Kesetaraan Gender di Indonesia

44

C. Kesetaraan Gender di Indonesia

Menyoal seputar perkembangan gerakan wanita Islam di Indonesia tentu saja kita tidak bisa melepaskan dari wacana gender. Perkembangan wacana gender di Indonesia hingga saat ini sepertinya sudah mulai menjauhi subtansi dasar revalitasi kewanitaan atau dengan bahasa lainnya sudah cukup liberal. Walaupun dilihat dari segi wacananya terlampau hegemonik dan seakan telah berhasil memindahkan nilai-nilai humanistik secara utuh, akan tetapi perkembangan pesat tersebut ternyata pada tataran empiris sosio-kultural dirasakan masih lambat. Demikian analisa yang dikemukan oleh Budi M Rahman. Terkait dengan wacana gender di Indonesia, terjadi dan berkembang sekitar di era 80-an, sementara mulai memasuki isu keagamaan pada era 90-an. Isu tersebut mengalami perkembangan sejalan dengan masuknya buku-buku terjemahan yang berwawasan gender atau bisa dikategorikan feminis seperti buku-buku Aminah Wadud Muhsin, Fatima Mernissi, Zafrullah Khan. Ketiga buku tersebut termasuk kontroversial pada waktu itu. Tak bisa dipungkiri juga adalah sumbagan Wardah Hafidz, yang mengambil spesialisasi bidang gender dan Islam. Dia yang melakukan rintisan dalam mensosialisasikan wacana tersebut di Indonesia. Selain itu, ada Lies Marcoes. Bisa dikatakan, selama 10 tahun atau 5 tahun terakhir ini perkembangan isu gender sangat pesat dan sangat produktif sekali, jauh lebih pesat dari isu-isu lainnya seperti pluralisme, yang juga tak kalah pentingnya. 45 Nampaknya isu gender telah mendorong satu kesadaran yang khas bukan hanya semata-mata karena pandangan filosofis atau wacana, tapi punya implikasi praktis yang memang sangat dituntut. Dari segi wacana, isu ini sudah berkembang sangat progresif, bahkan cenderung liberal. Majalah Ulumul Qur’an-pun sampai pernah melampirkan nomor khusus tentang isu gender pada tahun 1995, hingga pada akhirnyapun banyak orang yang antusias. Harus diakui isu gender memang masih berputar di kalangan terpelajar, mahasiswa, Dosen, dan para peminat studi keilmuan. Fenomena ini terjadi bukan hanya di kalangan Islam saja tapi juga pada masyarakat umum. Lembaga feminsme seperti Klayanamitra banyak memberi sumbangan dalam mempopulerkan isu gender di Indonesia. Ada beberapa fakta peristiwa-peristiwa yang berkembang di masyarakat yang berhubungan dengan kesetaraan gender. Antara lain yaitu seputar kekerasan dalam rumah tangga KDRT, KDRT mengandung pengertian adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, danatau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkungan rumah tangga. 36 36 UU KDRT, Pasal 1 ayat 1 46 Hal lain yang berhubungan dengan kesetaraan gender ialah isu seputar peranan kaum perempuan dalam kehidupan publik. Mengacu pada UUD 1945, bahwa baik perempuan maupun laki-laki memiliki hak yang sama untuk duduk di lembaga legislatif sebagaimana dinyatakan oleh Pasal 22 E Ayat 4 yang berbunyi: “Peserta pemilihan umum umtuk memilih anggota DPD adalah perseorangan.” Dapat juga dilihat dalam Pasal 65 Ayat 1 UU Pemilu: “Setiap Partai Politik Peserta Pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD KabupatenKota untuk setiap Daerah Pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan skurang-kurangnya 30. Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB terus-menerus mendesak kepada semua negara anggota PBB untuk melakukan berbagai langkah tindak, termasuk pembuatan, penghapusan dan penyempurnaan Undang-Undang untuk menghapus diskriminasi dan kekerasan terhadap wanita. Menjelang diselenggarakannya Konferensi Dunia Hak Azasi Manusia di Wina tahun 1993, maka pada tahun 1992 Komite Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, dikenal juga sebagai Komite CEDAW, pada sidang ke-11, menghasilkan Rekomendasi Umum No.19 tentang Kekerasan Terhadap Perempuan. Secara tegas dinyatakan bahwa kekerasan adalah suatu bentuk diskriminasi terhadap perempuan, dan memberikan rekomendasi agar dilakukan langkah-langkah tindak yang tepat untuk menghapus 47 kekerasan dan memberikan perlindungan dan pelayanan berguna bagi wanita korban kekerasan. 37 Pada tingkat nasional telah pula diterbitkan dua dokument penting yang dapat digunakan dalam kajian mengenai hak-hak wanita, yaitu UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia khususnya tentang hak-hak azasi wanita pasal 45-pasal51. Dalam bulan Desember 2000 diterbitkan Isntruksi Presiden No.9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender. Presiden memberikan instruksi kepada Menteri, Kepada Lembaga Pemerintahan Non-Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga TertinggiTinggi Negara, Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Gubernur, BupatiWalikota, untuk mengarusutamakan gender ke dalam semua proses pembangunan nasional. Tujuan dari pengarusutamaan gender ialah menarik wanita ke dalam arus utama pembangunan bangsa dan masyarakat sebagai warganegara yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki. Pengarusutamaan gender berfungsi untuk menciptakan mekanisme- mekanisme kelembagaan bagi kemajuan wanita di semua bidang kegiatan dan kehidupan masyarakat dan pemerintah. Tujuan pengarusutamaan gender ialah mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender di dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan negara melalui perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, 37 Kelompok Kerja Convention Watch, Pusat Kajian Wanita dan Jender, Universitas Indonesia,Hak Azasi Prempuan Instrumen Hukum untuk Mewujudkan Keadilan Gender, Jakarta:Obor Indonesia, 2007h.x 48 pemantauan dan evaluasi kebijakan dan program pembangunan nasional. Peraihan kesetaraaan dan keadilan gender melalui pemberdayaan wanita merupakan tujuan pengarusutamaan gender. Dengan 4 Rekomendasi Umum Komite Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan Comitte in the Elimination of Discrimination Against Women, Rekomendasi Umum No.21 tentang Kesetaraan dalam Perkawinan dan Hubungan Keluarga, Pasal 16 Konvensi Sessi Ketigabelas, 1994, Rekomendasi Umum No.23 tentang Kehidupan Politik dan Publik, Pasal 7 dan 8 Konvensi Sessi Keenambelas, 1997, Rekomendasi Umum No. 24 tentang Perempuan dan Kesehatan, Pasal 12 Konvensi Sessi Keduapuluh, 1999, dan Rekomendasi Umum No. 25 tentang Pasal 4 ayat 1 Konvensi, tentang Tindakan Khusus Sementara Sessi Keduapuluh, 1999. Rekomendasi Umum tersebut dirumsukan oleh Komite, yang terdiri dari para ahli yang bermartabat tinggi dan kompeten dalam bidang-bidang yang dicakup oleh Konvensi. Komite dibentuk berdasarkan Pasal 17 Konvensi, dan bertugas untuk menilai kemajuan yang dicapai dalam implementasi Konvensi di Negara-negara Pihak. 38 Republik Indonesia No. 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dan Penjelasan 38 Digunakan istilah Negara Pihak States Party, dan bukan Negara Perserta yang digunakan dalam UU No. 7 tahun 1984. Hal ini dilakukan mengikuti istilah yang digunakan dalam UU No. 11 tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights Konvenan Interrnasional Tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, dan UU No. 12 tahun 2005 Tentang Pengesahan Internasional Covenant on Civil and Political Rights Konven Internasional Tentang Hak-hak Sipil dan Politik. 49 Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 4 Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga. 39 39 Kelompok Kerja Convention Watch, Pusat Kajian Wanita dan Jender, Universitas Indonesia,Hak Azasi Prempuan Instrumen Hukum untuk Mewujudkan Keadilan Gender, Jakarta:Obor Indonesia, 2007h.xvi 50

BAB III PROFIL PPP