Konsep Pendidikan John Dewey

Maka perlulah mata pengajaran yang banyak jumlahnya dan menimbulkan pendidikan intelektual itu dikurangi dan diganti dengan pengajaran dan latihan bekerja. Dewey berkata: Tidak hanya dengan berhitung orang dididik berfikir, melainkan juga dengan bekerja. Dengan bekerja berupa apapun, pikiran dan intelegensi orang dapat dididik. 29 Pendidikan bukanlah hanya menyampaikan pengetahuan kepada anak didik saja, melainkan yang terpenting ialah melatih kemampuan berfikir secara ilmiah. Semua itu dilakukan agar orang dapat maju atau mengalami progress. Dengan demikian orang akan dapat bertindak dengan intelegen sesuai degan tuntutan dari lingkungan. 30 Pengetahuan yang diberikan di sekolah tradisional kepada murid merupakan pengetahuan yang telah disiapkan dan telah terpecahkan kesulitannya terlebih dulu oleh orang dewasa, Anak tinggal mendengarkan, percaya dan menghafal saja. Itu tidak ada gunanya. Anak harus mengalami peroses berfikir sendiri dari permulaan hingga akhir, sesuai dengan tingkat kemajuannya sendiri. Karena itu janganlah guru berfikir dan memecahkan masalah untuknya. Hal ini menjadikan siswa lebih mempunyai potensi untuk mengerti, memecahhkan problem, komunikasi dan daya cipta. Bahan pengajaran di sekolah tradisional diberikan secara terpisah. Mata pengajaran tidak memiliki hubungan dengan mata pengajaran yang lain. Bahan pengajaran yang diberikan di sekolah tidak ada hubungannya dengan kebutuhan anak dalam hidupnya di masyarakat. Karena itu pengalaman yang didapatkan anak di sekolah tidak dapat digunakan dalam masyarakat. Begitulah pengajaran teori di sekolah dengan praktek dalam kehidupan di masyarakat terpisah, sekolah diisolasikan. Keadaan itu wajib diubah. Mata pengajaran yang satu wajib dihubungkan denga mata pengajaran lain. Bahan pengajaran di 29 Soejono, op. cit., h. 133 30 Jalaluddin dan Abdullah, Filsafat Pendidikan, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997, h. 77 sekolah wajib dapat dipraktekkan dalam kehidupan masyarakat, sesuai dan memenuhi kebutuhannya. 31 Murid perlu diberikan kesempatan untuk belajar dari pengalaman yang pernah dialaminya, kemudian diintegrasikan dengan teori yang anak dapati di sekolah. Siswa wajib disadarkan bahwa pengajaran di sekolah serta pengalaman yang ia alami akan diterapkan di dalam kehidupan yang selalu berubah. 32 b. Guru dan cara mengajar. Di sekolah tradisional gurulah yang menentukan segala sesuatu. Gurulah yang memaksakan bahan pengajaran kepada anak, berfikir untuk anak, memecahkan masalah untuk anak, guru yang senantiasa aktif. Dengan begitu tidak mungkin anak mempunyai perhatian yang spontan atau minat langsung. Bahkan siswa hanya memperhatikan secara terpaksa karena guru menakuti siswa dengan berbagai hukuman. Menurut Dewey, tidak perlu adanya minat paksaan, sebab kecuali minat tidak langsung ditimbulkan pada anak. Misalkan anak menyukai ilmu alam, tetapi untuk mendapatkan ilmu alam itu dengan baik perlulah ia berhitung. Berhitung yang tidak disukai anak. Untuk itu, guru wajib membangkitkan semangat anak untuk berhitung dengan menyadarkannya anak bahwa berhitung itu penting untuk ilmu alam. Maka bagaimanapun sulitnya berhitung, anak tersebut harus mempelajari berhitung dengan sebaik-baiknya demi ilmu alam yang ia sukai. Adanya integrasi antara ilmu pengetahuan alam dengan ilmu pengetahuan matematika. Guru di sekolah hanya berfungsi sebagai penunjuk jalan saja, pengamat tingkah laku anak untuk dapat mengetahui hal yang menarik minat anak. 33 c. Murid dan cara belajar. John Dewey ingin mengubah bentuk pengajaran tradisional, dimana terdapat cara belajar DDCH duduk, dengar, catat, hafal, murid bersifat reseptif dan pasif saja. Hanya menerima 31 Soejono, op. cit., h. 134 32 Jalaluddin dan Abdullah, loc. cit. 33 Soejono, op. cit., h. 135 pengetahuan sebanyak-banyaknya dari guru, tanpa melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan belajar-mengajar. Guru mendominasi kegiatan belajar. Murid tanpa diberikan kebebasan sama sekali untuk bersikap dan berbuat. Segala sesuatu terletak di luar minat anak. 34 Keadaan semacam itu wajib diubah. Anak harus bekerja bersama- sama, menyelidiki dan mengamati sendiri, berpikir dan menarik kesimpulan sendiri, membangun sendiri sesuai dengan insting yang ada padanya. Dengan jalan ini anak belajar sambil bekerja dan bekerja sambil belajar. Learning by doing adalah hal yang dikehendaki John Dewey dalam sekolah. Anak harus dididik kecerdasannya, agar padanya timbul hasrat untuk menyelidiki secara teratur dan akhirnya dapat berpikir secara keilmuan, obyektif dan logis. Yang diperhatikan adalah jalan berpikir, bukan yang dipikirkan. Jadi pendidikan formal bukan materil yang dialami sebagai pengalaman negatif haruslah disadari dan dijadikan suatu pengalaman positif dengan mengubah cara bertindak. d. Penyelenggara sekolah. Alat pelajaran dan peraturan di sekolah tradisional seakan-akan memaksa anak untuk pasif, dari segi perbuatan di sekolah yang begitu kaku maupun bentuk bangunan sekolah, rencana pelajaran, dan metode pelajaran. Hal tersebut bersifat mengikat, tidak memberikan kebebasan kepada anak maupun guru. Karena itu, sekolah terpisah dari rumah, alam sekitar, lingkungan hidup, perindustrian, perdagangan dan sebagainya. Tidak ada kesempatan untuk mengadakan penyelidikan survey dan percobaan. Jumlah mata pelajaran terlalu banyak dan dalam kelas terlalu banyak murid. Sekolah kerja harus menyelenggarakan dan mengatur sekolahnya agar anak dapat bekerja dengan bebas dan spontan. Gedung dan alat pengajaran wajib disesuaikan dengan tujuan itu antara berbagai tingkatan sekolah, dari sekolah rendah sampai sekolah tinggi harus ada 34 Jalaluddin, Abdullah, loc. cit