39
“Dalam waktu yang sama seorang laki-laki hanya diperbolehkan mempunyai satu orang perempuan sebagai istrinya, seorang perempuan
hanya satu orang laki-laki sebagai sumainya”.
27
Sebenarnya pasal ini hampir sama dengan pasal 1 Undang-Undang Perkawinan yeng memberikan definisi tentang perkawinan. perkawinan
ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang
bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa. Definisi ini sebenarnya memberikan pemahaman perkawinan adalah akad antara
seorang pria dan wanita yang disimpulkan ini prinsip monogami.
C. Poligami Dalam Hukum Keluarga Islam di Tunisia
1. Sekilas tentang Negara Tunisia
Tunisia merupakan salah satu negara yang terletak di Afrika Utara, sebelah Barat berbatasan dengan Algeria, Utara dan Timur dengan
Mediterania dan selatan Libya. Tunisia termasuk kepulauan Karkunna untuk daerah Timur, sementara di bagian Tenggara termasuk kepualauan Djerba.
Tunisia mempunyai penduduk 7.424.000 data tahun 1986, dan hampir 97 memeluk agama Islam. Negara yang memiliki luas wilayah 163.610 km
memperoleh kemerdekaan pada tahun1956. Tunisia merupakan negara
27
Subekti dan Tjicrosudibyo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Jakarta: PT. Pradya Pramitra, 1996, hal. 8.
40
berbentuk republik yang dipimpin oleh seorang Presiden. Dengan presiden pertama Habib Bourguiba, yang membawahi 23 propinsi. Sebelumnya,
Tunisia merupakan wilayah Otonom dari Pemerintahan Turki Usmani dan pada tahun 1883 menjadi negara persemakmuran Perancis berdasarkan
perjanjian la marsa, dan pada tahun 1956 Tunisia memperoleh status merdeka.
28
Mayoritas masyarakatnya sekitar 98 adalah muslim Sunni, bermazhab Maliki dan sebagian Hanafi, karena itu dalam persoalan perdata,
kedua mazhab tersebut sama-sama dipergunakan. Namun banyak di antara berbagai dinasti yang pernah berkuasa di Tunisia baik asing maupun asli
Tunisia memiliki keyakinan yang berbeda- beda, seperti Dinasti Syi‟ah
Fatimiyah sekitar abad X. Setelah dinasti ini tumbang, praktisi kaum Syi‟ah
menjadi kelompok minoritas. Demikian pula mazhab Hanafi yang membentuk minoritas kecil di Tunisia, namun memberi pengaruh penting di
negeri ini sampai protektorat Perancis datang pada tahun 1883.
29
Langkah nasionalisme bangsa Tunisia dipelopori gerakan kalangan elit intelektual yang dikenal dengan Young Tunisans, yang bertujuan
mengasimilasi memadukan peradaban Perancis sampai akhirnya mereka
28
M. Atho Mudzhar dan Khairuddin Nasution, Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern : Studi Perbandingan dan Keberanjakan UU Modern dari Kitab-kitab fikih Jakarta: Ciputat Press, 2003,
hal. 83.
29
Zaki Saleh, “Kriminalisasi Trend Reformasi Hukum Islam”.
41
dapat mengatur negara mereka sendiri. Mereka menggerakkan semangat egalitarisme, namun Perancis tidak menanggapinya secara serius. Langkah
yang lebih serius dalam gerakan dasar nasionalis yang terjadi hanya sesaat sebelum dan sesudah Perang Dunia I dalam sebuah gerakan yang dipimpin
oleh Abd al-Aziz Thaalbi. Langkah ketiga datang pada tahun 1930-an saat seorang pengacara muda, Habib Bourguiba, memutuskan hubungan dengan
DESTOUR PARTY dan memproklamasikan Neo-Destour. Prancis mengakui otonomi Tunisia pada tahun 1955 dan kemerdekaannya pada Maret 1956.
Pada tahun 1957 negara Tunisia memilih Bourguiba sebagai presiden pertamanya.
30
Setelah merdeka pada 20 Maret 1956, Tunisia segera menyusun berbagai pembaharuan dan kodifikasi hukum berdasarkan mazhab Maliki dan
Hanafi. Upaya pembaharuan ini didasarkan pada penafsiran liberal terhadap Syariah, terutama yang berkaitan dengan hukum keluarga. Lahirlah Majallat
al-Ahwal asy-Syakhsiyyah yang kontroversial. Di bawah kepemimpinan Presiden Habib Bourguiba Tunisia menjadi negara Arab pertama yang
melarang poligami. Majallat itu sendiri mencakup materi hukum perkawinan, perceraian, dan pemeliharaan anak, yang berbeda dengan
ketetapan hukum Islam klasik. Pada perkembangan selanjutnya, Majallat atau Undang-Undang Status Personal tahun 1956 ini telah mengalami beberapa
30
Ibid., hal. 40.