ALTERNATIF TERJEMAHAN SETTING PENELITIAN

B.2. Adanya susunan gramatikal yang kurang tepat dalam kedua Alquran dan Terjemahnya tersebut. B.3. Susunan redaksi kedua Alquran dan Terjemahnya tersebut sama, baik susunan gramatikalnya maupun pemilihan diksinya.

D. ALTERNATIF TERJEMAHAN

Maksud alternatif terjemahan di sini adalah kembali kepada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang penerjemah dan tahapan-tahapan yang harus dilalui serta dicermati oleh seorang penerjemah. Penulis memperhatikan jumlah tim Penyempurnaan Terjemahan Alquran dan Lajnah Pentashih Mushaf Alquran dapat diproyeksikan bahwa kesalahan bahasa sasaran yang terdapat dalam terjamahan Alquran akan teratasi sedikit demi sedikit, tetapi kalau kita perhatikan hal itu tidak terjadi. Jadi, Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada tim Penyempurnaan Terjemahan Alquran dan Lajnah Pentashih Mushaf Alquran dan PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri yang berusaha memperkaya Alquran terjemah. Hal ini sangat membantu bagi orang yang tidak mengerti bahasa Arab. Namun, di sana-sini masih banyak Penulis temukan penempatan-penempatan kata yang tidak sesuai dengan struktur bahasa penerima. Oleh karena itu, Penulis hanya berusaha memperbaiki bahasa sasaran saja dari segi gramatikal. Dalam memenuhi tahapan-tahapan terjemahan, seorang penerjemah memiliki dua alternatif. Pertama, ia harus memenuhi syarat-syarat yang dibutuhkan oleh seorang penerjemah. Kedua, ia harus bekerja sama dengan para ahli bahasa, terutama dalam hal pilihan padanan kata diksi dan pilihan bentuk kalimat yang cocok di dalam bahasa sasaran.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan analisis yang Penulis lakukan dalam mengkritik hasil terjemahan kedua versi Alquran dan Terjemahnya, baik Departemen Agama maupun PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, Penulis menyimpulkan beberapa hal tentang tatabahasa bahasa Indonesia khususnya kata penghubung dan, maka, jika, dan sesungguhnya serta sungguh. A.1. Kekurangan Alquran dan Terjemahnya Versi Depag dan PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri A.1.1. Kalimat terjemahan yang bertentangan dengan Tata Baku Bahasa Indonesia khususnya mengenai penyalahgunaan kata penghubung dan yang diletakan di awal kalimat ditemukan sebanyak 34 kali. A.1.2. Banyak penggunaan tanda baca yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa sasaran sehingga makna ayat Alquran tidak jelas. Oleh karena itu, seorang penerjemah khususnya penerjemah kitab suci harus perlu memperhatikan betul masalah-masalah yang dihadapi, terutama yang berhubungan dengan tata bahasa sumber dan tata bahasa sasaran sehingga makna yang dimaksud pengarang atau penulis dapat disampaikan dengan benar dan tepat kepada bahasa penerima sebagai bahasa tujuan. Selain itu, penerjemah harus menguasai perbedaan budaya antara kedua bahasa tersebut. A.1.3. Masih ditemukan bentuk kalimat terjemahan yang berlebihan. Hal ini terjadi karena terjemahan ayat-ayat Alquran masih menggunakan metode terjemahan kata demi kata, padahal metode terjemahan tersebut tidak selalu tepat dan lazim dalam bahasa sasaran. Jadi, dalam menerjemahkan sebuah teks ke bahasa sasaran, penerjemah sebaiknya menggunakan kalimat bahasa sasaran bukan bahasa sumber. Oleh karena itu, para ahli terjemah mengatakan bahwa seorang penerjemah harus dapat berubah-ubah pikiran dalam waktu singkat dari satu budaya ke budaya lain. Artinya, waktu membaca kalimat dalam bahasa asing, penerjemah berada dalam lingkungan budaya asing. Namun, beberapa detik kemudian penerjemah harus berubah mengikuti budaya bahasa sasaran, karena hasil terjemahannya akan dibaca oleh pemilik bahasa sasaran. A.1.4. Banyak terjemahan harf taukid seperti ﻥﺇ , ﺎﳕﺇ , ﺪﻘﻟ , ﺪﻗ yang tidak sesuai dengan konteks dan kaidah bahasa Indonesia yang disempurnakan. Oleh karena itu, jika terjemahan ﻥﺇ , ﺎـﳕﺇ , ﺪـﻘﻟ , ﺪـﻗ tidak mempengaruhi makna untuk tidak diterjemahkan maka sebaiknya dibuang. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh pakar-pakar bahasa seperti Peter Neumark dan J.C. Catford bahwa dalam menerjemahkan teks dari satu bahasa ke bahasa lain, metode semantis dan komunikatiflah yang tepat digunakan bukan metode kata demi kata. A.1.5. Masih Penulis temukan penggunaan diksi yang spesifik dalam terjemahan. Akibatnya pembaca mempunyai pemahaman individual yang berbeda dengan pemahaman tentang kata atau rangkaian kata yang digunakan. Oleh karena itu, ada tiga penyebab utama terjadinya penggunaan diksi yang spesifik. Pertama, penerjemahan kata demi kata. Kedua, adanya anggapan bahwa kata-kata ini sudah melembaga sehingga dianggap benar. Ketiga, penerjemah kurang memperhatikan bahwa kata yang digunakannya tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku.