Peran Politisi PPP dalam Perlindungan Tenaga Kerja Wanita Undang-Undang Perdagangan Wanita dan Anak Traficking

88 UU Pemilu menjawab kritik itu. melalui pasal 5 ayat 2, partai politik diwajibkan untuk memasukkan sekurang-kurangnya satu caleg perempuan pada setiap tiga nama calon yang diajukan. Jadi, kesempatan perempuan untuk terpilih menjadi caleg semakin besar melalui UU tersebut. Keterwakilan parempuan di Indonesia diharapkan dapat terdongkrak, tetapi, bagi partai politik UU pemilu yang baru ini berarti kerja ekstra keras.

2. Peran Politisi PPP dalam Perlindungan Tenaga Kerja Wanita

Fraksi PPP sangat prihatin dengan masih minimnya perhatian dan perlindungan bagi WNI, terutaman TKW. Dalam Mukaddimah Konstitusi ditegaskan bahwa pemerintah negara Republik Indonesia berkewajiban untuk melindungi setiap warga negaranya dari tindakan sewenang-wenang oleh pihak mana pun. Tindakan sewenang-wenang ini sangat menyinggung harga diri kita sebagai bangsa. Diskriminasi juga merupakan musuh bangsa, sejak masa penjajahan karena sangatlah bertentangan dengan nilai-nilai dasar yang dianut oleh bangsa Indonesia. UUD 1945 secara tegas mengamantkan bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki kedudukan yang sama di muka hukum dan pemerintah. Negara juga menjamin persamaan hak dan kewajiban dari setiap warga negaranya tanpa diskriminasi. Amanat ini kemudian dikukuhkan pula dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia. Dalam kaitan itu, Fraksi PPP RI sangat mendukung usul inisiatif dari beberapa rekan anggota Dewan mengenai rancangan UU tentang penghapusan diskriminasi terhadap 89 tenaga kerja wanita. Dalam kaitan itu pula, Fraksi PPP DPR-RI tidak melihat upaya yang sungguh-sungguh dari pemerintah untuk membela hak-hak warga negara Indonesia yang diperlakukan dengan tidak adil dan atau mendapatkan permasalahan di luar negeri. Pemerintah harus tegas dan jelas melakukan pembelaan dan perlindungan terhadap hak-hak warga negara Indonesia diluar negeri. 24

3. Undang-Undang Perdagangan Wanita dan Anak Traficking

Salah satu bentuk tindak pidana yang bersifat transnasional yang belum mampu tercover dengan baik oleh peraturan perundang-undangan berikut penegakannya adalah tindak pidana perdagangan orang traficking. Dewasa ini diperkirakan dari 239 hingga 700 ribu perempuan dan anak bangsa Indonesia telah diperdagangkan dan dipaksa menjadi wanita tuna susila di beberapa negara Asia dan Eropa. Masalah tersebut sesungguhnya menunjukkan kompleksitas persoalan perdagangan manusia, dan karenanya semakin mendesak untuk diatur dalam Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Wanita dan Anak sebagaimana yang akan segera disahkan. Berdasarkan data dari Komnas Perlindungan Anak pada bulan Maret 2005, bahwa angka penjualan anak balita yang melibatkan sindikat internasional terus menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2003 ada 102 kasus yang terbongkar, tahun 2004 bertambah menjadi 192 kasus. Jumlah anak korban trafficking untuk 24 Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Muhasabah Fraksi PPP DPR-RI Jakarta, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Dewan Perwakilan Rakyat, 2005. h.7-8. 90 tujuan prostitusi meningkat, dari berbagai rumah bordil di Indonesia, ada 30 persen atau sekitar 200.000-300.000 perempuan yang dipelacurkan adalah anak- anak. Selain itu catatan Tahunan komnas Perempuan menunjukkan, pada tahun 2004 teridentifikasi 14.020 kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat dari tahun 2003, yaitu sebesar 7.787 kasus. Dari angka ini, 562 merupakan kasus trafficking. Masalahnya, kasus trafficking ini tidak semudah yang kita bayangkan. Karena sebagaimana di tingkat pencegahan, trafficking seringkali berkaitan erat dengan beberapa faktor, dimulai dari meningkatnya kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, adanya budaya yang mengobyekkan anak dan perempuan, atau anak perempuan adalah obyek seksual yang bernilai ekonomis. Begitu juga di tingkat penanganan kasusnya, sejumlah kerumitan kembali ditemui. Sebagai contoh, sebagian aparat penegak hukum dan aparat pemerintah seringkali mempertanyakan mengenai persetujuan korban trafficking, dan tingkat “kedewasaan” korban. Ada pula aparat penegak hukum, aparat pemerintah, dan anggota masyarakat yang masih menggunakan standar moralitas yang cenderung bias di dalam memandang persoalan trafficking. Untuk itulah di tengah-tengah kekosongan anturan perundang-undangan mengenai masalah trafficking, Fraksi PPP DPR RI sejak awal mendukung dan mendorong bagi adanya peraturan perundang-undangan tentang Pemberantasan 91 Tindak Pidana Perdagangan Wanita dan anak. Upaya ini dilakukan selain untuk memberikan perlindungan dan pemulihan hak-hak dan keadilan korban trafficking, juga sebagai upaya tindakan pencegahan terhadap terjadinya kembali trafficking. Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPR RI berpendapat RUU tentang Tindak Pidana Perdagangan Wanita dan Anak adalah untuk menutupi kelemahan instrumen hukum nasional untuk menangkap kompleksitas persoalan trafficking. Yang demikian itu diharapkan kemudian dapat meminimalisasir terjadinya tindak pidana tersebut di samping memberikan rasa keadilan dan pemulihan korban yang bersangkutan. Dengan keberadaan UU nantinya, sebagai bangsa yang beradab, kita dapat mencegah dan mampu memberikan perlindungan terhadap berbagai macam upaya tindak pidana perdagangan orang. Karena founding fathers jauh-jauh hari telah merumuskan cita-cita kemerdekaan Indonesia yaitu untuk “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.” Begitu juga di dalam perubahan UUD Negara Republik Indonesia 1945 juga telah lebih merinci mengenai perlindungan, jaminan hukum dan penegakan hak asasi, harkat dan martabat manusia Indonesia, dengan ditambahkannya Pasal 28A hingga Pasal 28J 92 yang berisikan kewajiban bagi pemerintah mengenai ini untuk melindungi hak asasi seluruh warga negara Indonesia. 25

D. Strategi PPP dalam Pengarusutamaan Gender