Dampak Tsunami dan Gempa terhadap Mangrove Rehabilitasi Hutan Mangrove

Bengen 2002, menyatakan bahwa penyebaran dan zonasi hutan mangrove tergantung oleh berbagai faktor lingkungan. Berikut salah satu tipe zonasi hutan mangrove di Indonesia: 1. Daerah yang paling dekat dengan laut dengan subtrak agak berpasir, sering ditumbuhi oleh Avicennia spp. Pada zona ini biasa berasosiasi Sonneratia spp. Yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik. 2. Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora spp. Di zona ini juga dijumpai Bruguziera spp. 3. Zona berikutnya didominasi oleh Bruguziera spp, dan 4. Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa ditumbuhi oleh Nypafrutican, dan beberapa spesies palem lainnya.

2.3.1. Dampak Tsunami dan Gempa terhadap Mangrove

Gelombang tsunami setinggi 10-15 m dengan kecepatan lebih dari 40 km perjam yang menghantam pesisir Aceh telah menimbulkan kerusakan yang sangat parah. Kerusakan paling parah melanda sepanjang pesisir barat Aceh termasuk Kecamatan Baitussalam Wibisono et al, 2006. Wibisono et al, 2006 menyatakan bahwa kerusakan ekosistem pesisir yang ditimbulkan oleh tsunami setidaknya terjadi melalui dua mekanisme, yaitu: a. Mekanisme pertama yaitu energi gelombang tsunami secara langsung menghantam pesisir sehingga menghancurkan hutan mangrove, tegakan cemara, kebun kelapa dan berbagai vegetasi lainnya. Dalam hal ini, kerusakan sebagai hantaman gelombang tsunami berjalan sangat cepat. Tanaman yang rusak karena hantaman energi gelombang umumnya dalam keadaan rusak atau telah tidak utuh lagi. Bahkan di lokasi yang hantamannya sangat kuat, banyak sekali pohon bakau yang tercabut dari substaratnya. b. Mekanisme kedua yaitu genangan air laut yang terbawa oleh gelombang tsunami. Genangan air laut yang salinitasnya tinggi membuat vegetasi yang ada dipesisir stres, kering dan mati. Kematian tanaman yang diakibatkan oleh genangan air asin selalu terjadi secara perlahan-lahan. Berbeda dengan kerusakan karena hantaman ombak yang dalam kondisi hancur, tanaman yang mati karena genangan umumnya dalam kondisi utuh namun mati berdiri.

2.3.2. Rehabilitasi Hutan Mangrove

Rehabilitasi hutan mangrove adalah penanaman kembali hutan mangrove yang telah mengalami kerusakan. Agar rehabilitasi dapat berjalan secara efektif dan efisien perlu didahului survei untuk menetapkan kawasan yang potensial untuk rehabilitasi berdasarkan penilaian kondisi fisik dan vegetasinya. Pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan berdasarkan pada Pasal 41 Undang- Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan UU No. 411999 menyatakan bahwa rehabilitasi hutan dan lahan diselenggarakan melalui kegiatan: 1. Reboisasi, 2. Penghijauan, 3. Pemeliharaan, 4. Pengayaan tanaman, atau 5. Penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknis, pada lahan kritis dan tidak produktif. Selanjutnya Pasal 24 ayat 2 menyatakan bahwa penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan diutamakan pelaksanaannya melalui pendekatan partisipatif dalam rangka mengembangkan potensi dan memberdayakan masyarakat. Model pengembangan rehabilitasi hutan mangrove disusun dengan pendekatan Participatory Rural Apprasial PRA, pendekatan ini memberikan porsi yang lebih besar kepada masyarakat sebagai pelaku pembangunan untuk berperan aktif dalam pembangunan. Proses penyusunan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi selalu melibatkan masyarakat Rawana, 2002. Kegiatan rehabilitasi dilakukan untuk memulihkan kondisi ekosistem mangrove yang telah rusak agar ekosistem mangrove dapat menjalankan kembali fungsinya dengan baik. Upaya rehabilitasi harus melibatkan seluruh lapisan masyarakat yang berhubungan dengan kawasan mangrove. Rehabilitasi kawasan mangrove dilakukan sesuai dengan manfaat dan fungsi yang seharusnya berkembang, serta aspirasi masyarakat Anonimous, 2005. Rencana rehabilitasi disusun dengan mempertimbangkan zonasi kawasan, manfaat dan fungsi, serta aspirasi masyarakat. Oleh karena itu, pendekatan yang dilakukan dalam menyusun rencana rehabilitasi adalah pendekatan fisik, pendekatan biologi, dan pendekatan sosial. Pendekatan fisik dimaksudkan sebagai upaya mencegah dan menanggulangi kerusakan kawasan mangrove dengan membangun bangunan fisik alat pemecah ombak, cerucuk, dan sebagainya untuk mengurangi energi gelombang laut yang mengenai bibir pantai. Pendekatan biologi merupakan upaya vegetatif penanaman pohon mangrove untuk memperkuat bibir pantai dan mencegah terjadinya erosi. Sedangkan pendekatan sosial merupakan upaya meningkatkan dan menumbuhkembangkan partisipasi masyarakat dalam upaya mencegah dan menanggulangi kerusakan di kawasan pantai Anonimous, 2005.

2.4. Dampak Tsunami dan Gempa terhadap Hutan Mangrove di Aceh