67
BAB IV KESETARAAN
GENDER MENURUT PANDANGAN POLITISI PPP
A. Pandangan Politisi PPP Mengenai Posisi Wanita Dalam Keluarga
1. Kepemimpinan Wanita dalam Keluarga
Dalam kekeluargaan tentu selain tidak menghilangkan rasa kasih sayang dan ketentraman, kaidah Islam mengisyaratkan dalam suatu keluarga untuk
adanya kepala keluarga pemimpin. Akan terasa tidak kondusif apabila dalam suatu kelompok terdapat dua pemimpin. Tentu harus ada yang bisa mengayomi,
menuntun, menentukan jalan keluar suatu permasalahan dalam suatu keluarga. dan Islam mengisyaratkan agar suami memegang kepemimpinan ini.
Pada dasarnya politisi PPP berpendapat bahwa di dalam keluarga tetap yang menjadi pemimpin ialah laki-laki seperti yang diisyaratkan oleh Allah SWT
dalam firmannya yang berbunyi :
ª
A
y
‘
h
9 c
q
ª
B”
§
q
s n
?
t
ª
ˇ
|
¡
ˇi
Y9
y
J
˛
s
ø
“
Og
Ł
t 4
n
?
t
ª Ł
t y
J
˛
u
r q
x
R
r
‘
ˇ
B N
˛
g
ˇ
9”
u
q
ł
B
r
4
Artinya: “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karna itu Allah telah melebihkan sebagian mereka laki-laki atas sebagian
yang lain wanita, dan karena mereka laki-laki telah menafkahkan sebagaian dari harta mereka”. An-Nisa’:34
68 Dari Abdullah bin Umar r.a. dikatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“… dan seorang laki-laki adalah pemimpin bagi anggota keluarganya dan dia akan dimintai pertanggung jawaban atas mereka…” HR Bukhari dan Muslim.
1
Selain itu, politisi PPP berpandangan bahwa apabila si pria suami sudah tidak mampu lagi memimpin keluarga, si perempuan istri bisa menjadi
pemimpin keluarga. Dijelaskan diantaranya karena ketidakmampuan fisik, atau bahkan si pria suami sudah bercerai dengan si perempuan istri.
2
Pandangan politisi PPP tentang kepemimpinan wanita dalam keluarga didasarkan dalam Al-Qur’an tentang kepemimpinan. Yang pertama karena
adanya keistimewaan yang berbeda pada masing-masing jenis kelamin, dan laki- laki memiliki keistimewaan yang lebih sesuai untuk menjalankan tugas
kepemimpinan. Alasan yang kedua yang dikemukakan Al-Qur’an adalah karena laki-lakisuami telah menafkahkan sebagian harta mereka. Ini berarti jika
keduanya, yakni kemampuan memimpin keluarga dan kemampuan memberi nafkah, tidak dimiliki oleh seorang suami, atau kemampuan istri melebihi
kemampuan suami dalam hal keistimewaan. Misalnya karena suami sakit bisa saja kepemimpinan rumah tangga beralih kepada istri, tetapi ini dengan syarat
kedua faktor yang disebut di atas tidak dimiliki suami. Jika suami tidak mampu memberi nafkah, tetapi tidak mengalami gangguan dari segi keistimewaan yang
1
Bukhari, Kitab: Memerdekakan budak, Bab: Makruh hukumnya memperpanjang perbudakan, jilid6, h.106. Muslim, Kitab: Kepemimpinan, Bab: Keutamaan imam yang adil dan sanksi
imam yang zalim, jilid 6, h.8
2
Wawancara pribadi dengan Ibu Dra. Hj. Ermalena, MHS 25 Januari 2011 Jam 14.00-14.30 di Gedung Kementrian Agama R.I, Jakarta.
69 dibutuhkan dalam kepemimpinan itu. Dengan demikian, jika di satu keluarga itu
yang mempunyai kemampuan mencari nafkah adalah istri, maka istri boleh menjadi kepala keluarga menggantikan suami.
3
Dengan didasarkan demi terciptanya suasana yang kondusif dan harmonis salah satu dari pasangan suami istri harus ada yang menjadi pemimpin, wanita
bisa menjadi pemimpin apabila keadaan tersebut memaksakan wanita untuk memimpin keluarga demi menyelamatkan keluarga tersebut dari hal-hal yang
merugikan bagi anggota keluarga tersebut. Ini merupakan factor yang mengharuskan hal tersebut dilakukan atas dasar demi kebaikan bersama untuk
semua.
2. Posisi Wanita dalam Mencari Nafkah