Sejarah Terbentuknya Aturan Poligami di Tunisia

60 begitu saja dianggap bertentangan dengan diri sendiri; dan, karena itu, keadilan yang dituntut oleh “ayat poligami” tersebut harus ditafsirkan sebagai hal-hal yang dapat dilakukan oleh suami, dan bukan perasaan batin cintanya. 44 Pelarangan poligami ini terkait dengan prinsip pernikahan yang diperdebatkan kalangan ulama Tunisia dan para pembaharu di negeri itu. Menurut para pembaharu Tunisia, prinsip pernikahan dalam Islam adalah monogami, bukan poligami. Praktik poligami di Tunisia, menurut para pembaharu Tunisia, selalu menyuguhkan fenomena kehidupan yang tidak menyenangkan. Banyak kaum perempuan dan anak-anak yang terlantar. Karena itu, beberapa negara Islam seperti Maroko, Aljazair, dan Mesir memperketat praktik poligami. Tunisia bahkan secara tegas melarangnyadan menghukum pelakunya dengan hukuman penjara dan atau denda dengan sejumlah uang. 45 Tunisia dapat dianggap contoh terdepan bagaimana, pasca 1945, pembaruan cenderung lebih didasarkan pada hal yang dinyatakan sebagai hak negara Muslim, lewat penguasanya, untuk berijtihad. Tunisia menghapus hak poligami melalui Pasal 18 UU Status Personal Tunisia 1956, yang didasarkan pada penafsiran ulang Surat an-Nisa ayat 3. Tunisia menyamakan keadilan tidak saja dengan nafkah topangan finansial, namun juga dengan cinta dan kasih sayang. Dinyatakan pula bahwa hanya Nabi saw. yang dapat berlaku adil kepada 44 Zaki Saleh, “Kriminalisasi Trend Reformasi Hukum Islam”. 45 Supriyadi, Dedi dan Mustofa. Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Islam Bandung: Pustaka Al-Fikriis, 2009, hal. 110. 61 dua orang istri dengan cara demikian; oleh karena itu, dalam kondisi sekarang, anggapan tak terbantahkannya adalah bahwa seorang suami muslim tidak mungkin memenuhi persyaratan Alquran. Apa yang dilakukan oleh Tunisia dengan menerapkan UU tersebut, menurut Atho Mudzhar sebagaimana dikutip Fauzul Iman, bukan berarti telah keluar dari hukum Islam, akan tetapi lebih dilihat dari apa yang melatarbelakangi lahirnya UU tersebut. 46

C. Komparasi Sanksi Poligami Antara Indonesia dan Tunisia

Dari uraian di atas dapat diperoleh pemahaman bahwa langkah kriminalisasi poligami di dua negara muslim Indonesia dan Tunisia di atas telah menunjukkan suatu keberanjakan Hukum Keluarga dari aturan doktrin hukum Islam konvensional. Pemberlakuan sanksi hukum menjadi salah satu ciri dalam UU hukum keluarga di negara-negara Muslim modern. Salah satu langkah reformasi Hukum Keluarga di negara-negara Muslim modern adalah meninjau kembali sejumlah ketentuan hukum Islam klasik yang dianggap sudah tidak relevan dengan kondisi sosial dan tuntutan perubahan modern. Demikian pula halnya dalam masalah poligami. Aturan fikih konvensional yang menjadi referensi selama berabad-abad kini ditinjau kembali 46 Ibid., hal. 5. 62 dan digantikan dengan produk legislasi yang tampaknya diarahkan pada upaya mengangkat status wanita dan merespon tuntutan dan perkembangan zaman. 47 Begitupun di Negara Indonesia yang dikenal sebagai negara muslim terbesar, dalam hal poligami sangat diperketat dengan sejumlah alasan yang disusun dalam Undang-undang. Beristeri lebih dari satu orang dapat dibenarkan asalkan dipenuhi beberapa alasan dan syarat tertentu yang ditetapkan oleh undang-undang. Asas yang dianut UU Perkawinan di Indonesia yakni asas monogami. Menurut Yahya Harahap monogami yang tidak bersifat mutlak. Poligami ditempatkan di status hukum yang darurat emergency law, atau dalam keadaan yang luar biasa extra ordinary circumstance. Di samping itu lembaga poligami tidak semata-mata kewenangan penuh suami tetapi atas dasar izin dari hakim pengadilan. Hal ini bertujuan mengatur, membatasi dan berusaha lebih melindungi dan menjamin hak-hak kaum perempuan yang sering berada dalam posisi yang lebih lemah. Dalam hal sanksi Sampai saat ini, UU Nomor 1 Tahun 1974 memang belum mengatur sanksi pidana bagi suami yang menikah lagi tanpa izin Pengadilan Agama PA. 48 Ada ketentuan sanksi yang khusus diatur hanya untuk kalangan tertentu yakni PNS Pegawai Negeri Sipilatasan ketentuan inidiatur dalam Peraturan Pemerintah No.9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU 47 Ibid., hal. 32. 48 Lia Noviana, Persoalan Praktik Poligami dalam Masyarakat Islam,ejournal.umum.ac.id...1184_umum_Screntific_journal. Diakses pada 09 januari 2014 jam 18:59 63 No.11974, disebutkan bahwa pelaku poligami tanpa izin Pengadilan dapat dijatuhi hukuman denda Rp. 7.500,-. 49 Sanksi hukum juga dikenakan kepada petugas pencatat yang melakukan pencatatan perkawinan seorang suami yang akan berpoligami tanpa izin Pengadilan dengan hukuman kurungan maksimal 3 bulan atau denda maksimal Rp. 7.500,-. 50 Ketentuan sanksi baru akan ditetapkan dalam draf Rancangan Undang- Undang tentang Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan yang masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional Prolegnas tahun 2010. RUU itu memuat ketentuan pidana pasal 143-153 hukuman pidana tersebut mulai dari 6 bulan hingga 3 tahun dan denda mulai dari Rp 6 juta hingga Rp 12 juta. 51 Sedangkan di Tunisia, poligami menjadi barang terlarang bagi pria. Ketentuan yang melarang poligami di Tunisia diatur dalam Undang-Undang Status Perorangan The Code of Personal Status tahun 1956 pasal 18. Dalam pasal ini dinyatakan dengan tegas bahwa poligami dalam bentuk apapun dan dengan alasan apapun dinyatakan sebagai hal yang terlarang dan siapa yang melanggarnya maka ia dapat dipenjara selama 1 tahun atau denda 24.000 Francs . Presiden Bourguiba secara terang- terangan menyatakan bahwa “ide-ide yang berlaku di masa lampau, pada saat sekarang ternyata bertentangan dengan hati nurani manusia ” Ia menyatakan bahwa Islam telah membebaskan jiwa dan 49 Peraturan Pemerintah PP No. 9 1975 Pasal 45 ayat 1 50 Peraturan Pemerinta Pasal 45 ayat 2 51 Nasional.Kompas, “Program Legislasi Nasional”, artikel ini diakses pada 24 februari 2014 dari http:Nasional.Kompas.Com. 64 menyuruh manusia untuk meninjau kembali hukum-hukum agama sehingga mereka dapat menyesuaikannya dengan kemajuan yang dicapai manusia. Selain itu, para reformis di Tunisia menegaskan bahwa di samping seorang suami harus memiliki kemampuan finansial untuk menghidupi para istri, Alquran juga mensyaratkan pelaku poligami harus dapat berlaku adil kepada mereka. Aturan Alquran ini juga harus ditafsirkan, tidak hanya sekedar sebuah desakan moral, namun merupakan preseden kondisi hukum bagi poligami, dalam artian bahwa tidak satupun perkawinan kedua dapat diizinkan kecuali dan sampai terbukti dapat berlaku sama egaliter dimana para istri diperlakukan dengan adil. Namun melihat kondisi sosial dan ekonomi modern sepertinya sikap adil merupakan suatu hal yang mustahil. Ketika kondisi dasar poligami tidak dapat terpenuhi Hukum Tunisia secara singkat menyatakan “poligami adalah dilarang. Tabel Komparasi poligami No Komparasi Indonesia Tunisia 1 Poligami Diperketat dengan persyaratan alternatif dan komulatif yang ditentukan dalam UU Mutlak dilarang 2 Sanksi Hanya berlaku untuk PNSTNIPOLRI Berlaku untuk semua warga Tunisia 3 UUD yang mengatur PP No. 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan UU No. 11974 Pasal 45 Majallah al-ahwal al- syahsiyyah code of personal status 1956 Pasal 18 4 Hukuman Denda Rp 7.500,- dan kurungan penjara maks. 3 bulan Denda 240.000 Maliin dan kurungan penjara selama satu tahun