perlindungan oleh LPSK atau juga melanggar ketentuan perjanjian, dan lebih jelasnya lagi diterangkan dalam pasal 32 yang mencakup tentang:
1 Perlindungan atas keamanan Saksi danatau Korban hanya dapat
dihentikan berdasarkan alasan: a.
Saksi danatau Korban meminta agar perlindungan terhadapnya dihentikan dalam hal permohonan diajukan atas inisiatif sendiri;
b. Atas permintaan pejabat yang berwenang dalam hal permintaan
perlindungan terhadap Saksi danatau Korban berdasarkan atas permintaan pejabat yang bersangkutan;
c. Saksi danatau Korban melanggar ketentuan sebagaimana tertulis
dalam perjanjian; atau d.
LPSK berpendapat bahwa Saksi danatau Korban tidak lagi memerlukan perlindungan berdasarkan bukti-bukti yang meyakinkan.
2 Penghentian perlindungan keamanan seorang Saksi danatau Korban harus
dilakukan secara tertulis. Dari sini jelaslah bahwa perjanjian perlindungan dan menghentikan
perlindungan sudah diatur dari pasal 32.
2. Pemberian Restitusi, Pelayanan Rehabilitasi Kesehatan dan Sosial
Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus
dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurang, atau dirampas oleh siapa pun.
Dalam hal terjadi pengabaian, pengurangan dan perampasan hak asasi manusia, terutama terjadi pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang
dilakukan oleh perseorangan, kelompok orang, baik sipil, militer, maupun polisi, maka pihak korban atau keluarga korban yang merupakan ahli
warisnya berhak memperoleh kompensasi, restitusi danatau rehabilitasi secara tepat, cepat, dan layak dalam arti bahwa pihak korban atau ahli
warisnya berhak memperoleh ganti kerugian atau pengembalian atau pengembalian hak-hak dasarnya yang dilakukan sesuai dengan sasaran yakni
korban dan penggantian kerugiannya, pelaksanaannya segera diwujudkan, dan pengembalian haknya harus patut sesuai dengan rasa keadilan. Yang
dijelaskan juga dalam KUHAP pasal 95 ayat 1 dan pasal 97 ayat 1 yang isinya adalah:
Pasal 95 ayat 1 merupakan tentang tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili
atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.
79
Sedangkan pasal 97 ayat 1 adalah seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan
hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
80
Ganti kerugian atau pengembalian hak, misalnya pengembalian kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan fisik dan kebutuhan nonfisik, yang masuk
dalam lingkup kompensasi, restitusi dan rehabilitasi diputus oleh pengadilan HAM disetiap tingkatan pengadilan. Mengenai besarnya ganti kerugian atau
pemulihan kebutuhan dasar tersebut diserahkan sepenuhnya kepada hakim yang memutus perkara yang dicantumkan dalam amar putusannya. Jadi,
hakim diberikan kebebasan sepenuhnya secara adil, layak, dan cepat mengenai besarnya ganti kerugian tersebut berdasarkan hasil penyelidikan,
79
KUHAP, Pasal 95 ayat 1
80
Ibid, Pasal 97 Ayat 1
penyidikan, dan penuntutan, serta pemeriksaan disidang pengadilan beserta bukti-bukti yang mendukungnya.
Karena dijelaskan pula dalam undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 pasal 6 yang isinya sebagai berikut:
Bahwa korban dalam pelanggaran hak asasi manusia HAM yang berat, selain berhak atas hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 5, juga berhak
untuk mendapatkan:
81
a. Bantuan Medis; dan
b. Bantuan rehabilitasi psiko-sosial.
Jadi yang dimaksud dengan “bantuan rehabilitasi psiko-sosial” adalah bantuan yang diberikan oleh psikolog kepada Korban yang menderita trauma
atau masalah kejiwaan lainnya untuk memulihkan kembali kondisi kejiwaan Korban.
Kemudian dari pasal tersebut di perdalam penjelasannya kembali dalam undang-undang nomor 26 tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah nomor 3
tahun 2002. sedangkan dalam undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 menindak lanjuti penjelasan dari undang-undang nomor 13 tahun 2006 pasal 6
yaitu tentang restitusi, kompensasi, dan rehabilitasi yang mengaitkan tentang korban. Dan korban disini dikaitkan dengan saksi yang terancam dan lebih
lanjutnya dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah ini, bahwa:
“Peraturan Pemerintah ini dibentuk sebagai pelaksanaan Pasal 35 ayat 3 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang
berbunyi”: 1.
Setiap korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat danatau ahli warisnya dapat memperoleh kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi.
2. Kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat
1 dicantumkan dalam amar putusan Pengadilan HAM. 3.
Ketentuan mengenai kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
81
Ibid,. h.6
Jadi Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi yang diberikan kepada korban Pelanggaran Hak Asasi
Manusia Yang Berat. Kompensasi dan rehabilitasi yang menyangkut pembiayaan dan perhitungan keuangan negara dilaksanakan oleh Departemen
Keuangan. Sedangkan mengenai kompensasi, dan rehabilitasi diluar pembiayaan dan perhitungan keuangan negara dilaksanakan oleh Instansi
Pemerintah Terkait.
Disamping itu, Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai tata cara pelaksanaan kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi kepada pihak korban, dari
mulai proses diterimanya salinan putusan kepada Instansi Pemerintah Terkait dan korban sampai dengan pelaksanaan pengumuman pengadilan dan
pelaksanaan laporan. Dan dari keterangan diatas maka undang-undang ini diperlengkap lebih terperinci yang dinyatakan pada Bab I pasal 2 ayat 1
sampai 2, dan Bab II Pasal 3 ayat 1 sampai 2 hingga Pasal 5 yang berisikan tentang:
Ayat 1 Yaitu tentang Kompensasi, restitusi, danatau rehabilitasi diberikan kepada
korban atau keluarga korban yang merupakan ahli warisnya. Ayat 2
“Proses Pemberian kompensasi, restitusi danatau rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus dilaksanakan secara tepat, cepat, dan layak.”
Dan dilanjutkan juga untuk lebih jelas dan terarah dengan sempurna dan ayat tersebut kepada ayat 1 sampai 5 pasal 3 bab II yang berupa:
Ayat 1 Instansi Pemerintah Terkait bertugas melaksanakan pemberian kompensasi
dan rehabilitasi berdasarkan putusan pengadilan HAM yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.dan penjelasan ayat 2 adalah:
Ayat 2 Dalam hal kompensasi danatau rehabilitasi menyangkut pembiayaan dan
perhitungan keuangan negara, pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan. Kemudian pasal 4 adalah:
Pasal 4 Pemberian restitusi dilaksanakan oleh pelaku atau pihak ketiga
berdasarkan perintah yang tercantum dalam amar putusan Pengadilan HAM dan selanjutnya dalam pasal 5 adalah:
Pasal 5 Pelaksanaan putusan Pengadilan HAM oleh instansi Pemerintah terkait
sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat 1 wajib dilaporkan kepada pengadilan HAM yang mengadili perkara yang bersangkutan dan Jaksa
Agung paling lambat 7 tujuh hari kerja terhitung sejak tanggal putusan dilaksanakan.
Adapun salinan dari keterangan tentang undang-undang yang mengatur masalah perlindungan saksi dari ancaman, tata cara memperoleh
perlindungan, mendapatkan restitusi, rehabilitasi, kompensasi, dan penghentian untuk tidak bersangkutan kembali oleh LPSK, yaitu guna untuk
mengetahui kepastian hukum dan peraturan perlindungan saksi dan korban dari tindak kejahatan.
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP SAKSI DALAM UU NO. 13 TA HUN 2006
A. Analisis Terhadap Perlindungan Saksi Dari Ancaman
Sebagaimana dijelaskan dalam Bab III, yang diuraikan oleh penulis mengenai perlindungan terhadap saksi dari ancaman dalam bab tersebut. Dijelaskan pula
tentang perlindungan terhadap saksi dari suatu tindak pidana kejahatan, dalam hal ini terutama kepada masyarakat bawah yang belum mengenal hukum, untuk
mendapatkan perlindungan dari aparat penegak hukum yang selalu meneror para saksi.
Adapun bentuk perlindungan saksi yang sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006, tentang perlindungan saksi dan korban yaitu dengan
tidaknya membuka identitas saksi dan keluarganya serta memberikan penyediaan ruangan khusus bagi saksi untuk setiap pemeriksaan dikepolisian setempat, jadi
bila saksi memberikan keterangan atau informasi merasa aman dan nyaman.
Seperti kita ketahui bahwa syari’at Islam itu datang dengan membawa rahmatan lil alamiin, tidak terkecuali manusia, firman Allah dalam surat al-
Anbiya ayat 107 yang artinya, dan tidaklah kami mengutus kamu melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.
Jadi secara garis besar, bahwa tujuan disyari’atkannya hukum Islam adalah untuk merealisasikan kemaslahatan dan keadilan dalam bermacam segi kehidupan
manusia.
82
Dalam segi hukum umpamanya, Islam telah menjelaskan atau membataskan bahwa setiap manusia mempunyai kedudukan yang sederajat
82
Abu Zahrah, Ushul Fiqh, Terjemahan, Bandung: Ar-Risalah, 1992, Cet. Ke- 1, h. 542.