Tata Cara Pengangkatan Anak di Pengadilan

32 e. Dalam hal calon anak angkat berada dalam asuhan suatu yayasan sosial harus dilampirkan surat izin tertulis Menteri Sosial bahwa yayasan yang bersangkutan telah diizinkan bergerak di bidang kegiatan anak. f. Calon anak angkat yang berada dalam asuhan yayasan sosial, maka harus punya izin tertulis dari Menteri Sosial atau pejabat yang ditunjuk bahwa anak tersebut diizinkan untuk diserahkan sebagai anak angkat. Dengan demikian menurut ulama fiqih, tata cara pengangkatan anak adalah dasar ingin mendidik dan membantu orang tua kandungnya agar anak tersebut bisa mandiri di masa mendatang, dan tidak dikenal yang namanya perpindahan nasab dari ayah kandung ke ayah angkatnya. Ia tetap bukan mahram dari orang tua angkatnya, sehingga tidak ada larangan kawin tetapi tidak saling mewarisi. Apabila pengangkatan anak diiringi dengan perpindahan nasab anak dari ayah kandung ke ayah angkatnya, maka konsekuensinya, antara dirinya dengan ayah angkatnya ada larangan kawin, sehingga apabila anak tersebut ingin menikah maka yang menjadi wali nikahnya adalah orang tua angkatnya. 51

F. Lembaga yang Berwenang dalam Pengangkatan Anak

Anak angkat sebagaimana yang telah yang dikemukakan, adalah seseorang yang bukan keturunan dua orang suami istri yang dipelihara dan diperlakukan sebagai 50 Anak yang memerlukan perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan hukum, anak dari minoritas, dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi danatau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban dari penyalahgunaan narkoba, alcohol, psikotropika, dan zat adiktifnapza, anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan, baik fisik dan atau mental, anak yang menyandang cacat dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. Permen sosial pengangkatan anak;Pasal 1 Butir 14. 51 Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, h. 29. 33 anak angkat keturunannya sendiri. Akibat hukum terhadap pengangkatan anak ini ialah bahwa anak itu mempunyai kedudukan hukum terhadap yang mengangkatnya, yang bagi beberapa daerah di Indonesia mempunyai kedudukan hukum yang sama dengan anak keturunannya sendiri, juga termasuk hak untuk mewarisi kekayaan yang ditinggalkan orang tua angkatnya pada waktu meninggal dunia. Oleh karena itu adanya akibat hukum yang terlalu jauh dan luas ini, di samping faktor-faktor lain dari pengangkatan anak itu sendiri, seperti faktor sosial, faktor psikologis dan lain-lain, maka tidak jarang akibat pengangkatan anak menimbulkan berbagai problema dalam masyarakat. 52 Hukum perkawinan di Indonesia di atur dalam Undang-Undang RI Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang telah menentukan pengadilan agama sebagai pengadilan yang berwenang mengadili perkara-perkara bidang perkawinan bagi mereka yang beragama Islam dan pengadilan umum bagi lainnya. Lembaga pengangkatan anak merupakan bagian dari hukum perkawinan, sehingga sepanjang pengangkatan anak itu dilakukan oleh mereka yang beragama Islam atau memenuhi asas personalitas keislaman, maka pengangkatan anak itu menjadi kewenangan pengadilan agama. Lembaga pengangkatan anak tidak diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Tidak diaturnya lembaga pengangkatan anak tersebut dalam sejarah proses pembuatan hukum law making process Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan karena alasan sosial dan politik 52 Muderis Zaini, Adopsi suatu Tinjauan dari Tiga sistem Hukum, h. 22. 34 pada saat itu. Namun demikian, pengangkatan anak merupakan bagian dari bidang perkawinan dan sesuai ketentuan Pasal 63 Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menegaskan bahwa pengadilan agama sebagai pengadilan yang berwenang mengadili perkara bidang perkawinan bagi mereka yang beragama Islam dan pengadilan umum bagi lainnya, maka kewenangan yang berkaitan dengan pengangkatan anak dilakukan oleh orang-orang yang beragama Islam seharusnya menjadi kewenangan pengadilan agama. 53 Kesadaran dan kepedulian semangat masyarakat muslim yang makin meningkat telah mendorong semangat untuk melakukan koreksi terhadap hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam antara lain masalah pengangkatan anak. Kemudian aturan pengangkatan anak masuk dalam Kompilasi Hukum Islam yang menjadi pedoman hukum materiil peradilan agama. Kendati pengaturan tersebut sebatas pengertian, namun telah memberikan perubahan yang signifikan bagi masyarakat muslim Indonesia dalam memandang lembaga pengangkatan anak. 54 Kebutuhan hukum orang-orang beragama Islam untuk melakukan perbuatan hukum pengangkatan anak sesuai dengan pandangan hidup dan kesadaran hukumnya, yaitu berdasarkan hukum Islam yang seharusnya menjadi kewenangan pengadilan agama itu, akhirnya ditegaskan dalam Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2006 bahwa pengangkatan anak antara orang-orang yang beragama Islam menjadi 53 Undang-Undang Pokok Perkawinan Beserta Peraturan Perkawinan Khusus Untuk Anggota ABRI.POLRI.PEGAWAI KEJAKSANAAN, PNS, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2007,Cet-VII, h. 20. 54 Musthofa , Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, h. 58 35 kewenangan pengadilan agama dan pengadilan agama memberikan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam. 55 Kewenangan absolut Peradilan Agama telah dirumuskan dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Sebagai berikut: Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam salah satunya di bidang perkawinan, bahwa yang dimaksud dengan bidang perkawinan adalah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku menurut syariat Islam adalah salah satunya pada point 20 tentang penetapan pengesahan anak berdasarkan hukum Islam. 56 Pada Pasal 49 ayat 1 tersebut, telah secara jelas menyatakan bahwa akidah Islam yang melekat pada jiwanya, maka menjadi patokan untuk menyelesaikan persoalan sengketa hukum perdata kekeluargaannya dengan hukum Islam sebagai hukum yang hidup positif bagi keluarga muslim itu. Kehadiran anak angkat di dalam keluarga tidak dapat dipisahkan dari sebuah cita-cita keluarga ideal. 57 55 Musthofa , Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, h. 60 56 Chatib Rasyid dan Syaifuddin, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktik Pada Peradilan Agama,Yogyakarta: UII Press 2009, h. 15-16. 57 Ahmad Kamil dan Fauzan, Kaidah-Kaidah Hukum Yurisprudensi, Jakarta : Kencana, 2008, H. 144.