wajib disesuaikan dengan insting anak.
24
Dewey mengenal 4 macam insting, yaitu:
1 Insting sosial. Insting sosial yang dimaksud oleh Dewey ialah
keinginan anak mengadakan hubungan dengan orang di sekitarnya. Insting sosial sebagai proses pertumbuhan dan proses dimana anak
didik dapat mengambil kejadian-kejadian dari pengalaman lingkungan sekitarnya. Kita amati ketika anak bermain bersama
dengan temannya jika tidak ada teman, anak akan sulit bermain. Alat permainan saja belum cukup untuk anak, ia masih
memerlukan temannya untuk bermain bersama. Ada alat penghubung sosial yang dipergunakan dalam pergaulan, yaitu
bahasa. Bahasa tidak hanya menjadi alat penghubung dalam pergaulan anak, tetapi juga untuk generasi yang lampau
25
Anak adalah organisme yang mengalami satu proses pengalaman,
sebab ia
merupakan bagian
integral dari
lingkungannya dengan peristiwa-peristiwa, antar hubungan, perasaan pikiran dan benda-benda. Anak dalam lingkungannya
selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Sehingga anak membutuhkan proses pendidikan untuk latihan dan penyempurnaan
inteligensi. Sekolah merupakan lembaga pendidikan pembinaan anak yang paling efektif, jika sekolah tersebut didasarkan pada
prinsip-prinsip pendidikan yang tepat.
26
2 Insting menyelidiki. Bukti adanya insting menyelidiki ialah bahwa
anak itu suka merusak segala sesuatu yang ia pegang. Alat permainan yang dibeli mahal oleh orang tua untuknya sebentar saja
ia rusak, karena anak ingin menyelidiki seluk beluk. Ia ingin mengetahui apa sebabnya mobilnya dapat berjalan? apakah isi
24
Muis Sad Iman, Pendidikan Partisipatif Menimbang Konsep Fitrah dan Progresivisme John Dewey, Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2004, Cet. I, h. 71
25
Soejono, loc. cit.
26
Muhammad Noor Syam, op. cit., h. 249-250.
perahunya? apakah bonekanya juga berdarah seperti dirinya apabila ditusuk pisau dan sebagainya.
3 Insting kesenian. Insting kesenian adalah kelanjutan dari insting
membangun. Anak ingin menghias hasil perbuatannnya, agar menjadi lebih baik dipandang mata. Rumah-rumahan yang baru
saja selesai tidak ditinggalkan begitu saja; rumah itu dihias dengan berbagai alat, bendera, daun, tanaman, gambaran,dan sebagainya.
Kesukaan anak untuk menari, menyanyi, menggambar dengan warna menambah bukti bahwa pada anak ada insting kesenian itu.
b. Dasar Sosiologi. Dewey berpendapat bahwa tujuan pendidikan dan
pengajaran adalah kepentingan kemajuan masyarakat. Tiap anggota masyarakat berkewajiban mengembangkannya dan anak wajib
dibimbing ke arah itu. Bahan pengajaran perlu diambil dari problem masyarakat.
Dewey pula
menemukakan tentang
gagasan pemikirannya, yaitu pendidikan seluruh rakyat, pendidikan suatu
bangsa, dan melalui keduanya pendidikan suatu zaman. Hal ini merupakan usaha untuk mengarahkan kembali seluruh kebudayaan
pada suatu taraf yang paling mendasar yakni transformasi sosial. Transformasi sosial yaitu perubahan kondisi sosial, ekonomi dan
politik secara mendasar. Hal ini akan berhasil jika seluruh penduduk dilibatkan.
27
5. Sekolah Kerja John Dewey
Sekolah yang dikehendaki John Dewey adalah sekolah kerja. Sekolah percobaan yang didirikan pada bulan Oktober tahun 1895 dan
digabungkan pada Universitas Chicago itu berkembang baik.kira-kira 60 tahun sesudah didirikan sekolah itu sudah kurang lebih 800 orang
muridnya. Dewey memberikan nama sekolah percobaannya dengan nama sekolah progressif. Maksud dengan nama itu hendak dikemukakan bahwa
metode dan alat-alat pelajaran yang digunakan sekolah itu senantiasa
27
John Smith, op. cit., h. 138
merupakan yang terbaik. Nilai dari setiap alat akhirnya akan ditentukan dari hasil yang diperoleh.
Metode yang digunakan pada sekolah progressif itu kadang-kadang memang
agak ganjil tampaknya.
Murid-murid disuruh belajar memecahkan soal-soal yang dihadapinya. Latihan-latihan wajib pula
diberikan supaya anak dapat menaklukkan segala kesulitan yang mungkin dihadapinya kelak. Sekolah mengajarkan anak untuk berpikir perihal
segala sesuatu yang mengandung nilai bagi hidup kita. Berpikir itu mungkin hanya sesudah anak menerima bekal pengetahuan yang cukup
dari kita. Jadi, seharusnyalah kita memilih masalah-masalah yang tepat di sekolah percobaan. Masalah-masalah itu terdapat di berbagai lapangan.
Sekolah percobaan selalu berikhtiar supaya anak menggunakan segala sesuatu yang dianugerahkan alam kepadanya ketika dilahirkan. Ia harus
maju, karena itu anak harus bekerja bersungguh-sung guh. Anak-anak di sekolah percobaan umumnya tak banyak menimbulkan
kesulitan karena murid diajak mencapai tujuannya dengan jalan menggerakan perhatiannya. Selain itu, ditujukan kepadanya faedah belajar
dan bekerja. Hal itu ditunjukkan kepadanya faedah belajar dan bekerja. Hal itu membangkitkan dan mengukuhkan perhatian pula. Karena itu guru
perlu memahami arah perhatian murid-muridnya dan pandai menggunakan perhatian.
28
Sebagaimana sekolah kerja John Dewey yang telah dipaparkan di atas, maka Dewey mengkritik sekolah tradisional mengenai:
a. Bahan pengajaran. Di sekolah tradisional terlalu banyak mata pelajaran
yang diajarkan, karena tujuan sekolah tradisional ialah agar para siswa kelak dapat menduduki jabatan intelektual. Bahan materi pelajaran
menjadi pusat materi-sentris. Itu tidak sesuai dengan kenyataan, karena hanya sebagian kecil saja yang terdapat pada bahan materi
pelajaran dibutuhkan untuk masa yang akan datang.
28
Siahaan, Prof. Dr. John Dewey, Penganut Filsafat Pragmatisme Penganjur Sekolah Karya, Jakarta: KU, 1985, h. 67-68
Maka perlulah mata pengajaran yang banyak jumlahnya dan menimbulkan pendidikan intelektual itu dikurangi dan diganti dengan
pengajaran dan latihan bekerja. Dewey berkata: Tidak hanya dengan berhitung orang dididik berfikir, melainkan juga dengan bekerja.
Dengan bekerja berupa apapun, pikiran dan intelegensi orang dapat dididik.
29
Pendidikan bukanlah hanya menyampaikan pengetahuan kepada anak didik saja, melainkan yang terpenting ialah melatih kemampuan
berfikir secara ilmiah. Semua itu dilakukan agar orang dapat maju atau mengalami progress. Dengan demikian orang akan dapat bertindak
dengan intelegen sesuai degan tuntutan dari lingkungan.
30
Pengetahuan yang diberikan di sekolah tradisional kepada murid merupakan pengetahuan yang telah disiapkan dan telah terpecahkan
kesulitannya terlebih dulu oleh orang dewasa, Anak tinggal mendengarkan, percaya dan menghafal saja. Itu tidak ada gunanya.
Anak harus mengalami peroses berfikir sendiri dari permulaan hingga akhir, sesuai dengan tingkat kemajuannya sendiri. Karena itu janganlah
guru berfikir dan memecahkan masalah untuknya. Hal ini menjadikan siswa lebih mempunyai potensi untuk mengerti, memecahhkan
problem, komunikasi dan daya cipta. Bahan pengajaran di sekolah tradisional diberikan secara terpisah.
Mata pengajaran tidak memiliki hubungan dengan mata pengajaran yang lain. Bahan pengajaran yang diberikan di sekolah tidak ada
hubungannya dengan kebutuhan anak dalam hidupnya di masyarakat. Karena itu pengalaman yang didapatkan anak di sekolah tidak dapat
digunakan dalam masyarakat. Begitulah pengajaran teori di sekolah dengan praktek dalam kehidupan di masyarakat terpisah, sekolah
diisolasikan. Keadaan itu wajib diubah. Mata pengajaran yang satu wajib dihubungkan denga mata pengajaran lain. Bahan pengajaran di
29
Soejono, op. cit., h. 133
30
Jalaluddin dan Abdullah, Filsafat Pendidikan, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997, h. 77