Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

4 mendua.Di satu sisi, prinsip yang menyatakan bahwa perkawinan yang merupakan institusi monogami dianggap telah mendasari ketentuan-ketentuan hukum tersebut Pasal 3; dan memang salah satu tujuan utama dari UU Perkawinan adalah untuk menekan tingkat perkawinan poligami. Di sisi lain, UU tersebut memperkenankan laki-laki untuk mempunyai lebih dari seorang istri jika ia mampu memenuhi persyaratan dari sejumlah ketentuan UU tersebut, diperbolehkan oleh agamanya, dan memperoleh izin dari Pengadilan Agama. 3 Ketentuan yang sama tetap dipertahankan dalam Kompilasi Hukum Indonesia KHI yang ditetapkan pada tahun 1991. Pengadilan dalam hal ini memainkan peran penting dalam pemberian izin kepada suami untuk berpoligami. Meskipun demikian baik UU No. 1 1974 maupun KHI tidak mencantumkan sanksi hukum terhadap pihak yang melakukan pelanggaran. Sanksi poligami baru dapat ditemui dalam Peraturan Pemerintah No.9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No.11974, disebutlkan bahwa pelaku poligami tanpa izin Pengadilan dapat dijatuhi hukuman denda Rp. 7.500,-.Sanksi hukum juga dikenakan kepada petugas pencatat yang melakukan pencatatan perkawinan seorang suami yang akan berpoligami tanpa izin Pengadilan dengan hukuman kurungan maksimal 3 bulan atau denda maksimal Rp. 7.500,-. Selain itu, hukuman yang relatif berat dijatuhkan bagi Pegawai Negeri Sipil yang berpoligami di luar ketentuan yang ditetapkan. Disebutkan dalam 3 Ibid., hal. 3 5 Surat Edaran No.48SE1990 tentang Petunjuk Pelaksanaan PP No. 451990 tentang perubahan atas PP No. 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Pegawai Negeri Sipil, bahwa PNS dan atau atasanpejabat, kecuali Pegawai Bulanan di samping pensiunan, dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan PP No.301980 tentang Peraturan Disiplin PNS. Meskipun kini perkawinan poligami telah dan agaknya akan menjadi hal yang jarang terjadi di Indonesia, namun efektifitas hukum yang mengatur poligami kelihatannya masih diragukan. Di antara faktor penyebabnya adalah sanksi hukum atas pelanggaran UU ini, denda Rp. 7.500,- atau kurungan 3 bulan, sudah dianggap tidak sesuai kondisi saat ini. Hukuman tersebut tidak cukup keras mencegah pelanggaran hukum tersebut. Selain itu masih terjadinya dualisme hukum di Indonesia: Hukum Islam tradisional versus hukum negara, mengakibatkan para pelaku poligami lebih memilih berlindung pada hukum Islam tradisional yang mengabsahkan poligami tanpa khawatir akan dijatuhi hukuman seperti yang diberlakukan oleh Hukum Islam “produk negara”. Sedangkan pemberlakuan sanksi bagi PNS meskipun cukup berat namun disayangkan hanya untuk kalangan terbatas. 4 Walaupun sudah diatur dalam berbagai peraturan, nampaknya masyarakat Indonesia belum mematuhi peraturan ini sebagaimana meskinya. 4 Ibid., hal. 5. 6 Namun kenyataannya dilapangan, masih banyak orang Islam yang melakukan poligami liar dengan berbagai alasan dan kepentingan. 5 Salah satu trend reformasi hukum keluarga di Dunia Islam modern adalah diberlakukannya sanksi hukum kriminalisasi. Keberanjakan dari hukum klasik yang cenderung tidak memiliki sanksi hukum, misalnya, beralih kepada aturan-aturan dan hukum produk negara yang tidak saja membatasi dan mempersulit, namun bahkan melarang dan mengkategorikan suatu masalah seputar hukum keluarga sebagai perbuatan kriminal. Seperti dalam hal poligami, meskipun kriminalisasi poligami belum menjadi potret umum dari hukumundang-undang yang berlaku di negara-negara Muslim, namun keberadaannya semakin dipertimbangkan dan tetap menjadi salah satu topik hangat masyarakat Muslim Dunia saat ini. Adalah menarik jika kriminalisasi poligami di Indonesia juga dapat ditelaah lebih dekat, dan melihat bagaimana sebagian negara Muslim lain memberlakukannya, kemudian dikomparasikan satu sama lain dalam konteks doktrin Hukum Islam konvensional, antar negara, dan posisinya sebagai salah satu citra dinamisasi dalam hukum Islam, khususnya hukum keluarga Negara Muslim modern. 6 5 Yayan Sopyan, Islam Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, Jakarta , PT. Wahana Semesta Intermedia, cet. Kedua, hal. 166. 6 Zaki Saleh, “Kriminalisasi Trend Reformasi Hukum Islam”. Artikel diakses pada 19 November 2013 dari http:publik-syariah.blogspot.com201104Kriminalisasi-trend-reformasi.html. 7 Pengetahuan perbandingan hukum keluarga Islam ini sangat penting di Indonesia, karena seringkali kita memperdebatkan sesuatu hal yang orang lain di Negara lain telah menyelesaikan masalah itu puluhan tahun sebelumnya. Walaupun agak distinctive, apa yang ditetapkan di Indonesia bukanlah sesuatu hal yang baru. Di beberapa negara Muslim, praktik poligami juga masih boleh dilakukan dengan beberapa pembaharuan dalam praktik atau pemberlakuannya. Di Mesir misalnya, poligami masih diperbolehkan untuk dilakukan sesuai ketentuan dan syarat yang telah diberlakukan. 7 Turki dan Tunisia adalah dua di antaranegara-negara berpenduduk mayoritas beragama Islam yang melakukan pelarangan terhadap kaum prianya melakukan poligami. Melalui Majallah al-ahwal-Sykhsiyyah No. 66 tahun 1956 dimodifikasi pada tahun 1959,1964,1981 dan 1993, Tunisia melarang praktik poligami secara mutlak. Dan, melalui UU civil Turki Tahun 1926, Turki juga secara jelas melarang praktik poligami. 8 Namun tidak diberlakukannya sanksi hukum. Berbeda dengan Negara Tunisia. Negara Tunisia mutlak melarang poligami dan diberlakukannya sanksi hukum terhadap pelaku poligami. Inilah yang menarik dari Negara Tunisia. Apa yang melatar belakangi negara Tunisia melakukan sanksi terhadap pelaku poligami yang memang bukan isu baru dalam wacana dan perdebatan hukum islam. 7 Asep Saeupuddin Jahar,dkk, Hukum Keluarga, PidanaEkonomi, Kajian Perundang-Undangan Indonesia, fikih dan Hukum Internasional, Jakarta, Kencana, 2003, Cet. Pertama, hal. 33. 8 Ibid., hal. 34. 8 Untuk itu penulis tertarik dengan masalah tersebut di atas maka penulis akan menuangkan dalam bentuk karya ilmiah dengan judul “Kriminalisasi Poligami Dalam Hukum Keluarga di Dunia Islam Studi Komparatif Undang- Undang Hukum Keluarga Indonesia_Tunisia”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah Meniadakan adanya kajian yang menjadi luas dan tidak terbatas, disebabkan terlalu banyaknya negara Islam yang ada di dunia ini, maka penulis membatasi permasalahan dan akan menjelaskan mengenai kriminalisasi terhadap pelaku poligami di Indonesia dan Tunisia. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka penulis dapat menarik beberapa rumusan masalah untuk menemukan jawaban-jawaban di atas: “Dalam teks syari‟ah maupun fiqh terdapat perbedaan untuk berpoligami, sekalipun tingkat kebebasan dan kemutlakannya berbeda di kalangan ulama. Dalam peraturan hukum keluarga Tunisia mutlak dilarang dan menerapkan sanksi hukum terhadap pelaku poligami, sedang dalam peraturan perundangan Indonesia diperbolehkan dengan syarat-syarat yang ketat. Untuk inilah penulis ingin menelusuri lebih jauh analisis perbandingan terhadap peraturan perundangan Hukum keluarga Tunisia dan Indonesia ”. 9 2. Perumusan Masalah Rumusan tersebut di atas dapat dirinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: a. Bagaimana poligami menurut Hukum Perkawinan Islam di Indonesia dan Tunisia? b. Bagaimana bentuk sanksi pelaku poligami di Indonesia dan Tunisia? c. Apa perbedaan dan persamaan sanksi poligami di Indonesia dan Tunisia?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui poligami menurut hukum perkawinan Islam di Indonesia dan Tunisia b. Untuk mengetahui bentuksanksi pelaku poligami di Indonesia dan Tunisia c. Untuk mengetahui perbedaan dan persamaan sanksi poligami di Indonesia dan Tunisia 2. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: a. Bagi penelitipenulis sebagai tugas akhir untuk mendapatkan gelar strata satu S1 dan dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang ini. 10 b. Penulisan skripsi ini diharapkan mampu mengembangkan ilmu pengetahuan, menambah khazanah keilmuan dibidang hukum islam khususnya bidang perkawinan. c. Penelitian ini diharapkan akan menjadi pelengkap penelitian-penelitian sebelumnya. d. Memberikan sumbangan kepada mahasiswa atau siapa saja yang konsen dengan permasalahan ini.

D. Tinjauan Pustaka

Setelah penyusun melakukan penelusuran dan pengkajian terhadap karya-karya ilmiah skripsi yang ada, terdapat beberapa skripsi yang membahas aturan poligami namun hanya terdapat satu yang membahas poligami dalam hukum keluarga di dunia muslim tentunya mempunyai hubungan dengan judul skripsi ini. Di antaranya adalah : 1. Aris Munandar, Poligami dalam Hukum Keluarga di Dunia Islam Studi Perbandingan Hukum Keluarga Indonesia-Turki, Fakultas Syariah dan Hukum, 2007. Skripsi ini lebih ditekankan dalam hal perbandingan poligami di negara Indonesia_Turki dengan studi perbandingan hukum keluarga Indonesia No 1 Tahun 1974 Indonesia : The Law On Marrieg 1974. Dan Turkey : Fifty Years of Personal Reform 1915-1965 Turki : 50 Tahun Pembaharuan Hukum Tentang Pribadi 1915-1965 . 11 Perbedaan dengan skripsi ini yaitu skripsi ini lebih menekankan dalam hal kriminalisasi terhadap pelaku poligami yang dikomparasikan dengan negara Tunisia. 2. Arifin, Kontroversi atas Wacana Revisi Aturan Poligami di Indonesia, Fakultas Syariah dan Hukum, 2008. Skripsi ini membahas Kontroversi publik antara yang pro dan kontra terhadap aturan poligami di indonesia Perbedaan dengan skripsi ini yaitu melihat dari adanya pro dan kontra dari aturan poligami dan dari kenyataan poligami di Masyarakat Indonesia sehingga perlunya melihat aturan hukum di negara muslim lainnya yakni penulis khususkan mengenai negara Tunisia yang mutlak melarang poligami. 3. Eri Prima, Kritik Feminisme Terhadap Aturan Poligami di Indonesia, Fakultas Syariah dan Hukum, 2010. Skripsi ini menekankan pada Aturan Poligami di Indonesia ditinjau dari Perspektif Feminisme. Yakni dalam aturan yang ada, peluang untuk berpoligami masih terbuka walau tidak terlalu besar. Namun pada kenyataan di lapangan masihmelahirkan kekerasan terhadap wanita dalam rumah tangga. Perbedaan dengan skripsi ini yakni skripsi ini lebih menekankan pada hal aturan sanksi hukum terhadap pelaku poligami di Indonesiayang di komparasikan dengan negara Tunisia.