BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP SAKSI DALAM UU NO. 13 TA HUN 2006
A. Analisis Terhadap Perlindungan Saksi Dari Ancaman
Sebagaimana dijelaskan dalam Bab III, yang diuraikan oleh penulis mengenai perlindungan terhadap saksi dari ancaman dalam bab tersebut. Dijelaskan pula
tentang perlindungan terhadap saksi dari suatu tindak pidana kejahatan, dalam hal ini terutama kepada masyarakat bawah yang belum mengenal hukum, untuk
mendapatkan perlindungan dari aparat penegak hukum yang selalu meneror para saksi.
Adapun bentuk perlindungan saksi yang sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006, tentang perlindungan saksi dan korban yaitu dengan
tidaknya membuka identitas saksi dan keluarganya serta memberikan penyediaan ruangan khusus bagi saksi untuk setiap pemeriksaan dikepolisian setempat, jadi
bila saksi memberikan keterangan atau informasi merasa aman dan nyaman.
Seperti kita ketahui bahwa syari’at Islam itu datang dengan membawa rahmatan lil alamiin, tidak terkecuali manusia, firman Allah dalam surat al-
Anbiya ayat 107 yang artinya, dan tidaklah kami mengutus kamu melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.
Jadi secara garis besar, bahwa tujuan disyari’atkannya hukum Islam adalah untuk merealisasikan kemaslahatan dan keadilan dalam bermacam segi kehidupan
manusia.
82
Dalam segi hukum umpamanya, Islam telah menjelaskan atau membataskan bahwa setiap manusia mempunyai kedudukan yang sederajat
82
Abu Zahrah, Ushul Fiqh, Terjemahan, Bandung: Ar-Risalah, 1992, Cet. Ke- 1, h. 542.
dihadapan hukum, dan tidak dibedakan dari segi agama, bahkan antara si kaya dan si miskin dan Islam juga tidak memihak pemberian yang istimewa terhadap
golongan atau kelompok tertentu. Bila hak-hak asasi manusia ingin di junjung tinggi, maka haruslah Islam
mewujudkan adanya keadilan dan memberikan kemaslahatan untuk umat manusia, maka dari itu Islam sangat melarang tindak penyiksaan, penipuan,
bahkan pembunuhan, atau dari berbagai macam tindakan yang mengakibatkan terganggunya dan meresahkan harga diri orang lain, seperti jiwa, darah dan harta
seseorang, apalagi bila perbuatan tersebut dapat menimbulkan korban, Allah SWT brfirman dalam surat al-Ahzab ayat 58 yang berbunyi sebagai berikut:
ﺎ ﺛإوﺎ ﻬ اﻮ اﺪ اﻮ ﻜ ﺮ
ﺆ او نﻮ ﺆ ا نوذﺆ ﺬ او باﺬ ا
: 33
: 58
Artinya: “Orang-orang yang menyakiti orang mukmin laki-laki dan perempuan tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka
memikul kebohongan dan dosa yang nyata” . QS. Al-Ahzab: 33: 58.
Sudah jelas dari ayat diatas yang menerangkan bahwa Islam begitu menghargai jiwa dan kehormatan seorang manusia, sehingga apapun jenis
tindakan yang berdampak timbulnya korban hukumnya adalah haram. Islam menegaskan dalam memberikan perlindungan terhadap saksi dalam
perkara pidana. Dan diberinya perlindungan ini untuk terlaksananya kesempurnaan dalam memperoleh hak-hak saksi. Sebagai bukti bahwa Islam
memberikan perlindungan terhadap saksi tindak pidana adalah terdapatnya berbagai macam ketentuan yang mengatur tentang masalah tersebut.
Dalam hal perlindungan terhadap saksi dari ancaman atas dirinya, maka Islam mengintropeksi bahwa dalam memberikan suatu keteranganinformasi dari
saksi hendaknya mendapatkan perlindungan dan pendampingan. Misalnya korban dari kesaksian. Biasanya saksi takut untuk mengadukan laporan apa yang terjadi
dalam peristiwa yang dialaminya bahkan ia juga merasakan kesulitan untuk bergabung dan interaksi sosial dengan baik kepada masyarakat, dengan sebab
merasa terancam oleh orang yang bersangkutan. Dengan demikian, maka si saksi tersebut ingin sekali mendapatkan perlunya perlindungan dari aparat penegak
hukum yang dilakukan dengan cara mendampinginya dan memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya.
Dengan demikian, fiqh dalam upayanya selain memberikan perlindungan kepada korban saksi juga haruslah berorientasi kepada pembelaan terhadap
saksi, yang dalam hal ini adalah saksi yang selalu diteror dari orang yang bersangkutan. Orientasi tersebut setidaknya meliputi dua hal. Pertama, fiqh
beranggapan bahwa saksi merupakan segala kekuatan untuk membuktikan suatu perkara. Kedua, fiqh diharapkan untuk bisa mengupayakan pelayanan,
perlindungan, dan tanggung jawab terhadap saksi bukan saja sekedar memberikan pendampingan dan jalan keluar. Agar keterlanjutannya dapat memberikan
ketenangan kepada saksi yang selalu mendapatkan teror dari orang yang bersangkutan. Sebab dikatakan dalam Islam bahwa pendampingan terhadap saksi
adalah salah satu bentuk usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah taqarrub ila Allah
. Penulis beranggapan, memang dalam hal ini Islam tidak menjelaskan secara
rinci bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap saksi dari ancaman atas dirinya. Masalah hal ini dikarenakan tindak saksi dalam perkara pidana ini masuk
dalam kategori ta’zir, yaitu ketentuan hukum yang tidak tercantum dalam al- Qur’an dan Hadits, sehingga dalam pelaksanaannya semua diserahkan pada ulil
Amri atau pemerintah yang memegang kekuasaan pada negara yang
bersangkutan. Namun berdasarkan dalam hadits diatas, tersirat bahwa saksi korban sebagai pihak yang sangat dirugikan maka harus mendapatkan
perlindungan dan pelayanan yang sebaik-baiknya agar dirinya dan keluarganya merasa aman dan nyaman.
B. Analisis Terhadap Restitusi