melihat atau mengalami sendiri peristiwa yang baru dibuktikan dimuka sidang, dan saksi itu pun harus mempunyai syarat-syarat sebagai saksi.
3. Faktor Penyebab Perlunya Perlindungan Saksi Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006.
Ada berbagai masalah dikalangan masyarakat Indonesia yang enggan dirinya untuk dijadikan sebagai saksi, meskipun tidak ada
seorangpun yang mengetahui kejadian kejahatan yang ia ketahui, padahal bila ia bersaksi dan melapor, orang lain tidak mengetahuinya,
tetapi ia takut apabila kejadian tersebut terungkap maka ia akan menjadi korban, dari sinilah penyebab harus adanya perlindungan
terhadap Saksi dari Negara. Oleh karena itu Pemerintah membentuk program Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban LPSK, dan dikeluarkanlah UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban untuk
memberikan terobosan hukum baru di tingkat nasional. UU ini memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban yang tidak
terbatas pada tindak pidana tertentu tapi pada semua tindak pidana sesuai dengan keputusan lembaga perlindungan saksi dan korban
LPSK. Hal ini membuka peluang bagi saksi dan korban kekerasan kepada masyarakat yang selama ini seringkali mendapatkan intimidasi
dan teror untuk mendapatkan perlindungan. Namun demikian masih ada kekurangan dari UU ini yaitu pelapor
pemberi informasi tidak mendapatkan perlindungan seperti halnya saksi dan korban karena saksi pelapor tidak diakui dalam definisi
saksi. Pelapor hanya berhak untuk dilindungi dari kemungkinan dituntut secara hukum pasal 10 ayat 1. Padahal peran pelapor
sangat penting sebagai tonggak pertama dalam pengungkapan tindak pidana. Selain itu pemberian bantuan medis dan rehabilitasi psiko-
sosial bagi korban hanya diberikan pada korban kasus pelanggaran HAM berat saja sehingga korban tindak pidana yang lain seperti
KdRT atau kekerasan terhadap perempuan lainnya tidak bisa mendapatkan bantuan medis dan rehabilitasi psiko-sosial. Sedangkan
disisi lain definisi pelanggaran HAM berat tidak dijelaskan dalam ketentuan umum dan penjelasan.
Selain itu, keputusan pemberian perlindungan bagi saksi dan korban diputuskan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban LPSK, dimana
LPSK harus dibentuk dalam jangka waktu satu tahun sejak UU Perlindungan Saksi dan Korban PSK disahkan dalam rapat paripurna DPR
pada tanggal 18 Juli 2006. Namun sampai saat ini proses pembentukan lembaga tersebut belum berjalan sehingga realisasi dari amanat UU
Perlindungan Saksi dan Korban PSK terancam belum efektif. Dan dikarenakan Keberadaan Saksi dan Korban dalam proses peradilan pidana
selama ini kurang mendapat perhatian masyarakat dan penegak hukum. Hal ini tentu saja akan menghambat proses perlindungan saksi dan korban
sedangkan semakin banyak saksi dan korban yang membutuhkan perlindungan yang komprehensif dari pemerintah.
Beberapa sebab timbulnya Undang-undang Perlindungan Saksi, diantaranya adalah:
1. Belum efektifnya undang-undang perlindungan saksi dan korban dalam proses peradilan kasus pelanggaran HAM berat.
2. Belum adanya prosedur untuk menjamin keselamatan bagi saksi dan
korban dalam kasus pelanggaran HAM berat. 3.
Belum adanya lembaga perlindungan korban dan saksi.
66
B. UU Nomor 13 Tahun 2006