pemikir di pemerintahan) menyebutnya Dogaku (pelajaran moral) atau Rigaku (pelajaran budi pekerti) atau disebut juga dengan Seirigaku (pelajaran kehidupan). Dogaku (ilmu tentang moral), pada zaman Edo berpusat pada pelajaran akan kesadaran perbedaan status tuan dan pengikut, ayah dan anak, suami dan istri dan hubungan atas bawah lainnya, sehingga tuan menjadi benar-benar tuan dan pengikut menjadi pengikut yang baik (Okada dalam Situmorang, 1995 : 44).

Watsuji dalam Situmorang (1995 : 44), pemikiran ini disebut dengan gorin. Gorin artinya lima macam etika tentang kesadaran, yaitu pengabdian pengikut terhadap tuan, pengabdian anak terhadap ayah, pengabdian adik laki-laki terhadap kakak laki-laki, pengabdian istri terhadap suami, dan hubungan orang sederajat. Pemikiran kesadaran terhadap gorin tersebut dirumuskan dalam shido.

Shido adalah jalan hidup bushi dalam struktur masyarakat shi, no, ko, sho. Bushi (shi) adalah golongan tertinggi dalam masyarakat. Pada zaman Edo, bushi disebut juga sebagai guru masyarakat, yang merupakan golongan yang menjadi teladan di masyarakat.


(52)

Pendidikan moral Tokugawa telah mengubah orientasi nilai bagi masyarakat Jepang zaman Edo. Orientasi nilai pada masyarakat Jepang zaman Edo, menurut Saito dalam Situmorang (1995 : 70), diwujudkan dalam pandangan koshi kannen (pandangan umum dan privat/ atas dan bawah), ko adalah lebih penting dari shi. Pemikiran ini adalah sesuai dengan pemikiran Soko (Watsuji dalam Situmorang, 1995 : 70), dimana dalam pendidikan shido harus disadari bahwa tuan lebih penting dari anak buah, kakak laki-laki lebih penting dari adik laki-laki, suami lebih penting dari istri, sesuai dengan prinsip gorin.

Selain prinsip gorin, ada pula ajaran yang mengatur hubungan manusia. Ajaran tersebut yaitu wu-lun (5 hubungan manusia); (1) hubungan pimpinan dan bawahan, (2) hubungan suami dan istri, (3) hubungan orangtua dan anak, (4) hubungan kakak dan adik, dan (5) hubungan kawan dan sahabat

Secara garis besar dijelaskan bahwa mereka yang secara sosial lebih tinggi kedudukannya merasa terpanggil atau bahkan berkewajiban untuk melindungi atau mengurus orang-orang yang berkedudukan di bawahnya, baik untuk urusan sosial maupun pribadi. Di lain pihak, orang-orang yang kedudukannya lebih rendah merasa patut membalas kebaikan tersebut dengan menyatakan hormat, kesetiaan. Perasaan demikian disebut on (rasa utang budi). Orang-orang yang tidak mempedulikan on kurang disukai dalam masyarakat karena dianggap kurang bermoral.

Kemudian ada pula istilah giri yang dapat dapat diterjemahkan kira-kira sebagai kewajiban moral dari orang-orang yang merasa menanggung on terhadap orang-orang tertentu. Contoh nyata dari ungkapan rasa on yang diwujudkan dalam


(53)

pemberian yang bersifat giri (kewajiban secara moral) adalah antara lain pemberian hadiah akhir tahun atau tengah tahun dari orangtua murid kepada guru.

2.3.2 Sistem Senioritas di Jepang

Masyarakat Jepang merupakan masyarakat yang bersifat vertikal, artinya berdasarkan hubungan atas-bawah, sekaligus bersifat patriakal. Sistem ini tidaklah terkait dengan kelas-kelas dalam masyarakat, melainkan lebih pada penekanan terhadap kesenioran. Hubungan kesenioran bisa diartikan sebagai hubungan antara atasan-bawahan, antara siswa kelas yang lebih atas dan siswa kelas yang bawah di sekolah, atau bisa juga hubungan antara orangtua-anak. Sistem vertikal dan patriakal ini pada dasarnya masih tetap berakar dalam masyarakat Jepang karena Jepang belum sampai satu setengah abad terlepas dari sistem feudal masa lampaunya.

Dapat dikatakan bahwa dalam kenyataan kehidupan Jepang, kesadaran tentang kesenioran ini sangat berperan dalam masyarakat Jepang, terutama dalam menjaga berlangsungnya tatanan sosial secara baik. Untuk itu, ada aturan-aturan moral yang menjaga kelancaran dan kelanggengan hubungan demikian. Mereka yang secara sosial lebih tinggi kedudukannya merasa terpanggil atau bahkan berkewajiban untuk melindungi atau mengurus orang-orang yang berkedudukan di bawahnya, baik untuk urusan sosial maupun pribadi. Di lain pihak, orang-orang yang kedudukannya lebih rendah merasa patut membalas kebaikan tersebut dengan menyatakan hormat dan kesetiaan. Perasaan demikian disebut on (rasa utang budi). Orang-orang yang tidak mempedulikan on kurang disukai dalam masyarakat karena dianggap kurang bermoral.


(54)

Hubungan senioritas bagi orang Jepang adalah sesuatu yang harus dipertahankan demi menjaga dan memelihara kepatuhan, penghormatan, dan disiplin kerja. Senioritas tidak dimaknai sebagai arogansi terhadap yunior, melainkan sebagai pembelajaran yang harus dipatuhi secara moral.

Senioritas adalah erat kaitannya dengan umur dan status, karena bagi mereka pengalaman adalah segalanya maka umur seringkali mengalahkan status. Jadi jarang sekali junior mampu melebihi senior dalam status jabatan, walaupun secara kemampuan si junior mampu melebihi kemampuan si senior.

Sistem senioritas disebut juga nenkō joretsu. Sistem nenko adalah sistem urutan senioritas di berdasarkan lamanya pengalaman bekerja di suatu perusahaan atau organisasi yang sama. Keuntungan sistem ini adalah memungkinkan para karyawan yang lebih tua untuk mencapai tingkat mereka biasanya membawa lebih banyak pengalaman kepada jajaran eksekutif.

Kerugian sistem ini adalah bahwa tidak memungkinkan digabungkannya karyawan baru yang berbakat dengan karyawan yang berpengalaman, serta orang-orang dengan keahlian khusus tidak dapat dipromosikan ke jajaran eksekutif yang sudah penuh sesak. Sistem ini juga tidak menjamin atau bahkan berupaya untuk menempatkan "orang yang tepat pada pekerjaan yang tepat". Selain itu, sistem ini juga memungkinkan terbukanya peluang penyalahgunaan wewenang. Orang-orang yang memiliki status sosial lebih tinggi merasa memiliki hak istimewa untuk dihormati, sehingga mereka cenderung bersikap sesuka hati dan semena-mena terhadap bawahan maupun juniornya.


(55)

Sistem Nenkō juga terdapat di pemerintah Jepang. Kursi umumnya dipenuhi dengan anggota-anggota yang berusia tua dari berbagai partai. Setelah modal ventura (dot-com) di tahun 90-an, Sistem Nenkō telah menjadi kurang populer di kalangan bisnis karena banyak perusahaan tidak mampu mempertahankan karyawan yang lebih tua dengan gaji tinggi. Banyak eksekutif level menengah yang menaiki tangga perusahaan melalui Sistem Nenkō, menjadi korban dari


(56)

BAB III

ANALISIS KONFLIK SOSIAL PARA TOKOH DALAM KOMIK TEAM MEDICAL DRAGON

3.1Ringkasan Cerita

Rumah Sakit Universitas Mei Shin merupakan salah satu rumah sakit terbaik di Jepang. Namun tidak dengan birokrasinya. Birokrasi rumah sakit ini tidak lebih dari sekumpulan masyarakat feodal. Di dalam masyarakat feodal yang menganggap sang profesor sebagai titik puncak, kesalahan medis ataupun korupsi disembunyikan dan diabaikan seolah sudah sewajarnya. Yang menjadi korban adalah para pasien.

Kondisi seperti inilah yang kemudian mendorong seorang asisten profesor wanita bernama Dr. Akira Kato untuk melakukan reformasi. Namun ia hanya bisa melakukan hal tersebut apabila sudah mendapat gelar profesor. Untuk mendapatkan gelar profesor, ia harus menyusun thesis mengenai Batista, sebuah operasi jantung yang sangat sulit dan belum pernah dilakukan sebelumnya di Jepang.

Demi keberhasilan thesisnya tersebut, Dr. Akira kemudian meminta bantuan Ryutaro Asada. Ryutaro Asada adalah seorang dokter bedah dada dan jantung yang sangat jenius dan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap keselamatan nyawa pasien. Ia bahkan menjadi satu-satunya orang Jepang yang pernah mengepalai tim medis level dunia di NGO dan diberi nama Team Medical Dragon. Namun kejeniusan dan sifatnya yang terlalu mementingkan pasien itu justru dianggap sebagai penghalang bagi para birokrat rumah sakit yang haus akan


(57)

uang dan kekuasaan. Ia pun difitnah dan dipecat dari pekerjaannya. Akibatnya karir cemerlang Ryutaro pun harus berakhir karena permainan licik para birokrat rumah sakit tersebut yang menyebabkannya tidak bisa mendapatkan pekerjaan di rumah sakit mana pun.

Ajakan Dr. Akira untuk kembali ke dunia medis pada awalnya ditolak oleh Ryutaro karena ia merasa muak harus berurusan kembali dengan para birokrat rumah sakit yang licik dan tamak. Namun keputusannya berubah ketika Miki Satohara, teman baiknya, memintanya untuk kembali menjadi dokter. Ryutaro pun menerima tawaran Dr. Akira untuk bekerja di rumah sakit Universitas Mei Shin dengan perjanjian ia diberi kebebasan untuk memilih anggota timnya sendiri.

Semenjak bekerja di rumah sakit tersebut, Ryutaro merasa kecewa dengan sikap pihak rumah sakit yang hanya mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan para pasien. Uang dan kekuasaan telah merubah sikap mereka, terutama para profesor selaku pimpinan. Bagi Ryutaro yang selalu menomorsatukan kepentingan dan keselamatan pasien, hal itu merupakan sesuatu yang sangat bertentangan dengan hati nuraninya.

Akibatnya, Ryutaro kerap membuat ulah dan bertindak sesuka hati sebagai bentuk protesnya terhadap birokrasi rumah sakit. Ia tidak segan-segan untuk melanggar aturan rumah sakit bahkan perintah atasannya sendiri apabila hal tersebut dianggap dapat membahayakan keselamatan pasien. Selain itu, Ryutaro juga memilih orang-orang yang bermasalah dengan birokrasi dirumah sakit Meishin untuk menjadi anggota tim Batista-nya, yaitu Noboru Iijuin; seorang dokter magang yang piln-plan dan mementingkan diri sendiri, Dr. Keisuke Fujiyoshi; seorang dokter yang idelis, Miki Satohara; perawat yang memiliki


(58)

masa lalu yang kelam, serta Dr. Arase; dokter mata duitan yang juga memiliki masa lalu yang kelam. Ulah Ryutaro tersebut membuat Dr. Akira harus berkali-kali mendapat teguran dari Professor.

Di lain pihak, ulah Ryutaro tersebut juga menjadi batu sandungan bagi Dr. Akira untuk mendapatkan rekomendasi sebagai calon profesor berikutnya. Prof. Takeo yang pada awalnya berjanji untuk merekomendasikan Dr. Akira, ternyata membatalkan niatnya tersebut secara sepihak. Selain karena rasa tidak sukanya terhadap Ryutaro, ia pun ingin menyingkirkan Dr. Akira yang dianggapnya hanya akan menjadi pengahalang baginya untuk meraih semua ambisinya. Prof Takeo tidak akan segan-segan untuk menyingkirkan siapa saja yang dianggapnya akan menghalangi rencananya.

Ryutaro bersama anggota tim Batista lainnya yang mengetahui permainan licik Prof. Takeo, secara diam-diam telah mengatur rencana untuk melakukan reformasi pemilihan profesor. Mereka pun mulai menyusun strategi. Namun, rencana mereka dapat dicium oleh Prof. Takeo. Perang dingin pun tak dapat dihindari. Masing-masing pihak berusaha untuk menjatuhkan.

3.2Analisis Konflik Sosial Para Tokoh Dalam Komik Team Medical Dragon a. Konflik Sosial yang Dialami oleh Tokoh Ryutaro Asada

Cuplikan 1

Ryutaro mengambil alih operasi pasien bedah jantung yang sebelumnya telah dinyatakan tidak tertolong oleh Dr. Kihara, tanpa seijin Dr. Kihara selaku pemimpin bedah. Hal tersebut menimbulkan kemarahan Dr. Kihara terhadap Ryutaro.


(1)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Dalam sebuah karya fiksi, konflik merupakan unsur terpenting dalam pengembangan plot cerita. Kemampuan menciptakan konflik melalui berbagai peristiwa akan sangat menentukan kadar kemenarikan, kadar suspense dari cerita yang dihasilkan. Sedangkan dalam ilmu sosial, konflik merupakan suatu gejala yang tidak dapat dipisahkan dalam masyarakat. Konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia.

2. Konflik menyaran pada pengertian sesuatu yang bersifat tidak menyenangkan yang terjadi dan atau dialami oleh tokoh (-tokoh) cerita. Sedangkan konflik sosial adalah konflik yang disebabkan oleh adanya kontak sosial atau masalah-masalah yang muncul akibat adanya hubungan antar manusia.

3. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya konflik, antara lain: adanya dua pihak yang saling menghambat satu sama lain, kesamaan sasaran yang ingin dicapai namun hanya satu pihak yang bisa mendapatkannya, serta adanya pelanggaran terhadap nilai-nilai yang telah disepakati bersama, seperti pelanggaran terhadap sistem norma dan etika moralitas yang berlaku.


(2)

4. Hubungan interaksi sosial masyarakat Jepang bersifat vertikal, artinya berdasarkan hubungan atas-bawah, terutama penekanan terhadap kesenioran. Secara garis besar dijelaskan bahwa mereka yang secara sosial lebih tinggi kedudukannya berkewajiban untuk melindungi atau mengayomi orang-orang yang berkedudukan di bawahnya. Di lain pihak, orang-orang yang kedudukannya lebih rendah merasa patut membalas kebaikan tersebut dengan menyatakan hormat dan kesetiaan.

5. Pada masyarakat Jepang, dikenal adanya pemikiran gorin yaitu 5 etika kesadaran yang terdiri dari pengabdian pengikut terhadap tuan, pengabdian anak terhadap ayah, pengabdian adik laki-laki terhadap kakak laki-laki, pengabdian istri terhadap suami, dan hubungan orang sederajat. selain itu, terdapat pula ajaran wu-lun yang isinya hampir sama dengan pemikiran gorin. 6. Berdasarkan uraian analisis pada cuplikan, terjadinya konflik sosial dalam

cerita Team Medical Dragon disebabkan karena adanya benturan antara sistem senioritas yang berbelit-belit dengan pekerjaan medis yang memerlukan tindakan yang cepat dan tepat demi keselamatan nyawa pasien. Selain itu, konflik makin diperparah karena prilaku atasan yang egois, licik, dan tidak pernah memikirkan kepentingan pasien. Kondisi tersebut memicu terjadinya penentangan dari bawahan yang merasa kecewa terhadap sistem dan prilaku buruk atasannya. Akibatnya terjadi kekacauan dalam interaksi sosial para tokoh yang berujung pada pelanggaran etika moral di jepang.

7. Beberapa contoh tindakan buruk dari atasan seperti memaksakan penggunaan alat yang membahayakan nyawa pasien, menutupi kesalahan malapraktik, memaksa bawahan menanggung kesalahan yang dibuat atasan, hingga


(3)

menjatuhkan nama baik bawahan dengan cara memfitnahnya seperti yang terjadi pada kasus Akira. Tindakan tersebut sangat bertentangan dengan etika kedokteran dan etika moral yang berlaku.

8. Tindakan atasan yang tidak mempedulikan baik nyawa pasien maupun nasib bawahan, mengakibatkan terjadinya penentangan dari beberapa pihak terutama para bawahan yang sangat mempedulikan keselamatan pasien. Penentangan tersebut antara lain tidak mempedulikan perintah atasan, melakukan operasi pasien tanpa izin, menyuruh perawat melakukan operasi yang berarti melanggar aturan medis, menentang keputusan atasan, menghina atasan, berkata kasar dan memanggil nama atasan dengan sebutan yang tidak sopan, hingga perebutan kekuasaan melalui gerakan reformasi.

9. Selain konflik antara atasan-bawahan, terdapat pula konflik antara sesama rekan kerja yang membela dan yang menentang atasan seperti pengejekan, penghinaan, hingga pengucilan dari lingkungan kerja, yang kesemuanya bertentangan juga dengan etika moral seperti yang terdapat dalam prinsip

gorin dan ajaran wu-lun.

4.2 Saran

Setelah membaca dan memahami isi dari skripsi di atas diharapkan kepada para pembaca agar dapat mengambil pelajaran bahwa walaupun seorang atasan memiliki hak istimewa untuk dihormati dan dipatuhi keputusannya, bukan berarti ia dapat berlaku semena-mena terhadap bawahannya. Ia juga berkewajiban untuk melindungi dan mengayomi bawahannya tersebut. Apabila hal tersebut dilanggar,


(4)

maka akan terjadi penentangan dan pemberontakan dari bawahan yang merasa sakit hati dan kecewa.

Penulis menyarankan agar kita sebagai manusia harus senantiasa menyadari peran kita dalam masyarakat entah sebagai atasan, bawahan, suami, istri, orang tua, anak, adik, kakak, dan sebagainya, serta menjalankan peran tersebut dengan sebaik-baiknya sesuai dengan norma-norma yang berlaku di lingkungan sosial masyarakat kita. Dengan tetap berpijak pada norma-norma yang berlaku, kita dapat membatasi diri dari nafsu-nafsu jahat yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Selain itu, dapat tercipta pula keharmonisan dalam hubungan interaksi sosial. Sehingga kemungkinan terjadinya konflik sosial pun dapat dihindari.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 2007. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.

Benedict, Ruth. 1982. Pedang Samurai dan Bunga Seruni: Pola-Pola Kebudayaan Jepang. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan.

Nurgiyantoro. Burhan. 2002. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Situmorang, Hamzon. 1995. Perubahan Kesetiaan Bushi Dari Tuan Kepada

Keshogunan Dalam Feodalisme Zaman Edo (1603-1868) Di Jepang.

Medan: USU PRESS.

Sukmadinata. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosdakarya.

Susan, Novri. 2009. Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Kontemporer. Jakarta: Kencana. Soekanto, Soerjono. 2006. SOSIOLOGI : SUATU PENGANTAR. Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada.

Stanton. Robert. 2007. Teori Fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tarou, Nogizaka dan Nagai Akira. 2009. Team Medical Dragon Vol. 1-10. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar. 2009. Metodologi Penelitian Sosial.

Jakarta: Bumi Aksara.

Wellek. Renne & Austin Warren. 1993. Teori Kesusastraan. Terjemahan Melani Budianto. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.

Zainuddin. 1992. Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta.


(6)