Peran Pemerintah Daerah TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peran Pemerintah Daerah

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “peran” berarti seperangkat tingkah laku yang diharapkan dapat dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat, dan dalam kata jadinya peranan berarti tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa Amba, 1998. Selanjutnya Amba 1998 Peranan adalah suatu konsep yang dipakai sosiologi untuk mengetahui pola tingkah laku yang teratur dan relatif bebas dari orang-orang tertentu yang kebetulan menduduki berbagai posisi dan menunjukkan tingkah laku yang sesuai dengan tuntutan peranan yang dilakukannya. Levinson dalam Soekanto 1981, menyatakan bahwa peranan mencakup paling sedikit 3 tiga hal, yaitu: 1. Peranan adalah norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti menempatkan rangkaian peraturan yang mendukung seseorang dalam kehidupan masyarakat. 2. Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. 3. Peranan dapat juga dikatakan sebagai perilaku individu yang penting dalam struktur sosial. Menurut Glasbergen dalam Baiquni 2002, kebijakan pembangunan dan lingkungan sering kali terjadi kesenjangan antara kondisi yang diharapkan dan hasil yang terjadi. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa persoalan fisik obyek semata tetapi ada dimensi kepentingan subyek yang perlu diperhitungkan. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang disebut dengan Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah. Peranan Pemerintah Daerah dalam mendukung suatu kebijakan pembangunan bersifat partisipatif adalah sangat penting. Ini karena Pemerintah Daerah adalah instansi pemerintah yang paling mengenal potensi daerah dan juga mengenal kebutuhan rakyat setempat Soetrisno, 1995. Dalam program konservasi dan rehabilitasi hutan mangrove, Pemerintah lebih berperan sebagai mediator dan fasilisator mengalokasikan dana melalui mekanisme yang ditetapkan, sementara masyarakat sebagai pelaksana diharapkan mampu mengambil inisiatif Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, 2002. Mekanisme pengusulan dana reboisasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2002 tentang Dana Reboisasi PP No. 352002 menyatakan bahwa Pemerintah KabupatenKota mengusulkan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan kepada Pemerintah Daerah Provinsi. Kemudian Pemerintah Daerah Provinsi mengkoordinasikan pengusulan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dari Kabupaten Kota kepada Menteri untuk mendapatkan alokasi dana reboisasi. Selanjutnya Pasal 16 ayat 1 menyatakan bahwa dana reboisasi digunakan hanya untuk membiayai kegiatan reboisasi dan rehabilitasi serta kegiatan pendukungnya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah UU No. 332004, penggunaan dana reboisasi sebesar 40 dialokasikan kepada daerah penghasil untuk kegiatan reboisasi penghijauan dan sebesar 60 dikelola oleh Pemerintah Pusat untuk kegiatan reboisasi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan PP No. 1042000, bahwa dana reboisasi sebesar 40 dialokasikan sebagai Dana Alokasi Khusus DAK untuk rehabilitasi hutan dan lahan di daerah penghasil Kabupaten Kota, termasuk rehabilitasi hutan mangrove.

2.2. Pengertian Partisipasi Masyarakat