Kepemimpinan Wanita PPP dalam DPR

79 Dalam struktur kepengurusanpun terdapat dua wanita yang ditempatkan dijajaran ketua, yaitu Dra. Hj. Ermalena, MHS dan Ir. Nurhayati Payapo. Sejak berdiri hingga saat ini terlihat PPP selalu berusaha mengoptimalkan peran wanita dalam partai, terbukti sejak tahun 1984 Aisyah Aminy terbukti menjadi ketua PPP, namun dibalik itu tetap masih harus banyak melakukan terobosan-terobosan mengenai optimalisasi peran wanita dalam partai sehingga nanti bisa menjadi pemimpin wanita dalam PPP yang baik dan mampu membawa wanita Indonesia kedalam porsi yang lebih baik.

2. Kepemimpinan Wanita PPP dalam DPR

Sejarah mencatat bahwasannya sejak tahun 1987 PPP sudah menempatkan kader wanitanya dalam DPR, selain itu juga ia merupakan ketua DPP PPP yang terpilih pada tahun 1984, dan merupakan kader perempuan pertama yang mendapatkan kesempatan menjadi ketua dalam partai politik Islam. Selanjutnya Aisyah menjadi ketua MPP PPP periode 1989-1994, kemudian beliau juga pernah menjadi ketua DPP PPP 1994-1999 dan wakli ketua majelis pakar PPP tahun 1999. Periode 1987-1992, Aisyah menjadi anggota DPRMPR RI. Ia duduk di Komisi II yang membidangi masalah Politik Dalam Negeri dan Pertahanan. Di masa jabatannya ini, Aisyah banyak melontarkan kritik terhadap pemerintah, diantaranya disampaikan langsung dalam dialognya dengan Menteri Dalam Negeri, agar pemerintah tidak memaksa rakyat memilih Golkar. 80 Tahun 1992-1997, Aisyah dipercaya sebagai anggota DPRMPR RI dan duduk di Komisi I. Ia dipercaya sebagai ketua Komisi I yang ketika itu membidangi Pertahanan, Keamanan, Luar Negeri dan Penerangan. Periode 1997- 1999, ia kembali dipercaya sebagai ketua Komisi I. Ia adalah perempuan pertama yang menjadi ketua Komisi ini. Setelah tidak menjadi ketua Komisi I DPRMPR, periode 1999-2004, Aisyah dipercaya F-PP duduk dalam Badan Pekerja MPR sebagai wakil ketua Panitia Ad Hoc II, yang mempersiapkan rancangan ketetapan-ketetapan selain GBHN dan Perubahan UUD 1945. Ibu Aisyah Hamih Baidlowi memberikan pandangannya bagaimana tentang kepemimpinan Aisyah Aminy. “Sebagai pengurus teras PPP dan kedudukannya sebagai anggota DPR selama beberapa periode sampai sekarang kehadiran dan peranan Aisyah Aminy menonjol di tengah dominasi kaum laki-laki di pentas politik. Ia dapat menerobos lingkaran politik kaum laki-laki yang dikarenakan beliau memiliki kemampuan yang setara dengan kaum laki-laki. Apabila pada suatu hari ia pernah menjadi ketua komisi I DPR tentunya tidak lepas kemampuannya sebagai Politisi yang diakui banyak pihak yang berlangsung pada masa pemerintahan Soeharto di mana masa itu sulit menerima kehadiran “kaum oposisi”, sementara PPP adalah partai di mana Aisyah Aminy bergabung didalamnya merupakan “partai oposisi” yang kritis terhadap pemerintah. Sementara mengenai sepak terjang politisi dan perempuan parlemen Aisyah menjadi pendorong untuk menyoroti hal yang sangat penting bagi kaum peremupan Indonesia dalam memperjuangkan peran perempuan untuk tampil di panggung politik berdampingan dengan kaum laki-laki. Dan beliau juga yang paling spesifik menyoroti perihal keterwakilan perempuan dalam parlemen. 20 20 Ramli dan Yusuf ed, Aisyah Aminy Demokrasi Tanapa Batas Jakarta: Lembaga Study Pembangunan Indonesia, 2002, h. 253 81 Selain Aisyah Aminy ada tokoh wanita yang bernama Asmah Sjachruni. Ia merupakan salah satu tokoh NU. Setelah NU berfusi dengan 3 partai Islam lainnya ke dalam PPP, Asmah Sjachruni begabung ke dalam anggota dewan dari FPP. Pada tahun 1982 Asmah berada dalam komisi VII yang membidangi keuangan, perbankan, bulog, dan perdagangan. Selama menjadi anggota DPR dari FPP Asmah Sjachuni pada tahun 1974 merupakan perumus dari UU no 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Selama proses pembentukan UU Perkawinan tersebut, Asmah Sjachruni merupakan tokoh perempuan yang tegas kritis. Dan memiliki peran yang menonjol dalam mengambil keputusan, meskipun dalam perjalanan undang-undang tersebut masih menyisakan beberapa masalah, yaitu tentang perkawinan antar agama dan perkawinan menurut tata cara aliran dan kepercayaan yang di anggap sah dalam agama yang di anut. Regenerasi berlanjut dalam tubuh PPP, menjelang akhir era Orde Baru hadir Khafifah Indarparawarsa. Ia lahir di Surabaya, 19 Mei 1965, Khofifah bergabung dalam Partai Persatuan Pembangunan PPP 1992-1998 sebagai anggota dewan fraksi Partai Persatuan Pembangunan. Kemudian, setelah dibukanya system multi partai ia bergabung dengan Partai Kebangkitan Bangsa PKB. Khofifah memulai aktifitas politiknya sejak masa kuliah dengan bergabung di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia PMII dan pernah menjadi 82 ketua umum di Ikatan Pelajar Putri Nadhlatul Ulama IPPNU. Selama menjadi kader PPP Khofifah merupakan kader perempuan muda yang sangat vokal, kritis, dan memiliki retorika yang baik. Selama menjadi anggota dewan di dalam FPP periode 1991-1997, ia lantang mengeluarkan pendapatnya di setiap rapat sidang di DPR baik menjadi Panitia Khusus maupun Panitia Kerja dalam perumusan UU maupun rapat-rapat komisi dalam DPR. Sebagai kader PPP dan menjadi anggota dalam FPP di DPR pada tahun 1991-1997 Khafifah selalu lugas dan tepat serta kritis dalam mengeluarkan gagasan dan pendapat di setiap sidang. Bersama Ahmad Paris, Hadimulyo, Oesman Sahidi, Hj. Nadiniyah Kewusnendar, dan Muslim, Ridho Khofifah menjadi Panitia Khusus Pansus pembahasan rancangan Undang-Undang tentang Narkotika tahun 1996-1997. Sebagai kader PPP ia membawa visi terwujudnya masyarakat madani yang adil, makmur, sejahtera, lahir batin dalam wadah negara Kesatuan Republik Indonesia Khofifah menjadi juru bicara dalam rapat perumusan undang-undang bersama Hadimulyo dalam penyampaian pengantar hasil musyawarah untuk menyampaikan masalah-masalah yang akan dibahas dalam rapat. Dibandingkan dengan Pansus dari fraksi lain, ia terlihat analitis dan sistematis dalam menyampaikan pandangan umumnya. Selama proses perancangan UU tentang Narkotika dari tanggal 23 Januari 1997-24 Juli 1997 Khofifah selalu memberikan ide-ide yang diperhitungkan oleh fraksi lain, dia juga selalu memberikan saran kepada Team Perumus dan dibahas 83 dalam sidang panitia kerja yang dihadiri oleh 40 orang dari 4 fraksi DPR RI dan 9 orang dari pemerintah. Selama proses persidangan berlangsung Khofifah dibantu oleh dua rekannya, yaitu Hadimulyo dan Oesman Sahidi selalu tampil memberikan saran dan pendapat serta tanggapan secara kritis baik kepada rekannya sesama fraksi maupun lain dan pemerintah. Selama menjadi kader PPP Khofifah telah menjadi kader perempuan muda yang dibanggakan oleh PPP karena kecerdasannya dalam menyampaikan pendapat dan lantang mengkritisi setiap poin-poin pembahasan sidang di DPR.

3. Pandangan Politisi PPP tentang Presiden Perempuan