Analisis Dasar Pertimbangan hakim dalam menetapkan Perkara

56 hakim pemeriksa bahwa landasan hukum yang dipakai adalah aturan mengenai aturan perlindungan anak yaitu dalam pasal 39 uu nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Mengenai pengangkatan anak telah pula diatur dalam peraturan pemerintah PP No. 54 tahun 2007 tentang pelaksanaan pengangkatan anak dimana diatur dalam pasal 12 dari pp tersebut, dan mengingat surat edaran mahkamah agung nomor 6 tahun 1983 tentang pengangkatan anak. Bahwa pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak, bahwa calon anak angkat harus seagama dengan agam yang dianut oleh calon anak angkat, dan apabila asal usul anak tidak diketahui maka agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat, bahwa pengangkatan anak oleh Warga Negara Asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir ultitum remedium. 20 Dalam surat permohonan pada kasus ini tidak terdapat dalil bahwa pemohon wajib memberitahukan status anak yang akan diangkat. Bahkan dalam pasal 13 huruf k, j dan m menyatakan perlunya laporan sosial bahwa calon orang tua angkat itu telah mengasuh anak angkat tersebut sejak izin pengasuhan diberikan dan memperoleh izin menteri danatau kepala instansi sosial. 21 Ketentuan diatas, tidak terlaksana dalam kasus ini. Hal ini dikarenakan pengangkatan anak dilakukan oleh pemohon secara langsung. Hakim seharusnya memerintahkan dinas sosial setempat untuk melakukan pengecekan. Tetapi, dalam kasus ini hakim mengeluarkan penetapan tanpa 20 Wawancara pribadi dengan Femina Mustikawati, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Wonosobo, sebagai Hakim yang memutus perkara tersebut, Wonosobo, 27 Februari 2014. 21 Lihat Pasal 13 PP. No.54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak Jo. Pasal 7 PERMENSOS RI No. 110HUK2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak. 57 memeriksa ulang berbagai ketentuan yang seharusnya dipenuhi olehh orang tua angkat. Bila dilihat dari pemohon I dan pemohon II keduanya adalah orang yang beragama Islam dan wajib bahkan ada ketentuan harus mengajukan permohonan tersebut ke pengadilan agama dan pengadilan negeri telah mengambil kewenangan peradilan agama mengenai kewenangan absolut peradilan agama sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 yang telah diamandemen ke Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan agama yang telah jelas disebutkan dalam Pasal 2 yang berbunyi: “peradilan agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam undnag- undang ini”. 22 Menurut analisis penulis bahwa, pertimbangan hukum dalam menetapkan perkara permohonan pengangkatan anak yang dilakukan oleh hakim yang menyidangkan perkara permohonan pengangkatan anak ini, sebagian sudah mengacu pada peraturan yang ada seperti, Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Pasal 12 dan 13 Peraturan Pemeritah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan anak, dan mengingat SEMA Nomor 6 Tahun 1983 Jo. Surat Edaran MA RI Nomor 2 Tahun 1979 Tentang Pengangkatan Anak. Akan tetapi belum sepenuhnya mengacu pada peraturan yang ada, khususnya Undang- 22 Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia :Gemuruhnya Politik Hukumhk. Islam, Hk. Barat,dan Hk, Adat dalam Rentang Sejarah Bersama PasangSsurut Lembaga Peradilan Agama hingga lahirnya Peradilan Syariat Islam, h. 237. 58 Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama dan peraturan pemerintah nomor 54 Tahun 2007 Pasal 6 ayat 10 dan 2 tentang pelaksanaan pengangkatan anak. Sehingga, berdasarkan tinjauan yuridis diatas, apabila dikaji lebih jauh, hakim sebaiknya tidak mengabulkan permohonan penetapan pengangkatan anak ini. Sesuai dengan asas hirarki peraturan perundang-undangan, asas yang menyatakan bahwa Peraturan yang lebih baru mengesampingkan peraturan yang sebelumnya lex posterior derogat legi apriori dan Peraturan yang lebih khusus mengesampingkan peraturan yang bersifat lebih umum lex specialis derogate legi generali. Hal ini berkaitan dengan hukum mana yang harus dipakai untuk dijadikan sebagai pertimbangan hukum yang berlaku dan dipakai oleh hakim yang digunakan untuk menetapkan penetapan tersebut. Hakim Pengadilan Negeri Wonosobo yang memutus perkara tersebut tanpa melihat aturan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama karena menurut hakim tersebut bahwa tujuan penetapan pengangkatan yang dilakukan oleh pemohon hanya untuk perlindungan anak dimata hukum. Selain berkenaan dengan asas, dikarenakan ada beberapa hal yang mendasar yang tidak dipenuhi oleh pemohon, diantaranya bahwa pemohon dan majelis hakim telah mengambil kewenangan Absolut Pengadilan Agama, sebagiamana diketahui bahwa para permohon beragama Islam, maka apabila orang yang beragama Islam akan melakukan pengangkatan anak, maka itu menjadi kewenangan dari Pengadilan Agama Pasca Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang- 59 undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang peradilan Agama maka Peradilan Umum sudah tidak berwenang lagi.

D. Analisis dampak hukum pengangkatan anak bagi warga muslim di

Pengadilan Negeri Wonosobo Pasca UU No.3 Tahun 2006. Pengaturan kewenangan pengadilan agama terhadap pengangkatan anak dalam UU No.3 Tahun 2006 merupakan peraturan yang merubah peraturan kewenangan mengadili yang telah ada. Dengan adanya UU tersebut, maka kewenangan untuk mengadili permohonan pengangkatan anak bagi pemohon yang beragama Islam berubah menjadi kewenangan Pengadilan agama. Dengan demikian penempatan kewenangan pengadilan agama terhadap pengangkatan anak dalam penjelasan pasal 49 UU No.3 Tahun 2006, dalam pasal ini tidak dirubah pada UU No 50 tahun 2009 tentang peradilan agama, 23 Sudah tepat apabila kewenangan mengadili permohonan pengangkatan bagi pemohon yang beragama Islam diberikan kepada Pengadilan Agama, karena pengangkatan anak melalui pengadilan negeri menimbulkan akibat hukum yang bertentangan dengan ketentuan hukum agama Islam yang dianut oleh sebagaian besar rakyat Indonesia. Namun demikian pemberian wewenang itu harus mempunyai dasar hukum yang kuat dan jelas, sehingga tidak menimbulkan kekaburan hukum. Sehubungan dengan hal ini menurut hakim pengadilan negeri Wonosobo pendapat terhadap permohonan pengangkatan anak: hakim berpendapat bahwa 23 Lihat Undang-Undang No 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. 60 pengadilan negeri berwenang memeriksa, dan memutus permohonan pengangkatan anak yang diajukan oleh pemohon yang beragam Islam ke pengadilan negeri wonosobo dengan tujuan untuk menjadikan anak angkat sah di mata hukum. Hal ini jelas dapat menimbulkan tidak adanya kepastian hukum bagi masyarakat, karena ketika seorang anak angkat diangkat oleh orang tua angkat melalui Pengadilan Negeri maka akibat hukumnya akan berdampak kepada anak angkat tersebut salah satunya adalah mengenai nasab anak, yang menjadikan anak angkat tersebut bersatus anak kandung tanpa melihat aturan yang sesuai dengan Islam atau berdasarkan Hukum Islam. Padahal sesuai dengan teori tujuan hukum, tujuan dikeluarkannya hukum salah satunya adalah untuk meberikan kepastian hukum bagi masyarakat. 24 Berdasarkan pengamatan dan pengalaman di beberapa Pengadilan Negeri dan khususnya Pengadilan Negeri Wonosobo ternyata sebagian hakim Pengadilan Negeri Wonosobo, khususnya hakim yang memutuskan perkara ini, berpendapat bahwa walaupun UU no. 3 Tahun 2006 telah memberikan kewenangan kepada pengadilan agama untuk mengadili permohonan penetapan anak berdasarkan hukum Islam, pengadilan negeri masih mempunyai kewenangan untuk mengadili permohonan pengangkatan anak bagi pemohon yang beragama Islam. Hanya sebagian kecil hakim yang secara tegas menyatakan bahwa pengadilan negeri sudah tidak mempunyai kewenangan untuk mengadili permohonan pengangkatan anak. Dapat disimpulkan ternyata kebanyakan hakim pengadilan negeri lebih tunduk pada pedoman 24 Wawancara pribadi dengan Femina Mustikawati, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Wonosobo, sebagai Hakim yang memutus perkara tersebut, Wonosobo, 27 Februari 2014. 61 pelaksanaan tugas dan administrasi peradilan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung dari ketentuan Undang-Undang. Perlu diketahui bahwa terjadinya penggolongan kewenangan antara pengadilan negeri dan pengadilan agama, pengadilan negeri menerima dan memeriksa perkara umum seperti pidana dan perdata, akan tetapi pengadilan agama menerima dan memeriksa perkara yang berdasarkan syariat Islam seperti perceraian yang dilakukan oleh orang yang beragama Islam. Dalam hal permohonan pengangkatan anak, hakim mengatakan “kalau pengadilan agama memandang syariat islam itu berdasarkan subjek yang berdasarkana agam Islam mengapa tidak dari dulu undang-undang peradilan agama mengatur bahwa permohonan pengangkatan anak kewenangannya dimiliki oleh pengadilan agama, dan menurut hakim tersebut,bahwa akibat hukum dengan adanya penetapan tersebut secara formil sah, karena itu merupakan produk dari Peradilan yang melalui proses beracara yang ada di pengadilan negeri walaupun dalam Undang-Undang ada penggolongan antara Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama ”. 25 Putusan-putusan pengadilan telah mengisi kekosongan hokum rechvacuum dalam perkembangan lembaga pengangkatan anak. Pengangkatan anak melalui pengadilan akan memberikan perlindungan kepentingan anak dan kepastian hukum. Di samping itu, meskipun peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengangkatan anak belum mencukupi, telah ada garis hukum bahwa 25 Wawancara pribadi dengan Femina Mustikawati, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Wonosobo, sebagai Hakim yang memutus perkara tersebut, Wonosobo, 27 Februari 2014. 62 “Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya” 26 bahkan Pasal 22AB Algemence Bepalingen van wetgeving vor Indonesia secara tegas menentukan bahwa hakim yang menolak untuk menyelesaikan suatu perkara dengan alasan bahwa peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menyebutkan, tidak jelas atau tidak lengkap, maka ia dapat dituntut untuk dihukum karena menolak mengadili. 27 Hakim pemeriksa menyatakan bahwa dikabulkannya permohonan tersebut karena tidak bertentangan undang-undang, dan perkara pengangkatan anak ini sesuai dengan aturan yang berlaku berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hakim yang dicantumkan dalam penetapan yang dimohonkan oleh Subari dan Sugiyah yaitu undang-undang tentang perlindungan anak dan peraturan lain yang masih berlaku. Tapi hakim pemeriksa menyatakan “kenapa terjadi benturan kewenangan antara Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama setelah diundangkannya undang-undang nomor 3 tahun 2006 dan peraturan-peraturan yang lain seperti SEMA hanya mengatur terkait pelaksanaan tata cara pengangkatan anak di pengadilan tanpa menyebutkan 26 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 16 ayat 1 27 Ahmad Kamil, Kaidah-Kaidah Yurisprudensi, Jakarta: Prenada Media, 2005, h. 9.