25
b. PP No 9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974
Menyangkut prosedur melaksanakan poligami aturannya dapat dilihat dalam PP No. 9 th 1975. Pada pasal 40 dinyatakan bahwa:
Apabila seorang suami bermaksud untuk beristri lebih dari seorang maka ia wajib mengajukan permohonan secara tertulis pada
pengadilan.Sedangkan tugas pengadilan diatur dalam pasal 41 PP No. 9 th 1975 sebagai berikut:
Pengadilan kemudian memeriksa mengenai: 1
Ada atau tidaknya alasan yang memungkinkan seorang suami kawin lagi.
2 Ada atau tidak adanya persetujuan dari istri, baik persetujuan lisan
maupun tertulis, apabila persetujuan itu merupakan persetujuan lisan, persetujuan itu harus di ucapkan di depan sidang pengadilan.
3 Ada atau tidak adanya kemampuan suami untuk menjamin
keperluan hidup istri-istri dan anak-anak, dengan memperlihatkan: a
Surat keterangan mengenai penghasilan suami yang ditandatangani oleh bendahara tempat bekerja.
b Surat keterangan pajak penghasilan.
c Surat keterangan lain yang dapat diterima oleh pengadilan.
26
4 Ada atau tidak adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil
terhadap istri-istri dan anak-anak mereka dengan pernyataan atau janji dari suami yang dibuat dalam bentuk yang ditetapkan untuk
itu. Berikutnya pada pasal 42 juga dijelaskan keharusan pengadilan
memanggil para istri untuk memberikan kejelasan atau kesaksian. Di dalam pasal ini juga dijelaskan bahwa pengadilan diberi waktu selam 30
hari untuk memeriksa permohonan poligami setelah diajukan oleh suami lengkap dengan persyaratannya.
21
Pengadilan agama memiliki wewenang untuk memberikan izin kepada seseorang untuk melakukan poligami. Hal ini dinyatakan di dalam
pasal 43 yang berbunyi: Apabila pengadilan berpendapat bahwa cukup alasan bagi
pemohon untuk beristri lebih dari seorang, maka pengadilan memberikan putusan yang berupa izin untuk beristri lebih dari seorang.
Selain menjelaskan tentang prosedur permohonan untuk beristri lebih dari seorang dalam PP ini juga diatur tentang ketentuan pidana bagi
yang melanggar pasal-pasal tersebut diatas. Pasal 45 menyebutkan:
21
Pasal 42 ayat 2 PP No. 9 tahun 1975: Pemeriksaan pengadilan untuk itu dilakukan oleh hakim selambat-lambatnya 30 hari setelah diterimanya surat permohonan beserta lampiran-lampirannya.
27
Barang siapa yang melanggar ketentuan yang diatur dalam pasal 3, 10 atau 40 peraturan pemerintah ini dihukum dengan hukuman denda
setinggi-tingginya Rp 7500,- Tujuh ribu lima ratus rupiah.
c. Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan
dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil
Secara umum pernikahan dan perceraian bagi seluruh warga negara Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1975. Selain itu khusus bagi warga negara Indonesia yang berstatus sebagai Pegawai
Negeri Sipil yang akan melangsungkan perkawinan dan perceraian juga harus tunduk pada ketentuan lain, ketentuan yang dimaksud adalah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, dan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 tahun 1990 tentang perubahan atas PP No. 10 Tahun 1983.
Dalam penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi
Pegawai Negeri Sipil, dijelaskan Pegawai Negeri Sipil adalah unsur aparatur negara, abadi negara, dan abadi masyarakat yang harus menjadi
tauladan yang baik bagi masyarakat dalam tingkah laku, tindakan, dan ketaatan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
28
Untuk dapat melaksanakan kewajiban yang demikian itu, maka Pegawai Negeri Sipil harus ditunjang oleh kehidupan berkeluarga yang
serasi, sehingga setiap Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugasnya tidak akan banyak terganggu oleh masalah-masalah dalam keluarganya.
Sehubungan dengan contoh dan tauladan yang diberikan oleh Pegawai Negeri Sipil kepada bawahan dan masyarakat, maka kepada
Pegawai Negeri Sipil dibebankan ketentuan disiplin yang tinggi. Untuk melakukan perkawinan dan perceraian Pegawai Negeri Sipil harus terlebih
dahulu memperoleh izin dari pejabat yang bersangkutan. Pegawai Negeri Sipil Pria yang akan beristri lebih dari seorang dan Pegawai Negeri Sipil
wanita yang akan menjadi istri keduaketigakeempat dari seorang yang bukan Pegawai Negeri Sipil diharuskan memperoleh izin terlebih dahulu
dari pejabat. Demikian juga Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian harus memperoleh izin terlebih dahulu dari pejabat. Sedangkan
Pegawai Negeri Sipil yang tidak diizinkan untuk menjadi istri kedua, ketiga, keempat dari Pegawai Negeri Sipil.
Dalam Peraturan Pemerintah ini pengertian Pegawai Negeri Sipil selain sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1974 tentang pokok-pokok kepegawaian termasuk juga pegawai bulanan disamping pegawai pensiun, pegawai bank milik Negara, Pegawai Badan
Usaha Milik Negara, Pegawai Bank Milik Daerah, Pegawai Badan Usaha