dapat dijadikan sebagai landasan untuk melakukan penelitian lebih mendalam.
Secara Praktis Dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak yang ingin mengetahui lebih
lanjut mengen 2.
ai hubungan hukum franchise waralaba dengan kedudukan UKM sebagai penerima waralaba berdasarkan kontrak franchise waralaba.
danya penulisan ini pemerintah dapat dilihat bagaimana k
Sehingga dengan a edudukan UKM selaku terwaralaba franchisee dalam kontrak standar
yang dibuat oleh pewaralaba franchisor dan UKM selaku terwaralaba franchisee.
E. Keaslian Penulisan
Proposal penelitian yang berjudul “Kedudukan Hukum UKM Selaku Franchisee terwaralaba dalam Pengaturan Franchise waralaba di Indonesia”,
ini sengaja penulis angkat menjadi judul penelitian ini merupakan karya ilmiah yang sejauh ini belum pernah ditulis di lingkungan Sekolah Pascasarjana Magister
Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara USU, walaupun ada sebuah Tesis yang membahas mengenai waralaba. Adapun penelitian tersebut antara lain oleh Ferro
Sinambela NIM: 982105010, dengan judul “Peranan Perjanjian Kerja Antara Pengusaha dan Pekerja Pada Perusahaan Waralaba Franchise di Kotamadya
Medan”. Adapun perbedaan Tesis ini dengan tesis waralaba tersebut yaitu dalam tesis ini membahas mengenai pengaturan franchise waralaba yang dikaitkan
Dupa Andhyka S.Kembaren : Kedudukan Hukum Ukm Selaku Franchisee Terwaralaba Dalam Pengaturan Franchise Waralaba Di Indonesia, 2009
dengan perkembangan kesejahteraan UKM melalui tinjauan terhadap kedudukan UKM selaku penerima waralaba franchisee dalam analisis terhadap kontrak
standar waralaba franchise. Penulis menyusun penelitian ini berdasarkan referensi buku-buku, media cetak dan media elektronik, juga melalui bantuan dari
apat disebut asli dan sesuai dengan azas-azas r, rasional dan objektif serta terbuka. Semua ini merupakan
implika
ring dianggap franchi
berbagai pihak. Jadi penelitian ini d keilmuan yang juju
si etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah, sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori Teori kontrak menjelaskan bahwa tiap orang mempunyai kedudukan yang
sama, tetapi pada dasarnya sering terjadi ketidaksetaraan kedudukan antara para pihak. Namun kedudukan UKM selaku franchisee terwaralaba se
sor pewaralaba sebagai pihak pengusaha kecil yang mempunyai kedudukan yang lemah. Dimana hal-hal yang berkaitan dengan perjanjian
franchise waralaba di dalam KUH Perdata diatur dalam buku III mengisyaratkan bahwa kontrak menganut sistem terbuka kepada para pihak yang mengadakan
perjanjian tersebut dan menganut pula asas kebebasan berkontrak.
20
20
P. Lindawaty S. Sewu, Franchise, Pola Bisnis Spektakuler Dalam Perspektif Hukum Dan Ekonomi, Bandung: CV. Utomo, 2004, hal. 30.
Dupa Andhyka S.Kembaren : Kedudukan Hukum Ukm Selaku Franchisee Terwaralaba Dalam Pengaturan Franchise Waralaba Di Indonesia, 2009
Adapun nilai dari teori kebebasan berkontrak ini adalah memberikan pilihan yang bebas kepada tiap orang, tetapi pada kenyataannya ada pihak yang
diperlakukan tidak adil, maka dalam hal ini pihak UKM menjadi pihak yang lemah terhadap pihak pemberi waralaba franchisor sebagai perusahaan besar.
Dimana perjanjian yang telah mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan kekuatan suatu undang-undang. Sebagaimana terdapat dalam ketentuan Pasal
1338 ayat 1 KUH Perdata: “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebaga
hanya mengandung unsur perlindungan dan kepentingan tetapi juga unsur i undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
21
Berdasarkan Pasal 1338 ayat 1 tersebut, para pihak diberikan kebebasan dalam hal menentukan isi,
bentuk, serta macam perjanjian untuk mengadakan perjanjian, akan tetapi isinya tidak bertentangan dengan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum
juga harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
22
Dalam hal mewujudkan keadilan, Adam Smith melahirkan ajaran mengenai keadilan justice, Smith mengatakan bahwa “tujuan keadilan adalah
untuk melindungi diri dari kerugian” the end of the justice to secure from enjury.
23
Menurut G.W. Paton, hak yang diberikan oleh hukum ternyata tidak
21
Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III: Hukum Perikatan dengan Penjelas
a “Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Ilmu Hukum Ekonomi Universitas Sumatera Utara”,
annya, Bandung: Alumni, 1983, hal. 89.
22
P. Lindawaty S. Sewu, Op. Cit., hal. 31.
23
Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, disampaikan pad
Medan: Dosen Pascasarjana Ilmu Hukum Ekonomi Universitas Sumatera Utara, 17 April 2004, hal. 4-5.
Dupa Andhyka S.Kembaren : Kedudukan Hukum Ukm Selaku Franchisee Terwaralaba Dalam Pengaturan Franchise Waralaba Di Indonesia, 2009
kehendak the element of will.
24
Maka teori hukum perlindungan dan kepentingan bertujuan untuk menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga
dasar-d asar filsafatnya yang paling dalam. Hukum pada hakikatnya adalah sesuatu
yang abstrak, namun dalam manifestasinya dapat berwujud konkrit. Suatu ketentuan hukum dapat dinilai baik jika akibat-akibat yang dihasilkan dari
penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan berkurangnya penderitaan.
25
Akan tetapi menurut John Rawls ada ketidaksamaan antara tiap orang, contohnya dalam hal tingkat perekonomian, ada tingkat perekonomian lemah dan
ada tingkat perekonomian kuat. Jadi negara harus bertindak sebagai penyeimbang terhadap ketidaksamarataan kedudukan dari status ini dan negara harus
melindungi hak dan kepentingan pihak yang lemah. Lalu Rawls mengoreksi juga bahwa ketidakmerataan dalam pemberian perlindungan kepada orang-orang yang
tidak beruntung itu.
26
Teori ini menempatkan para pihak dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan, walaupun terdapat perbedaan bangsa, kekuasaan, jabatan,
kedudukan, dan lain-lain. Teori ini sangat penting terutama dalam perjanjian franchise yang bersifat internasional, karena dalam perjanjian franchise
internasional pihak-pihak yang terlibat terdiri dari subjek-subjek hukum yang berlainan negara, kewarganegaraan, maupun geografis. Contoh penyimpangan
24
George Whitecross Paton, A Text-Book of Jurisprudence, edisi kedua, London: Oxford University Press, 1951, hal. 221.
25
Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993, hal. 79.
26
O.K. Thariza, “Teori Keadilan: Perspektif John Rawls”, Dikutip dari www.okthariza.multiply.comjournalitem, Diakses tanggal 5 Mei 2009.
Dupa Andhyka S.Kembaren : Kedudukan Hukum Ukm Selaku Franchisee Terwaralaba Dalam Pengaturan Franchise Waralaba Di Indonesia, 2009
dari teori ini yaitu apabila terbentuk perjanjian franchise waralaba antara A franchisor pengusaha dari Amerika dengan B franchisee pengusaha dari
Indonesia, maka dalam hal terjadi perselisihan franchisor pewaralaba seringkali menginginkan penyelesaian dengan menggunakan hukum franchisor
pewaralaba. Padahal penggunaan hukum franchisor seringkali merugikan bagi franchi
alam hal pendirian waralaba merupakan cermin dari utilitarianisme. Teori tersebu
Teori utilitarianisme ini juga mendapat dukungan dari Thomas Hobbes 1588-1679.
30
Filsafat Hobbes nyaris sepenuhnya ditinjau berdasarkan prinsip see. Sehingga, teori ini sering menjadi masalah terutama dalam perjanjian
franchise internasional.
27
Dalam hal ini Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba harus bisa memberi manfaat bagi UKM sehingga ada
kesamarataan hak dan kewajiban antara pihak pemberi waralaba franchisor dan pihak penerima waralaba franchisee yakni UKM.
D t untuk pertama kalinya dikembangkan oleh Jeremy Bentham 1748-
1832
28
. Teori utilitarianisme menyatakan bahwa suatu kebijaksanaan atau tindakan dinilai baik secara moral kalau tidak hanya mendatangkan manfaat
terbesar, melainkan kalau mendatangkan manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang.
29
., hal. 34.
30
Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta: Kanisius , 1982, hal. 63.
27
P. Lindawaty S. Sewu, Loc. Cit
28
A. Sonny Keraf, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, Yogyakarta: Kanisius, 1998, hal. 93.
29
A. Sonny Keraf, Ibid., hal. 94.
Dupa Andhyka S.Kembaren : Kedudukan Hukum Ukm Selaku Franchisee Terwaralaba Dalam Pengaturan Franchise Waralaba Di Indonesia, 2009
utilitas.
31
Ia menyatakan bahwa manusia siap untuk menerima hukum dan mematuhi undang-undang hanya karena mereka telah mengakui perdamaian dan
ketentr
ara an Usaha Waralaba dan Peraturan Menteri Perindustrian
asalahan dapat
rhadap sistem bisnis dengan ciri khas aman sebagai hal yang bermanfaat.
32
Hal ini dapat dipahami dari salah satu fungsi waralaba tersebut yaitu untuk tercapainya kemakmuran bagi masyarakat
khususnya pengusaha waralaba dengan UKM. Dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang
Waralaba, Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259MPPKEP71997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata C
Pelaksanaan Pendaftar dan Perdagangan RI No. 31M-DAGPER82008 tentang Penyelenggaraan
Waralaba, telah menunjukkan implementasi dari teori utilitarianisme tersebut. 2. Kerangka Konsepsi
Penelitian ini menggunakan sejumlah konsep hukum yang berhubungan satu dengan yang lain. Hubungan antar konsep tersebut akan dijalin dengan
menggunakan kerangka teoritis yang relevan, sehingga perm dijawab. Oleh karena itu, untuk menghindari kesalahpahaman terhadap makna
konsep yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka berikut ini akan diuraikan defenisi operasional dari masing-masing konsep, sebagai berikut:
a Waralaba franchise adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang
perseorangan atau badan usaha te
31
Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Bandung: PNM, 2004, hal. 109.
Ibid.
32
Dupa Andhyka S.Kembaren : Kedudukan Hukum Ukm Selaku Franchisee Terwaralaba Dalam Pengaturan Franchise Waralaba Di Indonesia, 2009
usaha dalam rangka memasarkan barang danatau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan atau digunakan oleh pihak lain
berdasarkan perjanjian waralaba;
33
b Pemberi waralaba franchisor adalah orang perseorangan atau badan
usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan danatau menggunakan waralaba yang dimilikinya kepada penerima waralaba;
34
c Penerima waralaba franchisee adalah orang perseorangan atau badan
usaha yang diberikan hak oleh pemberi waralaba untuk memanfaatkan danatau menggunakan waralaba yang dimiliki pemberi waralaba;
35
d Pemberi waralaba lanjutan adalah orang perseorangan atau badan usaha
pemberi waralaba untuk menunjuk
kti pendaftaran prospektus atau pendaftaran perjanjian yang diberikan kepada
yang menerima hak dari pemberi waralaba untuk memanfaatkan danatau menggunakan waralaba yang dimiliki
penerima waralaba lanjutan;
36
e Perjanjian waralaba adalah perjanjian secara tertulis antara pemberi
waralaba dengan penerima waralaba;
37
f Surat Tanda Pendaftaran Waralaba selanjutnya disebut STPW adalah bu
33
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, Pasal 1 angka 1.
34
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, Pasal 1 angka 2.
35
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, Pasal 1 angka 3.
36
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 31M- DAGPER82008 tentang Penyelenggaraan Waralaba, Pasal 1 angka 4.
37
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 31M- DAGPER82008 tentang Penyelenggaraan Waralaba, Pasal 1 angka 7.
Dupa Andhyka S.Kembaren : Kedudukan Hukum Ukm Selaku Franchisee Terwaralaba Dalam Pengaturan Franchise Waralaba Di Indonesia, 2009
pemberi waralaba danatau penerima waralaba setelah memenuhi persyaratan pendaftaran yang ditentukan dalam Peraturan Menteri ini.
38
g Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai,
atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menen
kriteria usaha kecil
juta
ebih dari Rp 300.000.000,00 tiga
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
gah atau usaha besar yang memenuhi sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini;
39
Kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut:
40
1 Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 lima puluh
rupiah sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 lima ratus juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
2 Memiliki hasil penjualan tahunan l
ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 dua milyar lima ratus juta rupiah.
h Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
38
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 31M- DAGPER82008 tentang Penyelenggaraan Waralaba, Pasal 1 angka 10.
39
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah, Pasal 1 angka 2.
40
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah, Pasal 6 angka 2.
Dupa Andhyka S.Kembaren : Kedudukan Hukum Ukm Selaku Franchisee Terwaralaba Dalam Pengaturan Franchise Waralaba Di Indonesia, 2009
dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini;
41
Kriteria usaha menengah adalah sebagai berikut:
42
1 Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 lima ratus juta
rupiah sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 sepuluh milyar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
2 Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 dua
milyar lima ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 lima puluh milyar rupiah.
G. Metode Penelitian