Poligami dalam UUD No. 1 Tahun 1974

50 Negeri Sipil PNS. 38 PP ini dibuat sebagai pelaksana dari undang-undang perkawinan. Dalam PP ini diatur Pegawai Negeri Sipil yang berniat bercerai atau menikah lagi harus memperoleh izin dari atasannya, pegawai negeri juga dilarang “hidup bersama diluar nikah” bila dilanggar sangsinya pemecatan. 39 PP ini terbit tanggal 21 April 1983. Sedangkan PP No. 45 tahun 1990 terbit pada tanggal 6 september 1990 yang bertujuan memperkuat PP No. 10 tahun 1983. PP ini dinilai tidak banyak manfaatnya, karena dalam salah satu pasalnya menyebutkan bahwa Pegawai Negeri Sipil perempuan dilarang sama sekali menjadi istri kedua, ketiga, dan keempat hal ini dianggap memperlemah posisi pegawai perempuan bila dihadapkan pada situasi harus menjadi istri kedua suatu hal yang sering tak terhindarkan. 40 Pada tanggal 5 desember 2006 Presiden berencana memberlakukan PP No. 10 tahun 1983 dan PP No.45 tahun 1990 untuk seluruh masyarakat, tak hanya Pegawai Negeri Sipil, rencana rencana ini ditentang oleh sejumlah tokoh Islam. presiden kemudian minta agar masalah perkawinan dan poligami ini dikembalikan ke UU dan PP yang ada. 38 Sudirman Tebba, Perkembangan Mutakhir Hukum Islam di Asia Tenggara: Studi Kasus Hukum Keluarga dan Pengkodifikasiannya, Bandung: Mizan, 1993, hal . 359. 39 Nunuy Nurhayati, “Pasang Surut Aturan Poligami, Tempo, Desember 2006, hal. 110. 40 Nurhayati, Pasang Surut Aturan Poligami, hal. 110. 51

4. Poligami dalam Inpres No 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum

Islam KHI Kebutuhan akan adanya KHI bagi pengadilan agama sudah lama menjadi catatan dalam sejarah Departemen Agama. Usaha dalam penyusunan KHI adalah merupakan bagian upaya kita dalam rangka mencari pola fikih yang bersifat khas Indonesia atau fiqih yang bersifat kontekstual, maka proses ini telah berlangsung lama sekali sejalan dengan perkembangan hukum Islam di Indonesia. Menurut Bustanul Arifin seorang ketua Hakim Agung mengatakan bahwa ide-ide Kompilasi Hukum Islam timbul setelah berjalan dua setengah tahun Mahkamah Agung membina bidang teknik yudistial Pengadilan Agama. Dari upaya-upaya tersebut ada beberapa tahapan-tahapan sehingga lahirnya KHI: a. Periode awal sampai tahun 1945 Pada zaman penjajahan VOC kedudukan Hukum Islam dalam bidang kekeluargaan diakui bahkan dikumpulkan dalam sebuah peraturan yang dikenal dengan frever Compendium 1760 M. Selain itu telah dibuat pula kumpulan hukum perkawinan dan kewarisan Islam untuk daerah Cirebon, Semarang, Makasar. Di Indonesia kita mengenal adanya hukum adat dimana hukum adat menjadi sebuah patokan sehingga timbulnya hukum Islam. 52 Belakangan aliran hukum adat yang dipelopori oleh Voller Hoven, Ferhar dan juga Snouck Hourgrounye, menentang teori Receptie In Complexu. Dengan teori resepsinya yang menyatakan bahwa hukum Islam baru diberlakukan bagi pribumi apabila sudah diterima oleh hukum adat. Mereka berhasil memasukan prinsip teori itu kedalam UUD Hindia Belanda yang baru IS-Indisches Staatregeling 1919 dalam pasal 134 ayat 2 yang berbunyi: Dalam hal terjadi perkara perdata antara sesama orang Islam akan diselesaikan oleh hakim agama Islam, apabila keadaan tersebut telah diterima oleh hukum adat mereka dan sejauh tidak ditentukan oleh ordonansi. Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1922 membentuk sebuah komisi untuk meninjau kedudukan dan wewenang dari priesterrad. Diketuai oleh wakil penasehat urusan pribumi dan Islam, dua orang bupati, dua orang penghulu, seorang tokoh pergerakan Islam dan juri Belanda Terhater. Setelah bekerja selama empat tahun maka pada tahun 1926 komisi itu menyampaikan hasil kerjanya, berupa sebuah rancangan ordonansi tentang penghoeleogerecht pengadilan penghulu yang baru diumumkan dengan stb. 1931 No. 153. Kemudian pada saat yang bersamaan penguasa Hindia Belanda melakukan tindakan yang dapat diambil manfaatnya oleh Al-Tasyrifil