35
kewenangan pengadilan agama dan pengadilan agama memberikan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam.
55
Kewenangan absolut Peradilan Agama telah dirumuskan dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 7 tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Sebagai berikut: Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di
tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam salah satunya di bidang perkawinan, bahwa yang dimaksud dengan bidang perkawinan adalah hal-hal yang
diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku menurut syariat Islam adalah salah satunya pada point 20 tentang penetapan
pengesahan anak berdasarkan hukum Islam.
56
Pada Pasal 49 ayat 1 tersebut, telah secara jelas menyatakan bahwa akidah Islam yang melekat pada jiwanya, maka menjadi patokan untuk menyelesaikan
persoalan sengketa hukum perdata kekeluargaannya dengan hukum Islam sebagai hukum yang hidup positif bagi keluarga muslim itu. Kehadiran anak angkat di
dalam keluarga tidak dapat dipisahkan dari sebuah cita-cita keluarga ideal.
57
55
Musthofa , Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, h. 60
56
Chatib Rasyid dan Syaifuddin, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktik Pada Peradilan Agama,Yogyakarta: UII Press 2009, h. 15-16.
57
Ahmad Kamil dan Fauzan, Kaidah-Kaidah Hukum Yurisprudensi, Jakarta : Kencana, 2008, H. 144.
36
G. Kewenangan Absolut dan Relatif Pengadilan
Dalam Pasal 50 UU No.8 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang No.2 Tahun 1986 tentang peradilan umum yang bahwasanya menyatakan
“Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tin
gkat pertama.”
58
Jadi dapat diberikan sebuah kesimpulan dasar dan mempunyai maksud bahwa Peradilan Negeri menerima
semua perkara pidana maupun perdata menjadi kewenangan peradilan umumasas lex generalis.
59
Akan tetapi ada ketentuan lain dalam undang-undang yang menentukan bahwa terhadap perkara-perkara tertentu menjadi kewenangan peradilan dalam
lingkungan peradilan khusus yang dinamakan dengan asas lex specialis. Apabila kedua asas tersebut berhadapan maka lex specialis asas ketentuan khusus
tersebutlah yang lebih diutamakan.
60
Pengadilan Negeri adalah pengadilan yang bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama.
61
Kewenangan terhadap pengangkatan anak belum ada pelimpahan kepada pengadilan
58
Republik Indonesia, Undang-Undang Peradilan Umum dan PTUN Tahun 2004, Jakarta: CV. Tamita Utama, 2004, h. 48.
59
Ahmad kamil dan M fauzan “ Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2008, h.1 liat juga Yahya Harahap,
“ Hukum Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan”, Jakarta: Sinar Grafika,
2010 , h. 189.
60
Ahmad kamil dan Fauzan, “ hukum perlindungan dan pengangkatan anak di Indonesia h.1
liat juga yahya harahap, “ hukum perdata tentang gugatan, persidangan, penyitaan, pembuktian, dan putusan pengadilan”, h. 1.
61
Pasal 50 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 tahun 1986 Tentang Peradilan Umum, Lihat Undang-Undang Peradilan Umum dan PTUN
Tahun 2004, h. 48.
37
lain pada saat itu. Oleh karenanya semua perkara yang berkaitan dengan pengangkatan anak menjadi kewenangan Pengadilan Negeri.
Ruang lingkup kewenangan absolut peradilan agama untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang
yang beragamaa Islam di bidang: Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf, Zakat, Infaq, Shadaqah danEkonomi syariah.
62
Yang dimaksud dengan perkawinan adalah hal-hal yang diatur dalam berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku dan dilakukan
menurut syariat Islam. Salah satu diantaranya adalah dalam Pasal 49 Point 20 tentang Penetapan asal usul anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum
Islam.
63
Sehingga dalam perkara-perkara tersebut dilakukan oleh orang yang selain beragam Islam dan tidak dengan hukum Islam atau tidak berlandaskan dengan hukum
Islam maka perkara tersebut secara absolut bukan kewenangan peradilan agama melainkan kewenanangan peradilan negeriumum.
64
62
Pasal 49 UU Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
63
Direktorat Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI, Informasi Peraturan Perundang- undangan JDI-HUKUM,Edisi 2006 No 34, h.323.
64
Ahmad Mujahidin, Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama dan Mahkamah Syari’ah
di Indonesia Jakarta: IKAHI 2008, Cet.1, h. 118.
38
BAB III PROFIL PENGADILAN NEGERI WONOSOBO
A. Kedudukan Peradilan Negeri di Indonesia
Keberadaan peradilan umum telah ditegaskan secara rinci di dalam UU No. 2 Tahun 1982 dalam penjelasan umum bahwa di Negara Republik Indonesia sebagai
Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 keadilan, kebenaran, kepastian hukum, dan ketertiban penyelenggaraan sistem
hukum merupakan hal-hal pokok untuk menjamin kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
1
Pengaturan-pegaturan baru tentang pengadilan dan peradilan diakui memang harus diadakan terutama sebagai akibat dari tuntutan reformasi yang tercemin dalam
perubahan UUD 1945 dan juga UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
2
Adapun penyelenggara atau pelaksana dari kekuasaan kehakiman tersebut sebagaimana ditegaskan dalam ketentuan yang dikutip di atas adalah Mahkamah
agung dan badan-badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha Negara,
dan Mahkamah Konstitusi. Hal ini juga ditegaskan kembali dalam pasal 10 ayat 1
1
Sudarsono, Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung dan Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994, h. 517.
2
Jaenal Arifin, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2008, h. 227.
39
dan 2 UU. No. 4 Tahun 2004 yang telah dirubah dengan Undang-Undang no. 48 tahun 2009 Tentang kekuasaan Kehakiman:
3
Peradilan umum diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 8 Tahun
2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986. Pasal 2 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2004 tersebut menentu
kan: “ Peradilan Umum adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya.”
4
Pengadilan Negeri berkedudukan di ibu kota kabupatenkota, dan daerah hukumnya meliputi wilayah kabupatenkota. Pembinaan teknis peradilan, organisasi,
administrasi dan financial pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung.Pembinaan tersebut tidak boleh mengurangi kekuasaan hakim dalam memeriksa dan memutus
perkara.
5
Menurut Pasal 14 ayat 2 UU No. 8 Tahun 2004 Tentang Peradilan Umum tersebut, untuk dapat diangkat menjadi hakim, seseorang harus lebih dahulu menjadi
pegawai negeri yang terdaftar sebagai calon hakim. Namun dalam pasal 12 ayat 1,
3
Bagir Manan, Suatu Tinjauan Terhadap Kekuasaan Kehakiman Indonesia dalam Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2004, Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2005, h. 88.
4
Dalam penjelasan pasal ini dinyatakan disamping Pengadilan Umum yang berlaku bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya mengenai perkara perdata dan pidana, pelaku kekuasaan
kehakiman lain yang merupakan peradilan khusus bagi golongan rakyat tertentu, yaitu Pengadilan Agama, Pengadilan Militer, Pengadilan Tata Usaha Negara. Yang dimaksud dengan rakyat mencari
keadilan adalah setiap orang baik warga Negara Indonesia maupun orang asing yang mencari keadilan pada pengadilan di Indonesia.
5
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004 Pasal 4 ayat 1, Pasal 5 ayat 1 dan 2, pasal 13 aayat 1 dan 2.