dalam membuat sebuah perjanjian franchise, sehingga perjanjian tersebut menjadi jelas dan tepat dan memiliki nilai kepastian. Sementara itu dalam
franchise YY ketentuan mengenai Kerahasiaan atau Larangan tidak diatur secara tegas, tetapi pengaturannya mengenai Praktek Dagang yang diatur di
dalam Bab III Pasal 1 perjanjian tersebut yang isinya juga merupakan kerahasiaan dan larangan yang harus dilakukan oleh terwaralaba.
6. Berakhirnya Perjanjian
Ketentuan mengenai berakhirnya perjanjian dalam franchise XX diatur di dalam Pasal 20 Perjanjian ini dengan judul pengakhiran perjanjian, dalam
ketentuan tersebut posisi terwaralaba sangat lemah, karena pewaralaba berhak memutuskan perjanjian secara sepihak dan dapat menuntut ganti kerugian
kepada terwaralaba, jadi posisi pewaralaba begitu dominan sehingga mengakibatkan tidak seimbangnya klausula tersebut. Sementara itu di dalam
franchise YY sama sekali tidak diatur mengenai Berakhirnya perjanjian, hal ini merupakan sebuah kelemahan karena klausula mengenai berakhirnya perjanjian
adalah hal yang sangat penting dalam sebuah perjanjian apapun apalagi perjanjian franchise.
7. Biaya Pembelian Franchisee
Ketentuan mengenai
Pembelian franchise dalam perjanjian franchise
XX terdapat di dalam Pasal 5 perjanjian tersebut, yang menyatakan bahwa biaya Pembelian Franchise sebesar Rp. 4.500.000,- empat juta lima ratus ribu
rupiah yang dibayarkan seketika setelah perjanjian dibuat kepada pewaralaba.
Dupa Andhyka S.Kembaren : Kedudukan Hukum Ukm Selaku Franchisee Terwaralaba Dalam Pengaturan Franchise Waralaba Di Indonesia, 2009
Sementara itu Biaya Pembelian franchise YY jumlahnya lebih mahal dari pada franchise XX, biaya Franchise YY sebesar Rp. 20.000.000,- dua puluh juta
rupiah yang pembayarannya dapat dicicil 3 tiga kali sesuai perjanjian dan harus sudah dilunasi pada saat pembukaan outlet franchise YY. Biaya tersebut
jumlahnya cukup besar, seharusnya dibarengi dengan kualitas pembinaan yang dilakukan oleh pewaralaba kepada terwaralaba.
8. Jangka Waktu Perjanjian
Dalam Perjanjian franchise XX diatur ketentuan mengenai jangka waktu perjanjian di dalam Pasal 3 yang berbunyi : “Perjanjian ini berlaku untuk jangka
waktu 5 lima tahun terhitung mulai tanggal 16 enam belas bulan Juni tahun 2009 dua ribu sembilan dan berakhir pada tanggal 16 enam belas bulan Juni tahun 2014
dua ribu empat belas, kecuali berakhir atau diakhiri sebelumnya berdasarkan alasan- alasan yang diatur dalam perjanjian ini.” Dan Pasal 4 tentang Perpanjangan Jangka
Waktu Perjanjian yang berbunyi: “Jangka waktu perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 tiga, dapat diperpanjang oleh MITRA dengan memberitahukan
secara tertulis kepada OWNER selambat-lambatnya 3 tiga bulan sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian.” Sedangkan dalam franchise YY jangka
waktunya selama 3tiga tahun seperti yang terdapat dalam ketentuan Pasal 2 perjanjian tersebut, ada perbedaan jangka waktu antara franchise XX dan franchise
YY. Yaitu memiliki selisih dua tahun, disamping itu franchisee YY tidak mengatur mengenai waktu perpanjangan perjanjian.
Dupa Andhyka S.Kembaren : Kedudukan Hukum Ukm Selaku Franchisee Terwaralaba Dalam Pengaturan Franchise Waralaba Di Indonesia, 2009
C. Kedudukan UKM selaku franchisee berdasarkan analisis perjanjian franchise
Berdasar pada penelitian terhadap perjanjian franchise ada 2 dua hal utama yang cukup menarik untuk disimpulkan mengenai kedudukan franchise
UKM berkaitan dengan manajemen dalam franchise dan royalti. Kedua hal tersebut menarik sebagai suatu kajian atau analisis tersendiri dalam kaitannya
dengan perjanjian franchisee. Hal ini dikarenakan selama ini persoalan- persoalan yang muncul menjadi sengketa atau dispute dalam pelaksanaan
perjanjian franchisee beranjak dari kedua hal tersebut.
107
Di samping itu, ketidakseimbangan dalam hubungan kontraktual dalam franchisee seringkali
muncul dari hal-hal tersebut.
1. Manajemen Dalam Franchisee