Tujuan Perlindungan Saksi TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DALAM HUKUM

4. Dasar Hukum

Dasar hukum saksi dalam perkara pidana diatur dalam KUHAP dan UU Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlinduangan Saksi dan Korban, di antaranya: Dasar Hukum Saksi dalam KUHAP: 1. Pemeriksaan saksi: Pasal 159 sd 174 KUHAP 2. Keterangan saksi: Pasal 184 ayat 1 hurup a dan Pasal 185 KUHAP Dasar Hukum Saksi dalam UU Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlinduangan Saksi dan Korban: Ketentuan tersebut diatur dalam Bab I dalam Ketentuan Umum pada Pasal 2 sd 4 UU Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

C. Tujuan Perlindungan Saksi

1. Menurut Hukum Islam Tujuan Perlindungan Saksi menurut hukum Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia itu sendiri, yaitu mengabdi kepada Allah. Hukum buat agama Islam hanya berfungsi mengatur kehidupan manusia, baik pribadi maupun dalam hubungan kemasyarakatan yang sesuai dengan kehendak Allah, untuk kebahagiaan hidup manusia didunia dan diakhirat. Dengan kata lain, hukum dalam agama Islam terlingkung dalam masalah ta’abbudi. Sesuai dengan tujuan hukum Islam ta’abbudi diatas, maka metode penemuan hukumnya adalah deduktif dan kasuistik. Setiap peristiwa hukum haruslah diatur menurut aturan-aturan pokok yang ada dalam sumber-sumber pokok hukum Islam—Al Qur’an dan Hadits Nabi. Dalam Islam adanya hukum terlepas dari ada atau tidaknya suatu masyarakat. 55 Dalam hukum Islam, martabat dan hak hidup manusia serta hak-hak yang melekat padanya telah mendapatkan perhatian yang maksimal. Dengan demikian manusia memiliki hak Al-Karamah hak pemuliaan dan hak Al Fadhilah pengutamaan manusia. Apalagi misi Rasulullah SAW adalah rahmatan lil ‘alamin , dimana kemaslahatan atau kesejahteraan merupakan tawaran untuk seluruh manusia dan alam semesta. Misi atau tujuan hukum Islam diatas disebut sebagai al khams lima prinsip dasar yang meliputi: 56 a. Hifzhud-din, memberikan jaminan hak kepada umat Islam untuk memelihara agama dan keyakinan. Sementara itu Islam juga menjamin sepenuhnya atas kelompok agama yang bersifat lintas etnis, oleh karena itu Islam menjamin kebebasan agama. b. Hifzhun-Nafs, jaminan hak atas setiap jiwa manusia, untuk tumbuh dan berkembang secara layak. Dalam hal ini Islam menuntut adanya keadilan hak kemerdekaan, bebas dari penganiayaan dan kesewenang-wenangan. c. Hifzhul-aql, adanya suatu jaminan atas kebebasan berkreasi, kebebasan mengeluarkan opini. Dalam hal ini Islam melarang terjadinya pengrusakan akal dalam bentuk penyiksaan, minuman keras dan lain-lain. d. Hifzhul-nasl, jaminan atas kehidupan privacy setiap individu, perlindungan atas profesi, jaminan masa depan dan keturunan. Free sex, zina, serta 55 Ahmad ad-Da’ur., Ibid, h.24 56 Romli Atmasasta, HAM dan Penegakan Hukum, Bandung, Bina Cipta, 1997, h. 159 homoseksual, menurut syara’ adalah perbuatan yang dilarang karena bertentangan dengan hifzhul-nasl. e. Hifzhul-mal, jaminan atas pemilikan harta benda dan lain-lain. Dan larangan adanya tindakan mengambil hak dari harta orang lain, seperti. Mencuri, korupsi, monopoli, dan lain-lain. 2. Menurut Hukum Positif Undang-undang tentang saksi memberikan perlindungan dalam semua tahap proses peradilan pidana dalam lingkungan peradilan. Dalam hal ini Perlindungan saksi berasaskan pada: a. Penghargaan atas harkat dan martabat manusia b. Rasa aman c. Keadilan d. Tidak diskriminatif dan e. Kepastian hukum Tujuan saksi menurut Hukum Positif di atur dalam pasal 4 UU Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang isinya adalah: Pasal 4 “Perlindungan saksi dan korban bertujuan memberikan rasa aman kepada saksi dan korban dalam memberikan keterangan pada setiap proses peradilan pidana”. 57 57 Lihat UU Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Koban, Bab I Ketentuan Umum

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI PADA PERKARA PIDANA

DALAM UU NO. 13 TAHUN 2006

A. Saksi Dalam Perkara Pidana 1. Perkara Pidana

Pengertian Perkara menurut bahasa adalah persoalan atau perkara yang perlu diselesaikan atau dibereskan. Sedangkan pengertian pidana adalah hukuman, dan hal ini juga ada hubungannya dengan pasal hukum pidana 58 . Jadi yang dimaksud dengan perkara pidana adalah suatu perkara yang harus diselesaikan dengan memerlukan cara melalui ketentuan hukum pidana hukum acara pidana dalam hukum pidana pengaturan penyelesaian perkara pidana diatur dalam hukum acara pidana, adapun tahapan penyelesaian perkara pidana adalah penyidikan, penuntutan, dan mengadili. dari beberapa faktor tersebut dapat dijelaskan bahwa: Penyidikan adalah usaha dari kepolisian dan kejaksaan dalam pemeriksaan pendahuluan untuk mencari dan mengumpulkan keterangan dan bukti-bukti yang menyangkut suatu tindak pidana. Sedangkan menurut KUHAP Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. 59 58 Sudarsono. Kamus Hukum Jakarta : Rineka Cipta, 2005. Cet. Keempat, h. 355 59 KUHAP Pasal 1 ayat 2