KUHPer BW Poligami dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia

41 dapat mengatur negara mereka sendiri. Mereka menggerakkan semangat egalitarisme, namun Perancis tidak menanggapinya secara serius. Langkah yang lebih serius dalam gerakan dasar nasionalis yang terjadi hanya sesaat sebelum dan sesudah Perang Dunia I dalam sebuah gerakan yang dipimpin oleh Abd al-Aziz Thaalbi. Langkah ketiga datang pada tahun 1930-an saat seorang pengacara muda, Habib Bourguiba, memutuskan hubungan dengan DESTOUR PARTY dan memproklamasikan Neo-Destour. Prancis mengakui otonomi Tunisia pada tahun 1955 dan kemerdekaannya pada Maret 1956. Pada tahun 1957 negara Tunisia memilih Bourguiba sebagai presiden pertamanya. 30 Setelah merdeka pada 20 Maret 1956, Tunisia segera menyusun berbagai pembaharuan dan kodifikasi hukum berdasarkan mazhab Maliki dan Hanafi. Upaya pembaharuan ini didasarkan pada penafsiran liberal terhadap Syariah, terutama yang berkaitan dengan hukum keluarga. Lahirlah Majallat al-Ahwal asy-Syakhsiyyah yang kontroversial. Di bawah kepemimpinan Presiden Habib Bourguiba Tunisia menjadi negara Arab pertama yang melarang poligami. Majallat itu sendiri mencakup materi hukum perkawinan, perceraian, dan pemeliharaan anak, yang berbeda dengan ketetapan hukum Islam klasik. Pada perkembangan selanjutnya, Majallat atau Undang-Undang Status Personal tahun 1956 ini telah mengalami beberapa 30 Ibid., hal. 40. 42 kali perubahan, penambahan, dan modifikasi lebih jauh melalui amandemen Undang-undang sampai dengan tahun 1981. Selanjutnya pemerintah Tunisia pada saat itu membentuk sebuah komite di bawah pengawasan Syeikh al- Islam yaitu Muhammad Ju„ayad untuk memberlakukan undang-undang secara resmi. Syekh Universitas Zaituna juga ikut berpartisipasi dalam komite tersebut. Dengan menggunakan sumber-sumber yang diperoleh, dari hasil- hasil komite Lai‟hat, hukum keluarga ala Mesir, Yordania, Syiria, dan Turki Utsmani. Komite tersebut mengajukan rancangan undang-undang hukum keluarga kepada pemerintah, dan akhirnya diberlakukanlah undang-undang tersebut pada tahun 1956. 31

2. Poligami di Tunisia

Pasal 18 Undang-undang Hukum Keluarga Tunisia menyatakan bahwa beristri lebih dari seorang adalah perbuatan yang dilarang. Demikian pula, undang-undang ini secara tegas menyatakan bahwa seorang pria yang telah menikah, dan nikahnya belum putus secara hukum, menikah lagi, dapat diancam hukuman penjara satu 1 tahun atau denda setinggi-tingginya 240.000 Malim. Adapun dasar larangan poligami yang digunakan Pemerintah Tunisia, menurut John L. Esposito, adalah: 1 bahwa poligami, sebagaimana perbudakan, merupakan instituti yang selamanya tidak dapat diterima 31 Ibid.,hal. 41.