Pengertian Kriminalisasi Praktik Poligami Sekilas Tentang Poligami

18 tidak disyaratkan keadilan hati dan cinta. Terlebih, keadilan dalam masalah nafkah juga tidak ditekankan. Namun, sejalan dengan perkembangan zaman dan cara berfikir tentang perlindungan hak-hak individu manusia, aturan poligami yang ditemukan dalam buku-buku fikih mengalami penafsiran ulang dan pembaharuan baik di Indonesia maupun di negara muslim lainnya. 12

B. Poligami dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia

1. Sekilas Gambaran Umum Hukum Islam di Indonesia

Negara Indonesia adalah merupakan negara kesatuan yang berbentuk Republik dengan kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar 13 . Pancasila adalah dasar ideal negara dan Undang-undang Dasar 1945 adalah dasar struktural negara yang menggambarkan bahwa negara Indonesia adalah negara yang menghargai dan menghormati kehidupan beragama. Sampai saat sekarang ini di negara Republik Indonesia berlaku berbagai sistem hukum, yaitu sistem hukum adat, hukum Islam serta hukum Barat baik itu civil law maupun common law atau hukum anglo sakson. Indonesia adalah salah satu negara yang secara konstitusional tidak menyatakan diri sebagai negara Islam tetapi mayoritas penduduknya 12 Asep Saeupuddin Jahar,dkk, Hukum Keluarga, PidanaEkonomi, Kajian Perundang-Undangan Indonesia, fikih dan Hukum Internasional, hal. 29-30 13 Pasal 1 UUD 1945 19 menganut agama Islam. Secara sosiologis, hukum Islam dapat dikatakan telah berlaku di Indonesia, sebab sebagian hukum Islam telah hidup dan berkembang di masyarakat sejak zaman kerajaan-kerajaan Islam, kemudian berlaku pada masa penjajahan kolonial Belanda hingga zaman kemerdekaan. Secara yuridis, sebagian hukum Islam telah dilaksanakan. Namun, perlu diketahui penerapan prinsip berangsur-angsur dalam pengundangan hukum Islam di Indonesia. 14

2. Poligami di Indonesia

Indonesia yang dikenal sebagai negara muslim terbesar, menerapkan hukum poligami relatif lebih longgar dibandingkan negara-negara muslim lain. 15 Ini disebabkan karena masih adanya praktik kawin bawah tangan yang biasa dikenal dengan nikah siri, yakni nikah yang hanya dilaksanakan secara Islam, tetapi tidak dicatat di KUA. Nikah seperti ini dianggap sah menurut agama tetapi tidak memiliki kekuatan hukum. 16 Masyarakat menganggap perkawinan ini sah secara agama, meskipuntidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Di Indonesia dalam hal poligami dibatasi dengan ketat. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 menggunakan istilah “poligami” yang sudah populer dalam masyarakat. Menurut Undang-Undang 14 Supriyadi, Dedi dan Mustofa. Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Islam Bandung: Pustaka Al-Fikriis 2009, hal. 183-184. 15 Abdul Manan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2006, hal. 9-10. 16 H.M. Nurul Irfan, Nasab Status Anak dalam Hukum Islam, Jakarta: AMZAH, 2013, hal. 211. 20 perkawinan ini adalah perkawinan yang bersifat monogami, namun demikian beristeri lebih dari satu orang dapat dibenarkan asalkan tidak bertentangan dengan hukum agama yang dianutnya. Beristeri lebih dari satu orang dapat dibenarkan asalkan dipenuhi beberapa alasan dan syarat tertentu yang ditetapkan oleh undang-undang. Perkawinan lebih dari satu orang dapat dilaksanakan apabila ada izin dari Pengadilan Agama terlebih dahulu. Dalam pasal 4 dan 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dijelaskan bahwa seorang pria yang bermaksud kawin lebih dari satu orang harus ada alasan-alasan yaitu 1 isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri; 2 istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; 3 istri tidak dapat melahirkan keturunan. Tidak dijelaskan secara rinci apakah ketentuan tersebut ini bersifat kumulatif atau alternatif. Oleh karena itu, penggunaan-penggunaan alasan tersebut diserahkan kepada hakim. 17 Apabila alasan-alasan sebagaimana tersebut di atas sudah terpenuhi, maka Pengadilan Agama juga harus meneliti apakah ada atau tidaknya syarat- syarat tertentu secara kumulatif yaitu 1 persetujuan dari istri atau istri- istrinya, kalau ada harus diucapkan di muka majelis hakim; 2 kemampuan dari material dari orang bermaksud menikah lebih dari satu orang; 3 jaminan berlaku adil terhadap istri-istrinya apabila ia sudah menikah, jaminan 17 Abdul Manan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, hal. 9-10. 21 berlaku adil ini dibuat dalam persidangan majelis hakim. Apabila syarat- syarat ini sudah terpenuhi secara kumulatif, maka barulah Pengadilan Agama memberi izin kepada pemohon untuk melaksanakan perkawinan lebih dari satu orang. Apabila perkawinan lebih dari satu orang tidak dilaksanakan sebagaimana ketentuan tersebut di atas, maka perkawinan tersebut tidak berdasarkan hukum dan kepada pelakunya dapat dikenakan sanksi sebagaimana tersebut dalam pasal 44 dan 45 undang-undang perkawinan. Poligami atau perkawinan lebih dari satu orang merupakan suatu hal yang sangat ditakuti oleh setiap kaum wanita. Pelaksanaan poligami atau kawin lebih dari satu orang tanpa dibatasi oleh peraturan yang membatasinya secara ketat, maka akan menimbulkan hal-hal yang bersifat negatif dalam menegakkan rumah tangganya. Biasanya hubungan dengan isteri muda madunya istri tua menjadi tegang, sementara itu anak-anak yang berlainan ibu itu menjurus kepada pertentangan yang membahayakan kelangsungan hidupnya, hal ini terjadi biasanya kalau ayah meninggal dunia. Agar hal-hal yang bersifat negatif itu tidak terjadi dalam rumah tangga orang-orang yang kawin lebih dari satu orang, maka undang-undang perkawinan ini membatasi secara ketat pelaksanaan perkawinan yang demikian itu, dengan mengantisipasi lebih awal membatasi kawin lebih dari satu orang itu dengan alasan-alasan dan syarat-syarat tertentu. Undang-undang perkawinan