Peraturan Perundang-undangan Dasar Hukum Pengangkatan Anak

25                                Artinya : “Panggilah mereka anak-anak angkat itu dengan memakai nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, Maka panggilah mereka sebagai saudara- saudaramu seagama dan maula-maulamu. 29 Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi yang ada dosanya apa yang disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ”. b. Petunjuk Rasulullah SAW yaang tertuang dalam Al Sunnah adalah sebagai berikut: 30 Hadis Muslim dan Bukhari - Sesungguhnya Zaid bin Harisah adalah maula Rasullulah SAW.dan kami memanggilnya dengan Zaid bin Muhammad, sehingga turun ayat : Panggillah mereka dengan nama ayah kandungnya , maka itulah yang lebih adil di sisi Allah, lalu Nabi bersabda ; “ engkau adalah Zaid bin Harisah”. 31 29 Maula-maula ialah seorang hamba sahaya yang sudah dimerdekakan atau seorang yang telah dijadikan anak angkat, seperti Salim anak angkat Huzaifah, dipanggil maula Huzaifah. 30 Hadits-hadits tersebut penulis kutip dari Buku Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia halaman 333.Oleh MUI Hadits tersebut dijadikan dasar hukum fatwanya mengenai Hukum Pengangkatan Anak Menurut Islam. 31 Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sahih al Bukhari, Ttp : Dar Thauqatunnajah, 1422 H, Nomor. 5088, Juz.7, h.7. 26 - Dari Abu Dzar r.a. bahwa ia mendengar Rasullulah SAW.Bersabda “ tidak seorangpun yang mengakui membangsakan diri kepada orang yang bukan bapak yang sebenarnya, sedangkan ia mengetahui benar bahwa orang itu bukan ayahnya, melainkan ia telah kufur. Dan barang siapa yang telah melakukan hal itu, maka bukan dari golongan kami kalangan kaum muslimin dan hendaklah dia menyiapkan sendiri tempatnya dalam api neraka. 32 - Muhammad Ali As-Shabuni mengatakan: “Sebagaimana Islam telah membatalkan zihar, demikian pula halnya dengan “Tabanni” . Syariat Islam telah mengharamkan tabanni yang menisbatkan seorang anak angkat kepada yang bukan bapaknya, hal itu termasuk dosa besar yang mewajibkan pelakunya mendapatkan murka dan kutukan Allah SWT.” 33 c. Kompilasi Hukum Islam Pasal 98,99, 100, 101, 106, 107 huruf h dan 209 34

3. Fatwa MUI

Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang pengangkatan anak pada Maret 1984 atau Jumadil Akhir 1405 Hijriah mengemukakan sebagai berikut: 1. Islam mengakui keturunan nasab yang sah ialah anak yang lahir dari perkawinan pernikahan. 32 Muslim bin Hajjaj, Sahih al Muslim, Beirut: Dâr Ihyâ al-Turâts al- ‘Arabî, tt, Nomor Hadist.2425, h.1884. 33 Muhammad Ali As-Shabuni, Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam Ash- Shabuni 2 Surabaya: PT. Bina Ilmu Offset,t.tp, h. 363. 34 Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji.Kompilasi Hukum Islam. 27 2. Mengangkat anak dengan pengertian anak tersebut putus hubungan keturunan nasab dengan ayah dan ibu kandungnya adalah bertentangan dengan syariat Islam. 3. Adapun pengangkatan anak dengan tidak mengubah status nasab dan agamanya, dilakukan atas rasa tanggung jawab sosial untuk memelihara, mengasuh, dan mendidik mereka dengan penuh kasih sayang seperti anak sendiri adalah perbuatan yang terpuji dan termasuk amal salih yang dianjurkan oleh agama Islam. 4. Pengangkatan anak Indonesia oleh warga Negara asing selain bertentangan dengan UUD 1945 juga merendahkan martabat bangsa. 35

D. Tujuan Pengangkatan Anak

Pengangkatan anak dikalangan masyarakat Indonesia mempunyai beberapa tujuan dan motivasi diantaranya: 1. Untuk meneruskan keturunan, bilamana di dalam suatu perkawinan tidak memperoleh keturunan. 2. Sebagai pancingan di jawa yakni dengan mengangkat anak, keluarga yang mengadopsi akan dikarunia anak kandung sendiri. 36 Atau dengan mengangkat anak akan mungkin ketularan mendapat anak kandung. 37 35 Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sejak 1975, Jakarta: Erlangga, 2011, h. 333. 36 Sudharyo Soimin, Hukum Orang dan Keluarga: Perspektif Hukum Perdata Barat BW, Hukum Islam, dan Hukum Adat, Jakarta: Sinar Grafika,2004. H. 172.