PENULISAN KATA KERANGKA TEORI

lisânil ‘arab yang diterjemahkan dengan dan pada tuturan orang Arab dikemukakan…, padahal lisânil ‘arab merupakan judl kamus sehingga tidak perlu diterjemahkan, tetapi dialihkan. Kelangkaan tanda baca dan tidak adanya perbedaan huruf membuat penerjemahan bahasa Arab lebih sulit daripada penerjemahan bahasa lain yang ditulis dengan huruf latin. Dari uraian di atas dapat Penulis simpulkan bahwa masalah penerjemahan Arab-Indonesia yang lazim dijumpai adalah berkenaan dengan adanya gejala interferensi pada terjemahan, kenisbian dan keterbatasan teori penerjemahan, kesulitan dalam mencari padanan makna bagi kosa kata agama dan kebudayaan, keragaman pedoman transliterasi Arab-Indonesia, dan perbedaan grafologis antara bahasa Arab dan bahasa Indonesia. Akan tetapi, masalah tersebut dapat dipecahkan dengan menggali teori, menguasai bahasa Indonesia, berdiskusi dengan pakar terjemah, dan berlatih menerjemahkan nas dengan berbagai topik dan jenis secara sungguh-sungguh.

F. PENULISAN KATA

Kita mengenal bentuk kata dasar, kata turunan atau kata berimbuhan, kata ulang, dan gabungan kata. Kata dasar ditulis sebagai satu satuan yang berdiri sendiri, sedangkan pada kata turunan, imbuhan awalan, sisipan, atau akhiran dituliskan serangkai dengan kata dasarnya. Kalau gabungan kata, hanya mendapat awalan atau akhiran, awalan atau akhiran itu dituliskan serangkai dengan kata yang bersangkutan saja. 18 Contohnya, 18 E. Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai, Cermat Bebahasa Indonesia Jakarta: CV Akademika Pressindo, 2006, h. 209 BENTUK TIDAK BAKU BENTUK BAKU di didik didik ke sampingkan kesampingkan bertandatangan bertanda tangan Kalau gabungan kata sekaligus mendapat awalan dan akhiran, bentuk kata turunannya harus dituliskan serangkai. Contohnya, BENTUK TIDAK BAKU BENTUK BAKU menghancur leburkan menghancurleburkan dianak-tirikan dianaktirikan kesimpang siuran kesimpangsiuran Kata ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung. Oleh karena itu, kata ulang tidak hanya berupa pengulangan kata dasar dan sebagian lagi kata turunan, mungkin pula pengulangan kata itu sekaligus mendapat awalan dan akhiran. Kemungkinan yang lain, salah satu bagiannya adalah bentuk yang dianggap berasal dari kata dasar yang sama dengan ubahan bunyi. Mungkin pula, bagian itu sudah agak jauh berbeda dari bentuk dasar. Namun, apabila ditinjau dari maknanya, keseluruhan itu menyatakan perulangan. 19 19 Ibid., Contoh, BENTUK TIDAK BAKU BENTUK BAKU jalan2 jalan-jalan di-besar2-kan dibesar-besarkan berkejar kejaran berkejar-kejaran Gabungan kata termasuk yang lazim disebut kata majemuk bagian- bagiannya dituliskan terpisah. Contohnya, BENTUK TIDAK BAKU BENTUK BAKU tatabahasa tata bahasa kerjasama kerja sama rumahsakit umum rumah sakit umum keretaapicepat kereta api cepat orangtua orang tua Gabungan kata yang sudah dianggap sebagai satu kata dituliskan serangkai. Contohnya, BENTUK TIDAK BAKU BENTUK BAKU mana kala manakala barang kali barangkali halal bihalal halalbihalal duka cita dukacita sapu tanagn saputangan Namun, kalau salah satu unsurnya tidak dapat berdiri sendiri sebagai satu kata yang mengandung arti penuh, hanya muncul dalam kombinasi, unsur itu harus dituliskan serangkai dengan unsur lainnya. Contohnya, BENTUK TIDAK BAKU BENTUK BAKU a moral amoral ekstra kurikuler ekstrakurikuler antar warga antar warga non migas nonmigas semi final semifinal Catatan: 20  Bila bentuk tersebut diikuti oleh kata yang huruf awalnya huruf besar, di antara kedua unsur itu dituliskan tanda hubung -. Misalnya, non-RRC pan-Islamisme  Unsur maha dan peri dalam gabungan kata ditulis serangkai dengan unsur berikutnya, yang berupa kata dasar. Akan tetapi, jika diikuti kata berimbuhan, kata maha dan peri itu ditulis terpisah. Sementara itu, ada ketentuan khusus, yaitu kata maha yang diikuti oleh esa ditulis terpisah walaupun diikuti kata dasar. Misalnya, 20 Ibid., • Semoga Yang Mahakuasa merahmati kita semua. • Jika Tuhan Yang Maha Esa mengizinkan, saya akan ujian sarjana bulan depan. • Segala tindakan kita harus berdasarkan perikemanusiaan dan peri keadilan. Kata ganti ku dan kau - yang ada hubungannya denagn aku dan engkau – ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; kata ganti ku, mu, dan nya - yang ada hubungannya dengan aku, kamu, dan dia – ditulis serangkai dengan yang mendahulinya. Misalnya, • Pikiranmu dan kata-katamu berguna unutk memajukan negeri ini. • Apa yang kulakukan boleh kaukritik. Kata depan, di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali jika berupa gabungan kata yang sudah diangkap padu benar, seperti kepada dan daripada. Misalnya, • Saya pergi ke perpustakaan untuk membaca buku. • Semoga perekonomian kita pada masa yang akan datang lebih cerah daripada keadaan tahun-tahun yang lalu. Partikel pun dipisahkan dari kata yang mendahuluinya karena pun sudah hampir seperti kata lepas. Misalnya, Jika saya pergi, dia pun ingin pergi. Akan tetapi, kelompok kata yang berikut, yang sudah dianggap padu benar, ditulis serangkai. Jumlah kata seperti itu terbatas, hanya ada dua belas kata, yaitu adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun, yang berarti walaupun, sungguhpun, dan walaupun. Partikel per yang berarti mulai, demi, dan tiap ditulis terpisah dari bagian-bagian kalimat yang mendampinginya. Misalnya, • Harga kain itu Rp 10.000,- per meter. • Semua orang yang diduga mengetahui peristiwa itu dipanggil satu per satu. G. DIKSI DALAM BAHASA INDONESIA Kata menjungjung dalam butir ketiga Sumpah Pemuda yang telah Penulis paparkan dalam sejarah bahasa Indonesia merupakan pengakuan yang tidak main- main. Berbeda dengan butir kedua Sumpah Pemuda yang memakai kata mengakui, pemakaian kata menjungjung memiliki makna menghargai bahasa Indonesia setinggi-tinggi. Tentunya, sikap penghargaan itu tidak lahir secara tiba- tiba dan tanpa alasan. Pada saat itu, tentunya, semua pihak mengakui dan memadang betapa penting arti dan sumbangan bahasa Indonesia dalam menggalang kesatuan nasional. Oleh karena itu, dari peristiwa dan penelitian Penulis, peranan bahasa Indonesia terhadap terciptanya kesatuan dan persatuan Indonesia ketika itu tidak dapat dipungkiri. Hingga saat ini pun, bahasa Indonesia dipandang sebagai elemen penting dalam menjaga dan memelihara kesatuan dan persatuan Indonesia. Jadi, pemakain dan penempatan bahasa Indonesia yang benar dan baik akan membawa dampak yang baik bagi nusa dan bangsa. Oleh karena itu, Penulis akan menguraikan beberapa kata yang baik dan benar dalam bahasa Indonesia, antara lain, G.1. Pemakain bahkan, jadi, dan selanjutnya Kata bahkan tergolong dalam kelompok konjungtor atau kata hubung. selain itu, kata bahkan tergolong kata hubung antarkalimat, bukan kata hubung intrakalimat. Oleh sebab itu, sebagai kata hubung antarkalimat, kata bahkan berposisi di awal kalimat kedua. Sementara itu, kata bahkan menyatakan penguatan atas keadaan yang telah dinyatakan sebelumnya pada kalimat sebelumnya. Begitu juga, kata jadi dan selanjutnya berposisi sebagai kata hubung antarkalimat. Oleh karena itu, kata jadi dan selanjutnya, berposisi pada awal kalimat yang memiliki kaitan dengan informasi dalam kalimat berikutnya. Kata jadi menyatakan kesimpulan dari informasi yang dinyatakan pada kalimat sebelumnya. Sementara itu, kata selanjutnya menyatakan langkah-langkah lanjutan dari keadaan atau situasi yang dinyatakan dalam kalimat-kalimat sebelumnya. Namun, yang tidak boleh dilupakan adalah status kedua kata itu—yakni kata jadi dan selanjutnya—selaku kata hubung antarkalimat 21 . Jadi, ketiga kata tersebut merupakan kata hubung antarkalimat, kata bahkan, jadi, dan selanjutnya haruslah diikuti dengan tanda koma. Selama Penulis meneliti dan memperhatikan kesalahan besar yang dilakukan oleh pamakai bahasa Indonesia adalah kekurangcermatan dalam menggunakan tanda baca koma dalam kaitan pemakaian kata hubung antarkalimat tersebut. Misalnya, • Ia bersikukuh tidak melakukan pelanggaran. Bahkan, dia bersedia disumpah pocong. 21 Suroso, dkk., Pernik-pernik Bahasa Indonesia, Yogyakarta: Pustaka, 2006, h. 42 • Bahkan, hal itu telah disetujui oleh pimpinan sehingga tinggal dilaksanakan saja. • Jadi, kami masih percaya soal anggaran karena pasti akan diusahakan • Selanjutnya, sekitar pertengahan Desember 2007, Erwan pulang ke Indonesia. G.2. Pemakain kata bahwa Dalam berbahasa lisan maupun tulis, kita sering memakai kata bahwa. Tidak terkecuali, kita sering mendengarkan ucapan dan melihat tulisan dari orang lain yang memanfaatkan kata bahwa. Akan tetapi, pemakaian kata bahwa tersebut sering kurang tepat sesuai dengan makna kata bahwa yang semestinya. Maksudnya, kata bahwa yang seharusnya digunakan dalam kaitan kalimat yang menyatakan penegasan atau penjelasan itu belum dimanfaatkan semestinya. Oleh Karena itu, dari pengamatan yang dilakukan, Penulis menyimpulkan adanya simpang siur dan tumpang tindih antara pemakaian kata bahwa dengan agar atau supaya. Padahal, kedua kata tersebut memiliki muatan makna yang berbeda. Kata bahwa digunakan dalam konstruksi kalimat yang menyatakan penegasan atau penjelasan. Sementara itu, kata agar atau supaya seharusnya dipakai dalam konstruksi kalimat yang menyatakan harapan atau tujuan, bukan penegasan. Penulis akan menyebutkan beberapa contoh, baik yang benar maupun yang salah sebagai berikut: • Dia meminta bahwa warga kampungnya tidak suka sengketa. kurang tepat • Ketua PKK meminta agar seluruh warga waspada terhadap demam berdarah. tepat Kalimat 1 tidak mewakili makna penegasan atau penjelasan. Jadi, antara klausa induk yang berbunyi Dia meminta tidak mengharapkan adanya ketegasan dari klausa anak yang berbunyi warga kampungnya tidak suka sengketa. Oleh sebab itu, kata bahwa dalam kalimat 1 kurang tepat. Sebenarnya, kalimat 1 mewakili adanya hubungan harapan. Atau, setidaknya, klausa anak itu sebagai keterangan dari semua komunitas yang bernama warga kampungnya dari si subjek. Dengan demikian, konjungtor yang tapt digunakan adalah kata agar atau supaya, bukan konjungtor bahwa 22 . Kalimat 2 merupakan kalimat baik. Pemakaian konjungtor agar dalam kalimat tersebut benar. Konjungtor agar digunakan secara benar untuk menyatakan hubungan harapan antara klausa induk dengan klausa anak. Oleh karena itu, contoh kalimat tersebut dapat diterima karena klausa induk yang berupa Ketua PKK meminta diikuti dengan harapan yang menyatakan seluruh warga untuk waspada terhadap demam berdarah. Jadi, dari korelasi makna antar klausa induk dengan klausa anak tersebut memuncukan spesifikasi pemakaian kata kerja yang menyatakan tindakan dari subjek dalam klausa induk. Secara mudah dapat dipahami bahwa kata menganjurkan, mengharapkan, dan menghimbau, dapat digabungkan dengan pemakaian konjungtor agar atau supaya. Oleh karena itu, kita dapat menyusun kalimat yang menyatakan makna A menghimbau agar B, dan seterusnya. Sementara itu, konjungtor bahwa yang memiliki makna dalam korelasi penegasan lebih dekat dengan pemakaian kata kerja meminta, mengatakan, menyatakan, 22 Suroso, dkk, Ibid., h. 44 mengutarakan, memutuskan, dan sejenis. Kata kerja itu menuntut hadirnya situasi gambaran keadaan yang bersifat tegas. Misalnya, • Saya menganjurkan agar kamu tidak menempuh jalan cerai. • Wartawan itu melaporkan bahwa kecelakaan itu disebabkan oleh kelalaian pengemudi. G.3. Pemakain kata dan, serta dan atau Bentuk dan termasuk kelompok kata hubung atau konjungtor yang dipakai untuk menyatakan hubungan yang bersifat kesetaraan. Oleh karena itu, bentuk dan disebut sebagai konjungtor koordinatif. Selain itu, konjungtor dan digunakan untuk menyatakan hubungan penambahan atau penjumlahan. Sementara itu, bentuk atau tergolong juga kelompok kata konjungtor yang menyatakan hubungan kepemilihan. Akan tetapi, di samping menyatakan hubungan pemilihan, konjungtor atau digunakan untuk menyatakan hubungan penambahan. Kadang-kadang kedua konjungtor tersebut—yakni bentuk dan serta atau—digunakan secara bersama-sama sehingga ditulis dan atau. Pada dasarnya, kedua bentuk itu dapat digunakan untuk mengungkapkan dua hubungan sekaligus 23 . Hal itu, karena ada korelasi makna antara hubungan yang dinyatakan oleh bentuk dan dengan atau, yakni hubungan penambahan. Jadi, bentuk konjungtor dan itu dapat digunakan untuk menyatakan hubungan penambahan. Sementara itu, konjungtor atau juga ada yang menyatakan hubungan penambahan. Dengan demikian, keduanya memiliki persamaan dalam mengungkapkan hubungan makna penambahan. Contohnya, 23 Suroso, dkk, Op cit., h. 48 • Ayah dan anak gadisnya itu nekat meninggalkan kampung halamannya karena rumahnya tergenang air. • Erwan atau Tatam yang akan kamu izinkan menggantikan kedudukan ketua itu? • Para Gubernur dan atau Bupati se-Indonesia mengikuti rapat koordinasi di Depdagri. Kalimat 1 mengandung makna adanya ayah dan anak gadisnya pergi meninggalkan kampungnya karena rumahnya terendam air. Kalimat 2 mengandung pertanyaan yang meminta jawaban siapa yang akan mengganti kedudukan ketua. Jadi, jawaban dari pertanyaan itu hanya ada dua, Erwan atau Tatam. Hal ini, karena untuk menyatakan pemilihan, tidak mungkin konjungtor atau menuntut jawaban yang menggantikan ketua itu Erwan dan Tatam. Sementara itu, kalimat 3 menyatakan bahwa yang mengikuti rapat koordinasi itu gubernur dan bupati se-Indonesia. jadi, tidak bermakna yang hadir dalam rapat koordinasi itu hanya gubernur atau bupati saja, melainkan gubernur dan bupati seluruh Indonesia. Jadi, Penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa setelah memahami makna bentuk-bentuk konjungtor—atau kata hubung—dalam bahasa Indonesia, kita dapat lebih cermat lagi dalam berbahasa, baik secara lisan maupun tertulis. Oleh karena itu, berdasarkan muatan makna bentu dan serta atau di atas, kita dapat menulis dan mengucapkan dan atau seperti pada contoh-contoh di atas. G.4. Pemakain dari atau daripada Kata dari dan daripada memiliki fungsi yang berbeda. Karena fungsinya berbeda, pemakaian keduanya pun berbeda. Bahkan, kedua kata itu tidak dapat saling dipertukarkan satu dengan yang lainnya 24 . Oleh karena itu, Penulis akan menjelaskan terlebih dahulu muatan makna kata dari dan daripada tersebut. Hal ini penting agar seseorang dapat memfungsikan kedua kata itu secara cermat dalam kalimat yang disusun atau diucapkannya. Pertama, kata dari memiliki makna untuk menyatakan milik atau arah. Oleh karena itu, kata dari tidak berfungsi sebagai kata hubung yang menyatakan perbandingan atau perlawanan. Karena fungsinya unutk menyatakan milik dan arah, kata dari haruslah diposisikan dalam kerangka mengungkapkan makna milik atau arah. Kedua, berbeda dengan kata dari, kata daripada memiliki posisi dan fungsi yang berbeda dengan kata dari. Oleh sebab itu, kata daripada memiliki makna dalam kaitannya dengan hubungan perbandingan. Dengan demikian, kata daripada tidak tepat digunakan dalam kalimat yang menyatakan hubungan arah. Marilah kita mencermati contoh-contoh di bawah ini. • Jarak daripada Jakarta-Garut dapat ditempuh dalam waktu 4 jam dengan kecepatan 100jam. kurang tepat • Masalah daripada penduduk di Indonesia ini harus dipandang sebagai masalah bangsa. kurang tepat Apabila dicermati, kalimat 1 semestinya ditulis Jarak dari Jakarta-Garut dapat ditempuh dalam waktu 4 jam dengan kecepatan 100jam. Sedangkan, kalimat 2 dimaksudkan untuk menyatakan bahwa masalah penduduk itu menjadi masalah bangsa. Oleh sebab itu, seharusnya tidak digunakan memakai kata daripada. Bahkan, seharusnya ditulis tanpa memakai kata dari. 24 Suroso, dkk, Op cit., h. 51 Untuk lebih menimbulkan kesan mendalam dalam pemahaman kata dari dan daripada, Penulis akan cantumkan beberapa kalimat yang menggunakan kata dari yang menyatakan hubungan milik atau arah dan pemakaian kata daripada untuk menyatakan hubungan perbandingan. Karena menyatakan perbandingan, kata daripada digunakan pada kalimat yang memuat dua informasi yang diperbandingkan. Misalnya, • Sebaiknya kenakalan remaja dilihat dari banyak aspek. tepat • Tanah yang menjadi sengketa itu diakui milik dari warga kampung sebelah. tepat • Tarif pesawat Balikpapan-Yogyakarta lebih tinggi daripada tarif Balikpapan- Jakarta. tepat G.5. Pemakain kalau dan jika Kata kalau dan jika tergolong kata yang produktif. Akan tetapi, dalam bahasa tulis, kita masih sering—bahkan terlalu sering—menyaksikan pemakaian kata tersebut secara tidak tepat. Dalam Alquran dan Terjemahnya Departemen Agama RI, buku-buku teks, artikel, berita-berita di berbagai media masa, kita masih sering menemukan pemakaian kata kalau dan jika secara tidak tepat. Berdasarkan kenyataan tersebut, Penulis memandang perlu unutk membahas tata cara pemakaian kata kalau dan jika dalam kalimat bahasa Indonesia. Sewaktu bersekolah, kita mengenal kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat. Kalimat majemuk bertingkat ada yang memiliki hubungan informasi yang bersifat koordinatif dan subordinatif. Oleh karena itu, dalam kalimat majemuk bertingkat yang menyatakan hubungan subordinatif terdapat klausa yang merupakan syarat dari klausa yang lain. Klausa subordinatif sebagai syarat bagi klausa utama. Sementara itu, posisi klausa subordinatif dan klausa utama dapat saling dipertukarkan. Akan tetapi, ada kaidah tatatulis yang perlu diperhatikan sehubungan dengan penempatan klausa subordinatif dan klausa utama. Kata jika dan kalau termasuk salah satu indikasi bagi hubungan syarat dalam kalimat majemuk bertingkat. Oleh karena itu, Penulis akan memberikan contoh yang mengandung hubungan syarat dengan memakai kata kalau dan jika pada kalimat berikut ini 25 . • Saya akan mencabut gugatan jika ada permintaan maaf dari Nurikhwan. • Jika tidak ada kesepakatan, masalah itu akan dibawa ke jalur hukum. • Kalau tidak repot, saya minta laporan itu selesai hari ini juga. Salah satu yang tidak boleh dilupakan adalah penalaran bahwa kata kalau dan jika dalam kalimat majemuk bertingkat menyatakan hubungan syarat. Selain itu, dalam kalimat majemuk bertingkat harus hadir dua klausa, yakni klausa subordinatif yang berisi syarat dan klausa utama yang berisi aksi atas dipenuhi dan tidaknya syarat sesuai yang tersebut dalam kasus subordinatif. Sekali lagi, kita harus memahami perlunya kehadiran dua klausa yang menyatakan syarat dan aksi dalam satu kalimat majemuk. Artinya, tidak dapat diterima kata kalau dan jika sebagai indikasi hubungan syarat dipakai dalam kalimat yang mengandung satu klausa saja, baik hanya klausa subordinatif maupun klausa utama. Satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah penempatan subjek dahulu disebut pokok kalimat. Kaidah bahasa Indonesia menghendaki subjek ditempatkan pada klausa utama subjek pada klausa utama tidak diposisikan pada 25 Suroso, dkk, Op cit., h. 67 klausa subordinatif klausa subordinatif dapat juga disebut klausa bawahan. 26 Sebaiknya, kita tidak menempatkan subjek yang sama dengan subjek pada klausa utama dalam klausa bawahan. Di samping itu, kita jangan melupakan kaidah tatatulis dalam kalimat majemuk bertingkat yang menggunkan kata yang menyatakan hubungan syarat memakai kata kalau dan jika. Oleh karena itu, pertama,penempatan klausa bawahan di depan sebelum klausa utama dianjurkan untuk membubuhkan tanda baca koma setelah klausa subordinatif. Tanda koma itu sebagai pemisah antar klausa bawahan dengan klausa utama. Kedua, kita tidak dianjurkan membubuhkan tanda koma jika memilih menempatkan klausa bawahan setelah klausa utama. Baningkan beberapa contoh di bawah ini dengan contoh sebelumnya. • Jika ada permintaan maaf dari Nurikhwan, saya akan mencabut gugatan. • Masalah itu akan dibawa ke jalur hukum jika tidak ada kesepakatan. • Saya minta laporan itu selesai hari ini juga kalau tidak repot. G.6. Pemakain karena, walau, dan walupun Kata karena termasuk salah satu konjungsi subordinatif yang menyatakan hubungan sebab. Maksudnya, dalam kalimat majemuk bertingkat, klausa atau bagian kalimat yang memuat kata karena tersebut sebagai situasi penyebab terjadinya situasi dari klausa utama. Contoh, Karena sakit, Erwan tidak bekerja atau Erwan tidak bekerja karena sakit. Keadaan sakit itulah sebagai penyebab Erwan tidak bekerja. Oleh sebab itu, kehadiran kata karena sebagai syarat yang menyatakan makna penyebab. 26 Suroso, dkk, Op cit., h. 68 Kata walau walaupun juga berposisi sebagai konjungsi. Akan tetapi, kata walau menyatakan hubungan makna yang berbeda dengan kata karena. Dalam Tata Baku Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, konjungtor walau atau walaupun menyatakan hubungan konsesif. 27 Konjungtor walau justru mewakili hubungan makna yang berkebalikan dengan konjungtor karena. Pada umumnya, situasi yang terdapat dalam klausa subordinatif merupakan kebalikan dari situasi dalam klausa utama. Hubungan yang berlawanan itu didasarkan pada penalaran atau situasi yang umum. Contoh, Walaupun kaya raya, Erwan bergaya hidup sederhana dan suka bergaul dengan orang miskin. Dalam situasi yang umum, masyarakat beranggapan bahwa orang yang kaya raya itu pastilah bergaya hidup mewah dan tidak mau bergaul dengan orang miskin. Karena kehadiran kata walau walaupun, situasi dalam klausa utama harus bersifat berkebalikan dengan situasi normal yang diyakini oleh masyarakat umum. Contoh pemakaian konjungsi karena dan walaupun yang kurang tapat. • Karena selama ini, SBY dinilai sebagai sosok yang kurang tegas dalam pengambilan keputusan. • Walaupun tanpa ada laporan keberatan dari partai kami lakukan penelusuran. Kaidah bahasa Indonesia menyatakan bahwa klausa subordinatif yang berada sebelum klausa utama harus diikuti dengan tanda koma. Oleh karena itu, keberadaan tanda koma sebagai pemisah dari kedua klausa tersebut. Sebaliknya, jika klausa subordinatif ditempatkan sesudah klausa utama, tanda koma tidak dibutuhkan lagi. Jadi, penulisan kalimat diatas yang tepat adalah sebagai berikut: 27 Maksudnya, konjungsi atau klausa yang menyatakan keadaan atau kondisi yang berlawanan dengan sesuatu yang dinyatakan dalam klausa utama. KBBI edisi ketiga • Karena selama ini SBY dinilai sebagai sosok yang kurang tegas dalam pengambilan keputusan,…… • Walaupun tidak ada laporan keberatan dari partai, kami akan melakukan penelusuran terhadap masalah tersebut.

BAB III SETTING PENELITIAN

A. ALQURAN DAN TERJEMAHNYA DEPARTEMEN AGAMA RI

Pertama kali beredar Alquran dan Terjemahnya yang diterbitkan oleh Lembaga Penyelenggara Penterjemah Kitab Suci Alquran Departemen Agama pada tanggal 17 Agustus 1965, yang dicetak secara bertahap dalam 3 tiga jilid. Masing- masing terdiri dari sepuluh juz. Lalu, dalam cetakan selanjutnya pada tahun 1971 Alquran dan Terjemahnya tersebut digabungkan menjadi satu jilid oleh Yayasan Penyelenggara Penterjemah Pentafsir Departemen Agama yang dipimpin oleh Prof. R.H.A. Soenarjo, SH. dengan anggota terdiri dari: Prof. T.M. Hasbi Ashshiddiqi, Prof. H. Bustami A. Gani, Prof. H. Muchtar Jahya, Prof. H.M. Toha Jahya Omar, Dr. H.A. Mukti Ali, Drs Kamal Muchtar, H. Gazali Thaib, K.H.A. Musaddad, K.H. Ali Makdum, dan Drs. Busjairi Madjidi. 28 Perbaikan dan penyempurnaan terjemahan Alquran Depag teleh beberapa kalu dilakukan. Pada tahun 1989 telah dilakukan penyempurnaan yang belum menyeluruh, di bawah pimpinan Ketua Lajnah Drs. H.A. Hafizh Dasuki, MA.. Akan tetapi, lebih difokuskan kepada penyempurnaan redaksional yang dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan bahasa Indonesia ketika itu. Sedangkan hal-hal yang substansial tidak banyak disentuh. Lalu, hasil perbaikan tersebut telah dicetak pada tahun berikutnya, termasuk yang dicetak oleh Pemerintah Saudi Arabia pada tahun 1990. Jika kita perhatikan, akhir-akhir ini minat masyarakat untuk memahami kitab suci Alquran semakin meningkat. Oleh karena itu, berbagai saran dan kritik 28 Kata Pengantar Ketua Lajnah Pentashih Mushaf Alquran Depag RI.hlm v