Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Istilah gender memang bukan kata–kata yang asing lagi, namun yang perlu dicermati di sini ialah bagaimana ini bisa diartikan bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan yang sangat signifkan atau yang besar antara peran laki–laki dan perempuan dalam kehidupan di dunia ini. Dalam istilah gender pastinya sering mendengar adanya indikasi ketidakadilan antara laki-laki dan wanita, perempuan sering kali diposisikan nomor dua. Dalam hirarki perbedaan ini ketidaksetaraan menjadi bagian yang kasat mata dimana eksisitensi kaum laki–laki selalu diproritaskan. Gender, sebagaimana halnya kelompok etnis, dalam banyak masyarakat merupakan salah satu faktor utama yang menentukan status seseorang. Dapat dimaklumi bahwa persoalan gender berpotensi untuk menimbulkan konflik dan perubahan sosial, karena sistem patrarki yang berkembang luas dalam berbagai masyarakat menempatkan wanita pada posisi yang tidak diuntungkan secara kultural, struktural, dan ekologis. Wanita dipojokkan ke dalam urusan-urusan reproduksi seperti menjaga rumah dan mengasuh anak. 2 Sebagai akibat dari pertumbuhan dan mobilisasi penduduk, urbanisasi dan revolusi industri menimbulkan berbagai perubahan sosial, termasuk dalam kedudukan sosial bagi laki-laki dan wanita. Dalam budaya di berbagai tempat, hubungan-hubungan tertentu laki-laki dan wanita dikonstruksikan oleh mitos. Mulai mitos tulang rusuk asal-usul kejadian perempuan sampai mitos-mitos di sekitar menstruasi. Mitos-mitos tersebut cenderung mengesankan wanita sebagai the second creation dan the second sex. Pengaruh mitos-mitos tersebut mengendap di alam bawah sadar wanita sekian lama sehingga wanita menerima kenyataan dirinya sebagai subordinasi laki-laki dan tidak layak sejajar dengannya. Proses dan kondisi bias dan penyimpangan ini terus menguat dan berimbas dalam kesadaran beragama. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada masyarakat awam tetapi juga terjadi pada komunitas elite agama. Dari sisi kemapanan ini, sering mucul asumsi negatif yang berkembang, lebih tepatnya tuduhan terhadap institusi agama yang menilai agama sebagai akar teologis ketidaksetaraan dan ketidakadilan relasi gender. Tuduhan miring bahwa institusi agama apalagi ajaran dasarnya tidak berpihak pada kaum perempuan harus diluruskan. Tidak ada agama, terutama Islam, yang mendiskreditkan apalagi membenci kaum perempuan. Islam sangat menghormati kemartabatan dan kehormatan kaum perempuan. 3 Ada beberapa teks-teks suci Al-Qur’an dan Hadist bertutur bahwa kualitas diri seorang hamba di hadapan Sang Penciptanya tidak ditentukan oleh karakter jenis kelamin atau status sosial, atau suku. Kualitas ketakwaan merupakan dimensi standar satu-satunya untuk mengukur kualitas diri seorang hamba di hadapan Allah SWT. Al-Qur’an dalam surat al-Hujarat QS. 49, ayat 13 menegaskan bahwa hanya faktor keimanan dan ketakwaan yang membedakan posisi sesorang di sisi Allah SWT. Ada beberapa prinsip dasar yang menjadi pijakan untuk membangun tatanan relasi sesama manusia dalam Islam. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya ialah keadilan al-‘adalah, persamaan al-musawah, kebebasan al-hurriyah, persaudaraan al-ikha, dan musyawarah al-syura. 1 Pertama, prinsip keadilan sangat dijaga dalam Islam, keadilan juga lebih mendekatkan kepada ketakwaan seperti yang tertulis dalam Al-Qur’an surat al- Maidah ayat 9. Prinsip keadilan ini juga telah terbuktikan dalam sejarah Islam, pada waktu itu Nabi Muhammad Saw dijadikan utusan kedunia ini juga dikarnakan ingin menghilangkan sejauh-jauhnya unsur ketidakadilan pada waktu itu, tentu sudah jelas pada masa itu kaum perempuan menjadi kaum yang tertindas, bayi perempuan sudah lumrah dikubur hidup-hidup. Di sisi lain, perempuan dewasa sering diperlakukan layaknya sebuah benda sesuatu yang dianggap tidak berharga. Dengan datangnya Islam martabat perempuan diangkat. 1 Noryamin Aini, Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Perspektif Agama Islam, Jakarta: Kementrian Pemberdayaan Wanita 2004. h. 11 4 Karna itu pula dalam tatanan keluarga dan bermasyarakat, prinsip keadilan harus menjadi landasan relasi antar umat manusia. 2 Kedua, prinsip keadilan tidak mungkin dapat berjalan sendiri dengan baik. Islam melengkapinya dengan prinsip kesetaraan, persamaan al-musawah. Disini mengandung ajaran bahwasannya kaum perempuan adalah saudara kandung bagi laki-laki menggambarkan kesetaraan dan kemitraan untuk keduanya dalam aktifitas mengemban misi sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi. Ketiga, prinsip kemandirian dan kebebasan memberikan hak yang sama pada laki-laki dan perempuan untuk menentukan nasib dan masa depannya sendiri. Kebebasan disisni bukan berarti tanpa ada batasan-batasan atau mungkin malah jadi sewenang-wenang. Kebeabasan dalam Islam berbanding lurus dengan prinsip sikap menjaga kepentingan orang lain dan menghormati kedudukan orang lain. Keempat, adalah prinsip persaudaraan al-ikha. Umat Islam baik laki-laki maupun perempuan merupakan seperti satu entitas subtansi yang tidak mungkin dipisahkan. Kata persaudaraan menghapus identitas keakuan dan kekamuan sebagai symbol keterpisahan dan rivalitas konflik kepentingan. Persaudaraan meniscayakan kebersamaan yang akan bergerak bersama dengan semangat dan jiwa demi kemaslahatan bersama. Tentu alangkah indahnya bila dalam realita kehidupan ini konsep yang di paparkan di atas dapat terealisasi dengan baik. 2 Noryamin Aini, Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Perspektif Agama Islam, Jakarta, 2004. h. 11 5 Di Indonesia kondisi bias tentang kesetaraan gender pun berakibat negatif. Tercatat pada tahun 2002-2003 Angka Kematian Ibu AKI sebesar 307 kasus per 100.000 kelahiran. 3 Forum-forum penting seperti DPR, DPD dan MPR yang sangat potensial untuk menentukan kebijakan ranah, arah orientasi dan kualitas hidup perempuan didominasi oleh kaum laki-laki. Dalam kaitan ini jumlah perempuan anggota DPR periode 1999-2004 hanya 44 orang, atau setara dengan 8,8 persen. 4 Ini merupakan pembuktian bahwasannya pengaruh pandangan wanita ialah the second creation dan the second sex bisa berakibat fatal. Fakta di atas merupakan salah satu banyaknya permasalahan yang terkait dengan kesetaraan gender. Diharapkan melalui pandangan Partai Persatuan Pembangunan asumsi yang berkembang di masyarakat tentang tuduhan terhadap instustusi agama yang menilai agama sebagai akar teologis ketidaksetaraan dan ketidakadilan relasi gender dapat tergambar dengan jelas, apakah memang benar atau tidak dan bagaimana Partai Persatuan Pembangunan yang merupakan salah satu sarana aspirasi umat Islam di negara ini dalam menyelesaikan permasalahan- permasalahan yang semakin berkembang dan kompleks di negara ini, terutama dalam hal ini mengenai kesetaraan gender, dan juga akan dilihat dari segi aspek hukum Islam, ini menarik untuk diteliti sehingga penulis menuangkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul 3 Suryadi Soeparman, Implimentasi ICPD 1994 dalam Kebijakan dan Program Pemberdayaan Perempuan Indonesia, makalah disajikan pada Semiloka Review Pelaksana ICPD + 10, di PKBI 11 Mei 2003 4 BPS, Statistik dan Indikator Jender, Jakarta:BPS, 2000h.39-60 6 “PANDANGAN PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN PPP TERHADAP KESETARAAN GENDER ”

B. Batasan dan Perumusan Masalah