Bab III terdiri dari 17 pasal dan dibagi dalam 32 ayat, dimulai dari pasal 11 sampai 27. Undang-undang ini menjelaskan tentang pertanggung jawaban
lembaga perlindungan saksi dan koraban LPSK.
72
Bab IV terdiri dari 9 pasal dan dibagi dalam 9 ayat, dimulai dari pasal 28 sampai 36. Undang-undang ini menjelaskan tentang Syarat Pemberian
Perlindungan dan Bantuan, Tata Cara Pemberian Perlindungan.
73
Bab V terdiri dari 7 pasal dan dibagi dalam 5 ayat, dimulai dari pasal 37 sampai 43. Undang-undang ini menjelaskan tentang sanksi hukuman pidana
bahwa setiap orang yang memaksakan kehendaknya baik menggunakan kekerasan maupun cara-cara tertentu, yang menyebabkan Saksi danatau
Korban tidak memperoleh perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf d sehingga Saksi danatau Korban tidak
memberikan kesaksiannya pada tahap pemeriksaan tingkat manapun, dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 5 lima
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 40.000.000.00 empat puluh juta rupiah dan paling banyak Rp. 500.0000.000.00 lima ratus juta rupiah.
74
Bab VI terdiri dari 1 pasal, yang terdiri dari pasal 44. Undang-undang ini menjelaskan tentang yang mengatur mengenai perlindungan terhadap Saksi
danatau Korban dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini.
75
Bab VII terdiri dari 2 pasal, dimulai dari pasal 45 sampai 46. Undang- undang ini menjelaskan tentang LPSK harus dibentuk dalam waktu paling
lambat 1 satu tahun setelah undang-undang ini diundangkan.
C. Perlindungan Hukum Dalam UU No. 13 Tahun 2006 Terhadap Saksi
1. Perlindungan Hukum Dari Ancaman Terhadap Saksi
Hampir setiap negara memiliki peraturan perlindungan, khususnya di Indonesia, bahwa negara ini mempunyai tata tertib untuk memperoleh sebuah perlindungan
hukum terhadap saksi dari ancaman orang yang bersangkutan, maka dari itu pemerintah membentuk undang-undang dan telah dijelaskan isi memperoleh
perlindungan hukum dari ancaman terhadap saksi yaitu dalam pasal 8-10 yang sebagaimana diterangkan dalam pasal 8 adalah bahwa:
“Perlindungan dan hak Saksi dan Korban diberikan sejak tahap penyelidikan dimulai dan berakhir sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam undang-
undang ini”.
72
Ibid,. h. 6
73
Ibid,. h. 11
74
Ibid,. h. 14
75
Ibid,. h. 16
Kemudian saksi yang dirinya terancam dan tidak dapat hadir secara langsung dipengadilan dan disebabkan ancaman yang begitu mencekam, jadi saksi juga bisa
memberikan keterangan dengan menggunakan alat elektronik dan didampingi oleh beberapa pejabat yang berwenang. Dari isi keterangan tersebut dapat dijelaskan
dengan lebih sempurna pada pasal 9 ayat 1sampai 3 yang menyatakan bahwa:.
1. Saksi danatau Korban yang merasa dirinya berada dalam ancaman yang sangat besar, atas persetujuan hakim dapat memberikan kesaksian tanpa
hadir langsung dipengadilan tempat perkara tersebut sedang diperiksa. 2. Saksi danatau Korban sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat
memberikan kesaksiannya secara tertulis yang disampaikan dihadapan pejabat yang berwenang dan membubuhkan tanda tangannya pada berita
acara yang memuat tentang kesaksian tersebut.
3. Saksi danatau Korban sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat pula didengar kesaksiannya secara langsung melalui sarana elektronik dengan
didampingi oleh pejabat yang berwenang. Dengan demikian yang dijelaskan dalam pasal tersebut tentang
melindungi saksi dari ancaman yang berat dan menyampaikan kesaksiannya dengan tulisan atau sarana elektronik. Jadi dari saksi yang
terancam tersebut selain mendapat perlindungan juga mendapat kebebasan hukum atau peringanan hukum dikarenakan sudah ingin memberikan
laporan untuk mengungkap kejahatan orang tersebut. Didalam penjelasan tentang bebas dari hukum atau keringanan hukum dijelaskan kembali
dengan lebih terarah dalam pasal 10 ayat1sampai 3 berupa:
1. Saksi, Korban, dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang,
atau telah diberikannya. 2. Seorang Saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak
dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat
dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang akan dijatuhkan.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku terhadap Saksi, Korban, dan pelapor yang memberikan keterangan
tidak dengan iktikad baik.
76
76
Ibid,. h. 5
Dari pasal tersebut dijelaskan lebih lanjutnya dalam tata cara memperoleh perlindungan pada pasal 29 sampai 32 yang dimaksud menjelaskan tentang
bagaimana memperoleh tata cara perlindungan hukum bahwa tata cara memperoleh perlindungan hukum yaitu diterangkan dalam pasal 29 sampai 30
yang berisikan bahwa: a. Saksi danatau Korban yang bersangkutan, baik atas inisiatif sendiri maupun
atas permintaan pejabat yang berwenang, mengajukan permohonan secara tertulis kepada LPSK;
b. LPSK segera melakukan pemeriksaan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. Keputusan LPSK diberikan secara tertulis paling lambat 7 tujuh hari sejak permohonan perlindungan diajukan.
77
Dari pasal 29 ini juga ditindak lanjuti dalam pasal 30 yang menerangkan tentang penerimaan permohonan saksi dan korban
dan pernyataan kesediaan untuk mengikuti syarat dan ketentuan perlindungan saksi. Adapun yang lebih menyangkut dalam
pembahasan ini dijelaskan pada pasal 30 berupa:
1. Dalam hal LPSK menerima permohonan Saksi danatau Korban sebagaimana dimaksud dalam pasal 29, Saksi danatau Korban
menandatangani pernyataan kesediaan mengikuti syarat dan ketentuan perlindungan Saksi dan Korban.
77
Ibid, h. 11
2. Pernyataan kesediaan mengikuti syarat dan ketentuan perlindungan Saksi danatau Korban sebagaimana dimaksud pada ayat 1 yang berisikan
bahwa: a. kesediaan Saksi danatau Korban untuk memberikan kesaksian dalam
proses peradilan; b. kesediaan Saksi danatau Korban untuk mentaati aturan yang
berkenaan dengan keselamatannya; c. kesediaan Saksi danatau Korban untuk tidak berhubungan dengan cara
apa pun dengan orang lain selain atas persetujuan LPSK, selama ia berada dalam perlindungan LPSK;
d. kewajiban Saksi danatau Korban untuk tidak memberitahukan kepada siapa pun mengenai keberadaannya di bawah perlindungan LPSK; dan
e. hal-hal lain yang dianggap perlu oleh LPSK. Dari keterangan ini yang dikeluarkan oleh LPSK kepada saksi berupa kesediaan
saksi dan korban untuk memberi kesaksian, menaati peraturan dari LPSK dan tidak berhubungan dengan sembarang orang tanpa persetujuan LPSK dan lain-lain.
Dengan demikian LPSK juga wajib memberi perlindungan sepenuhnya terhadap saksi dan korban termasuk juga dengan keluarganya, dari mulainya pernyataan dan
penjelasan disini juga lebih jelas diterangkan dalam pasal 31, yaitu:
“LPSK wajib memberikan perlindungan sepenuhnya kepada Saksi danatau Korban, termasuk keluarganya, sejak ditandatanganinya pernyataan kesediaan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 30”
78
Oleh karena itu LPSK juga harus lebih fokus untuk memberikan perlindungan terhadap saksi agar saksi tidak mengalami keresahan ketika memberi keterangan
atau dalam mengajukan untuk memperoleh perlindungan saksi juga dapat menghentikan perlindungan karena adanya inisiatif untuk dihentikannya
78
Ibid,. h.12
perlindungan oleh LPSK atau juga melanggar ketentuan perjanjian, dan lebih jelasnya lagi diterangkan dalam pasal 32 yang mencakup tentang:
1 Perlindungan atas keamanan Saksi danatau Korban hanya dapat
dihentikan berdasarkan alasan: a.
Saksi danatau Korban meminta agar perlindungan terhadapnya dihentikan dalam hal permohonan diajukan atas inisiatif sendiri;
b. Atas permintaan pejabat yang berwenang dalam hal permintaan
perlindungan terhadap Saksi danatau Korban berdasarkan atas permintaan pejabat yang bersangkutan;
c. Saksi danatau Korban melanggar ketentuan sebagaimana tertulis
dalam perjanjian; atau d.
LPSK berpendapat bahwa Saksi danatau Korban tidak lagi memerlukan perlindungan berdasarkan bukti-bukti yang meyakinkan.
2 Penghentian perlindungan keamanan seorang Saksi danatau Korban harus
dilakukan secara tertulis. Dari sini jelaslah bahwa perjanjian perlindungan dan menghentikan
perlindungan sudah diatur dari pasal 32.
2. Pemberian Restitusi, Pelayanan Rehabilitasi Kesehatan dan Sosial