Nafkah Istri Dinamika putusan mahkamah agung republik Indonesia dalam bidang perdata Islam
186 D
INAM IKA
P
UTU SAN
MA
DALAM
B
IDA NG
P
ERD ATA
I
SL AM
empat, yaitu meliputi pangan, sandang, papan, biaya kesehatan dan pembantu rumah tangga. Namun demikian, kemampuan ekonomi suami
dipertimbangkan dalam memenuhi jenis-jenis nafkah tersebut, hal ini pun sepanjang istri menerima keadaan suaminya yang tidak mampu memenuhi
kebutuhan nafkahnya, jika istri tidak menerima kekurangan nafkah dari suami, ia dapat mengajukan tuntutan perceraian.
210
Hukum keluarga di Indonesia tidak mengatur tentang rincian jenis nafkah istri yang wajib dipenuhi oleh suami. Pasal 34 ayat 1 UU
Perkawinan hanya menyebutkan suami wajib memberikan segala sesuatu untuk keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
211
Berbeda dengan UU Perkawinan, KHI mengatur secara rinci kebutuhan rumah tangga yang wajib dipenuhi oleh suami terhadap istri meliputi: a.
nafkah, b. kiswah, c. tempat tinggal, d. biaya rumah tangga, e. biaya perawatan dan pengobatan istri.
212
Sebagai perbandingan Pasal 107 KUH Perdata merumuskan suami wajib melindungi dan memberi segala
keperluan hidup istri sesuai dengan kemampuannya,
213
tanpa merinci satu persatu kebutuhan istri tersebut sebagaimana halnya yang diatur dalam UU
Perkawinan. Penentuan mengenai jenis kewajiban suami terhadap istri dengan rumusan yang umum lebih simpel dan fleksibel untuk disesuaikan
dengan kemampuan ekonomi suami. Aturan tentang kewajiban nafkah suami yang simpel dan fleksibel sebagaimana dalam Al-Qur’an dan
beberapa undang-undang yang telah diuraikan di atas lebih memudahkan untuk ditafsirkan dalam perkara konkrit dengan perkembangan kultur
masyarakat setempat.
Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, kebutuhan rumah tangga merupakan kewajiban suami, sehingga jika suami tidak
melaksanakan kewajibannya istri dapat mengajukan gugatan kepada
210
Undang-undang beberapa negara Arab Muslim seperti Aljazair, Mesir, Irak, Jordania, Kuwait, Libya, Syria, Yaman merinci jenis-jenis nafkah, sedangkan undang-
undang Libanon, Maroko, Tunisia tidak merinci jenis-jenis kewajiban nafkah. Lihat Dawoud El-Alami and Doren Hinchclief, Islamic Marriage and Divorce Laws of The Arab
World, 50, 52, 72, 94, 129, 187, 227 dan 271.
211
Harun Alrasid, ed. Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, vol. 1, 838.
212
Uraian mengenai kewajiban suami untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga tersebut tercantum dalam KHI Pasal 80 ayat 4 dan Pasal 81 ayat 1. Lihat Muhammad
Amin Suma, Himpunan Undang-Undang Perdata Islam dan Peraturan Pelaksanaan Lainnya di Negara Hukum Indonesia, 393.
213
Harun Alrasid, ed. Himpunan Peraturan Perundangan-Undangan Republik Indonesia, vol. 1, 498.
187 D
INAM IKA
P
UTU SAN
MA
DALAM
P
ERKARA
H
UKUM
P
ERKAWI NA N
pengadilan.
214
Hak untuk mengajukan gugatan nafkah lalai untuk istri dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak dibatasi oleh lampaunya
waktu daluwarsa. Di beberapa Negara Arab Muslim, tuntutan nafkah lampau istri berlaku daluwarsa. Aljazair dan Mesir misalkan hanya
membolehkan gugatan nafkah lampau satu tahun sebelum gugatan diajukan, gugatan yang lebih dari satu tahun hanya akan diterima sebatas satu tahun,
selebihnya dianggap daluwarsa. Kuwait selama dua tahun, Jordan enam bulan dan Syria empat bulan. Sedangkan Tunisia dan Yaman tidak
menetapkan daluwarsa atas gugatan nafkah, walaupun menuntut beberapa tahun nafkah yang tidak dibayar oleh suami selama dapat dibuktikan di
depan pengadilan dikabulkan.
215
Pada umumnya Mahkamah Agung mengabulkan gugatan nafkah untuk istri. Dari jumlah 14 perkara gugatan nafkah istri, 13 perkara
dikabulkan dan 1 perkara dinyatakan tidak dapat diterima dengan pertimbangan gugatan tersebut bukan wewenang Pengadilan Agama.
Terdapat tiga permasalahan hukum yang berhubungan dengan nafkah istri; Pertama, mengenai persoalan daluwarsa nafkah lampau istri; Kedua,
mengenai jenis dan besaran nafkah yang wajib dibayarkan oleh suami kepada istri; Ketiga mengenai
nushuz istri yang mengakibatkan hilangnya
hak nafkah istri.
Mengenai persoalan hukum pertama, yakni daluwarsa tuntutan nafkah lampau istri, pendapat Mahkamah Agung dalam hal ini dapat dilihat
dari pertimbangan hukum putusan Mahkamah Agung sebagai berikut: Mahkamah Agung membenarkan pertimbangan hukum putusan
Pengadilan Tinggi Agama dan Pengadilan Agama yang berbunyi: “bahwa tergugat sebagai suami tidak memberi nafkah kepada
penggugat sebagai istri dari tahun 1975 sampai dengan 1994. Kepergian istri dari tempat tinggal orang tua tergugat ke rumah
orang tua penggugat tanpa izin tergugat tidak dapat dikategorikan nushuz, karena rumah orang tua bukan tempat tinggal yang
disepakati kedua belah pihak di mana menurut Pasal 32 ayat 2 UU Perkawinan tempat tinggal bersama harus berdasarkan kesepakatan
bersama. Di samping itu, keberadaan penggugat di rumah orang tua tergugat hanya dititipkan oleh tergugat bukan untuk tinggal secara
permanen dan saat itu penggugat tidak memberi nafkah kepada
214
Lihat Pasal 34 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Pasal 80 ayat 2 dan 4 jo. Pasal 77 ayat 5 Kompilasi Hukum Islam, dalam Muhammad Amin Suma,
Himpunan Undang-Undang Perdata Islam dan Peraturan Pelaksanaan Lainnya di Negara Hukum Indonesia, 336 dan 392.
215
Lihat Dawoud El Alami and Doreen Hinchcliffe, Islamic Marriage and Law Divorce Laws of the Arab World, 50, 60, 95, 129, 247, dan 272.
188 D
INAM IKA
P
UTU SAN
MA
DALAM
B
IDA NG
P
ERD ATA
I
SL AM
penggugat. Oleh karena itu, berdasarkan Pasal 34 UU Perkawinan dan Pasal 80 dan Pasal 81 KHI, penggugat berhak untuk menuntut
nafkah lampau dan tergugat wajib membayar nafkah lampau kepada penggugat. Bahwa untuk menentukan besaran nafkah majlis
mempertimbangkan kemampuan ekonomi tergugat. Bahwa tergugat sejak tahun 1995 sd 1997 tidak mempunyai pekerjaan dan setelah
tahun 1997 diangkat sebagai pegawai negeri sipil guru agama, oleh karena itu antara tahun 1975 sd 1977 tergugat tidak dapat dibebani
kewajiban nafkah terhadap penggugat. Pertimbangan kedua kebutuhan dasar hidup saat itu. Dengan pertimbangan tersebut
majelis hakim menetapkan untuk nafkah antara tahun 1997 sd 1988 = 12 x 12 x Rp 20.000,-bulan = Rp 2.880.000,- dan untuk masa
masa tahun 1989 sd 1994 63 bulan = 63 x Rp 50.000,-bulan = Rp 3.150.000,-. Jumlah seluruhnya Rp 6.480.000,-.”
216
Mahkamah Agung tidak mengenal lembaga daluwarsa mengenai tuntutan nafkah lampau istri. Dalam perkara tersebut, nafkah yang dituntut
adalah sepanjang tahun 1975 sd 1994 atau hampir 19 tahun. Walaupun yang dihitung hanya sekitar 17 tahun, akan tetapi bukan atas dasar batasan
daluwarsa, melainkan atas dasar kemampuan ekonomi tergugat yang hanya baru dapat dibebani kewajiban nafkah sejak tahun 1977. Dari data yang
diperoleh, gugatan yang terendah masa tuntutannya 5 bulan.
217
Putusan Mahkakamah Agung tersebut berarti menerapkan ketentuan mazhab
Malikiyah, Shafi’iyah dan Hanabilah, karena menurut mazhab Hanafiyah nafkah lampau untuk istri gugur dengan lewatnya waktu satu tahun, kecuali
nafkah istri yang ditetapkan berdasarkan putusan pengadilan.
218
Mengenai persoalan hukum kedua, yakni jenis nafkah dan jumlah nafkah yang wajib diberikan suami kepada istri, pendapat Mahkamah
Agung dapat dilihat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut:
1. Mahkamah Agung membenarkan pertimbangan hukum Pengadilan
Tinggi Agama yang memperbaiki pertimbangan hukum Pengadilan Agama yang berbunyi, “bahwa menurut fakta tergugatpembanding
216
Lihat Putusan MA No. 95KAG1995 tanggal 27 Juni 1996 jis Putusan PTA Ujung Pandang No. 441994 tanggal 19 Sptember 1994 dan Putusan PA Paloppo No.
205Pdt.G1993PA.Plp tanggal 10 Maret 1994.
217
Lihat Putusan MA No. 90KAG1991 jis. Putusan PTA Pekanbaru No. 191990 tanggal 14 Maret 1991.
218
Lihat Wahbah al-Zuhayli,
al-Fiqh} al-Islami wa Adillatuh
, vol. 10, 7363; dan Dawoud El Alami and Doreen Hinchcliffe, Islamic Marriage and Law Divorce Laws of the
Arab World, 20-21.
189 D
INAM IKA
P
UTU SAN
MA
DALAM
P
ERKARA
H
UKUM
P
ERKAWI NA N
bekerja sebagai pegawai negeri golongan menengah dengan beban keluarga istri kedua dan lima orang anak. Oleh karenanya untuk
membayar sejumlah tuntutan penggugatterbanding sekaligus akan memberatkan tergugat. Sehingga putusan Pengadilan Agama yang telah
mengabulkan gugatan nafkah sebanyak Rp 6.480.000,00 untuk penggugat perlu disederhanakan sesuai kemampuan tergugat menjadi Rp
4.000.000,00.”
219
2. Mahkamah Agung membenarkan pertimbangan hukum Pengadilan Tinggi Agama yang membatalkan putusan Pengadilan Agama yang
berbunyi, “bahwa tergugat suami tidak memberi nafkah kepada penggugat istri sejak Januari 1990 gugatan diajukan pada bulan Mei
1990 – penj.. Oleh karenanya berdasarkan hadis Nabi Muhammad yang tercantum dalam Kitab
Subul al-Salam nomor 1071, yang berbunyi: “Dan bagi mereka isteri ada kewajiban atas kamu suami untuk
memenuhi rizki dan kiswah mereka dengan cara yang baik.” dan qaul ulama yang tercantum dalam kitab
I‘anat al-T{alibin juz IV hal. 85 yang berbunyi:
“Nafkah atau kiswah yang tidak dipenuhi oleh suami selama beberapa kurun waktu nafkah lampau menjadi hutang yang harus dibayarkan
oleh suami kepada istri, karena nafkah lampau tersebut merupakan hak istri yang berada di bawah jaminan suami.”
serta Pasal 34 ayat 1 dan 3 UU Perkawinan, penggugat berhak mendapat nafkah lampau sebesar Rp 200.000,00bulan dengan
perincian: a. biaya nafkah sehari-hari Rp 150.000,00, b. sewa rumah Rp 35.000,00, dan c. biaya pengobatan dan pakaian Rp 15.000,00.”
220
3. Mahkamah Agung membenarkan pertimbangan hukum Pengadilan Agama yang berbunyi, “bahwa tuntutan penggugat agar tergugat
dihukum membayar nafkah lalai selama 31 bulan setiap bulan Rp 50.000,00 dan tergugat menolak dengan alasan tergugat tidak pernah
berkumpul sebagaimana layaknya suami istri, majlis berpendapat alasan tergugat tersebut tidak dapat dibenarkan karena tidak berkumpul tersebut
219
Lihat Putusan MA No. 95KAG1995 tanggal 27 Juni 1996 jis Putusan PTA Ujung Pandang No. 441994 tanggal 19 September 1994.
220
Lihat Putusan MA No. 90KAG1991 tanggal 29 September 1992 jo. Putusan PTA Pekanbaru No. 191990 tanggal 14 Maret 1991.
190 D
INAM IKA
P
UTU SAN
MA
DALAM
B
IDA NG
P
ERD ATA
I
SL AM
bukan kesalahan penggugat, akan tetapi tergugat sendiri yang tidak mau hidup bersama, oleh karenanya tergugat tidak termasuk
nushuz. Maka berdasarkan pertimbangan tersebut tergugat wajib membayar nafkah
kepada penggugat selama 31 bulan setiap bulannya sebagaimana disebutkan dalam diktum putusan dalam amar ditetapkan sebanyak Rp
930,000.00,- untuk 31 bulan.”
221
Pada umumnya putusan Mahkamah Agung tidak menentukan jenis nafkah dalam putusannya, kecuali beberapa putusan menetapkan secara
rinci jenis nafkah yang wajib diberikan oleh suami terhadap istrinya sebagaimana dalam perkara angka 2 di atas yang menjelaskan rincian
nafkah terdiri dari, 1. nafkah sehari-hari, 2. tempat tinggal, dan 3. biaya kesehatan. Mengenai biaya kesehatan ini, Mahkamah Agung menerapkan
KHI dan pendapat mazhab Malikiyah. Sedangkan mengenai jumlah besaran nafkah, Mahkamah Agung tidak menentukan secara pasti, akan tetapi
mempertimbangkan kemampuan dan kondisi ekonomi suami saat itu. Hal ini sejalan dengan Al-Qur’an, Hadis dan pendapat mazhab Malikiyah,
Hanafiyah, dan Hanabilah.
Mengenai masalah hukum ketiga, yakni nushuz istri yang
mengakibatkan hilangnya hak nafkah istri, pandangan Mahkamah Agung dapat dilihat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai
berikut:
1. Mahkamah Agung membenarkan pertimbangan hukum Pengadilan Tinggi Agama dan Pengadilan Agama yang berbunyi, “bahwa
penggugat istri tidak berhak atas nafkah lampau yang tidak dibayarkan oleh tergugat suami karena penggugat telah meninggalkan tempat
tinggal bersama tanpa izin tergugat pergi ke Singapura.”
222
2. Mahkamah Agung membenarkan pertimbangan hukum Pengadilan Tinggi Agama dan Pengadilan Agama yang berbunyi, “bahwa tuntutan
penggugat istri mengenai nafkah lampau yang tidak dibayar oleh tergugat suami sejak tahun 1975 sd 1992 tidak dapat dikabulkan
karena penggugat telah mengusir tergugat dari tempat tinggal bersama. Hal ini sesuai dengan Pasal 80 ayat 7 KHI dan qaul ulama yang
tercantum dalam kitab
Tuh}fat al-Muh}taj vol. VIII hal. 323 yang berbunyi:
221
Lihat Putusan MA No. 221KAG1995 tanggal 26 Agustus 1998 jis. Putusan PTA Pontianak No. 11Pdt.G1992PTA.PTK. tanggal 12 Juli 1994 dan Putusan PA
Pontianak No. 139Pdt.G1992PA.PTK. tanggal 2 September 1992.
222
Lihat Putusan MA No. 190KAG1991 tanggal 22 Juni 1994 jis Putusan PTA Surabaya No. 251991PTA.SBY tanggal 4 Juni 1991 dan Putusan PA Surabaya No.
969Pdt.G1990PA.Sby tanggal 13 November 1990.
191 D
INAM IKA
P
UTU SAN
MA
DALAM
P
ERKARA
H
UKUM
P
ERKAWI NA N
223
“Kewajiban suami memberi nafkah gugur secara keseluruhan akibat nushuz dari pihak istri berdasarkan ijma ulama; atau karena istri
melanggar kewajiban taat kepada suami.”
3. Mahkamah Agung membenarkan pertimbangan hukum Pengadilan Tinggi Agama dan Pengadilan Agama yang berbunyi, “Bahwa tuntutan
nafkah penggugat istri yang tidak dapat dibayar oleh tergugat suami harus ditolak, karena penggugat telah
nushuz keluar dari rumah tempat tinggal bersama tanpa izin tergugat. Hal ini berdasarkan Pasal 80 ayat
7 dan Pasal 84 ayat 2 KHI.”
224
4. Mahkamah Agung membenarkan pertimbangan hukum putusan Pengadilan Tinggi Agama dan Pengadilan Agama yang berbunyi:
“bahwa tergugat sebagai suami tidak memberi nafkah kepada penggugat sebagai istri dari tahun 1975 sampai dengan 1994. Kepergian istri dari
tempat tinggal orang tua tergugat ke rumah orang tua penggugat tanpa izin tergugat tidak dapat dikategorikan
nushuz, karena rumah orang tua bukan tempat tinggal yang disepakati kedua belah pihak di mana
menurut Pasal 32 ayat 2 UU Perkawinan tempat tinggal bersama harus berdasarkan kesepakatan bersama. Di samping itu, keberadaan
penggugat di rumah orang tua tergugat hanya dititipkan oleh tergugat bukan untuk tinggal secara permanen dan saat itu penggugat tidak
memberi nafkah kepada penggugat. Oleh karena itu, berdasarkan Pasal 34 UU Perkawinan dan Pasal 80 dan Pasal 81 KHI, penggugat berhak
untuk menuntut nafkah lampau dan tergugat wajib membayar nafkah lampau kepada penggugat. Bahwa untuk menentukan besaran nafkah
majlis mempertimbangkan kemampuan ekonomi tergugat. Bahwa tergugat sejak tahun 1995 sd 1997 tidak mempunyai pekerjaan dan
setelah tahun 1997 diangkat sebagai pegawai negeri sipil guru agama. Oleh karena itu, antara tahun 1975 sd 1977 tergugat tidak dapat
dibebani kewajiban nafkah terhadap penggugat. Pertimbangan kedua kebutuhan dasar hidup saat itu. Dengan pertimbangan tersebut majelis
hakim menetapkan untuk nafkah antara tahun 1997 sd 1988 = 12 x 12 x Rp 20.000,00bulan = Rp 2.880.000,00 dan untuk masa-masa tahun
223
Lihat Putusan MA No. 164KAG1994 tanggal 28 April 1995 jis. Putusan PTA Manado No. 34Pdt.G1993PTA.Mdo. tanggal 15 Desember 1993 dan Putusan PA
Limboto No. 174Pdt.G1992PA.Lbt. tanggal 20 Rabiulawal 1414 H.
224
Lihat Putusan MA No. 580KAG2003 tanggal 31 Agustus 2004 jis. Putusan PTA Yogyakarta No. 03Pdt.G2003PTA.YK. tanggal 28 April 2003 dan Putusan PA
Yogyakarta No. 87Pdt.G2002PA.Yk tanggal 25 Nopember 2002.
192 D
INAM IKA
P
UTU SAN
MA
DALAM
B
IDA NG
P
ERD ATA
I
SL AM
1989 sd 1994 63 bulan = 63 x Rp 50.000,00bulan = Rp 3.150.000,00. Jumlah seluruhnya Rp 6.480.000,00.”
225
5. Mahkamah Agung membenarkan pertimbangan hukum Pengadilan Agama yang berbunyi, “bahwa tuntutan penggugat agar tergugat
dihukum membayar nafkah lalai selama 31 bulan setiap bulan Rp 50.000,00 dan tergugat menolak dengan alasan tergugat tidak pernah
berkumpul sebagaimana layaknya suami istri, majlis berpendapat alasan tergugat tersebut tidak dapat dibenarkan karena tidak berkumpul tersebut
bukan kesalahan penggugat akan tetapi tergugat sendiri yang tidak mau hidup bersama, oleh karenanya tergugat tidak termasuk
nushuz. Maka berdasarkan pertimbangan tersebut tergugat wajib membayar nafkah
kepada penggugat selama 31 bulan setiap bulannya sebagaimana disebutkan dalam diktum putusan dalam amar ditetapkan sebanyak Rp
930.000,00 untuk 31 bulan.”
226
Pertimbangan Mahkamah Agung tersebut dalam angka 1, 2, dan 3, istri meninggalkan tempat tinggal bersama tanpa izin dari suami dianggap
nushuz tanpa menjelaskan kepergian istri tersebut apakah ada alasan hukum atau tidak. Berkenaan dengan kepergian istri dari tempat tinggal, mazhab
Hanabilah berpendapat bahwa nafkah sangat erat kaitannya dengan hak suami untuk berhubungan biologis, oleh karenanya jika istri keluar dari
rumah bepergian untuk keperluan si istri walaupun atas izin suami, istri tidak berhak mendapat nafkah karena saat istri pergi hak suami untuk
melakukan hubungan biologis tidak dapat terpenuhi.
227
Demikian halnya mazhab Shafi’iyah bahwa kewajiban nafkah adalah sebagai implikasi dapat
terpenuhinya kebutuhan biologis suami, akan tetapi istri tidak dapat dikategorikan
nushuz jika ia keluar rumah mempunyai alasan hukum, misalkan menghindari tindak kekerasan fisik yang dilakukan suami.
228
Mazhab Hanafiyah menetapkan kepergian istri dari tempat tinggal bersama tanpa ada alasan hukum tidak dapat dikategorikan
nushuz kecuali jika tidak
225
Lihat Putusan MA No. 95KAG1995 tanggal 27 Juni 1996 jis Putusan PTA Ujung Pandang No. 441994 tanggal 19 September 1994 dan Putusan PA Paloppo No.
205Pdt.G1993PA.Plp tanggal 10 Maret 1994.
226
Lihat Putusan MA No. 221KAG1995 tanggal 26 Agustus 1998 jis. Putusan PTA Pontianak No. 11Pdt.G1992PTA.PTK. tanggal 12 Juli 1994 dan Putusan PA
Pontianak No. 139Pdt.G1992PA.PTK. tanggal 2 September 1992.
227
Ibn Qudamah,
al-Mughni
, vol. 11, 206.
228
Ibn H{ajar al-Haytami,
Tuh}fah al-Muh}taj bi Sharh} al-Minhaj
, vol. 8, 327.
193 D
INAM IKA
P
UTU SAN
MA
DALAM
P
ERKARA
H
UKUM
P
ERKAWI NA N
ada alasan hukum baru istri dapat dikategorikan nushuz.
229
Berbeda dengan tiga mazhab sebelumnya, mazhab Zahiriyah berpendapat nafkah istri wajib
sebagai akibat akad perkawinan, walaupun istri berbuat nushuz. Selama
perkawinan tersebut sah, suami wajib memberi nafkah.
230
KHI tidak menjelaskan secara rinci apa yang dimaksud dengan
nushuz. Pasal 84 ayat 1 KHI berbunyi “Istri dapat dianggap
nushuz jika ia tidak mau melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81
ayat 1 kecuali dengan alasan yang sah. Pasal 81 ayat 1 dimaksud berbunyi “Kewajiban utama bagi seorang istri adalah berbakti lahir dan
batin kepada suami dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam.” Dalam tiga perkara di atas, Mahkamah Agung cenderung berpegang pada
mazhab Hanabilah yang menetapkan kepergian istri tanpa izin suami walaupun ada alasan hukum diketegorikan
nushuz. Dalam contoh nomor 4, Mahkamah Agung menetapkan istri
mengusir suami dari tempat tinggal bersama merupakan nushuz. Dalam
perkara ini hampir sama dengan tiga perkara sebelumnya, di mana Mahkamah Agung tidak menjelaskan penyebab istri mengusir suami,
apakah mempunyai alasan hukum atau tidak. Sedangkan dalam contoh nomor 5 Mahkamah Agung tidak menetapkan
nushuz terhadap istri yang meninggalkan tempat tinggal yang diinginkan suami jika ada alasan hukum.
Dalam perkara kelima, Mahkamah Agung cenderung menerapkan pendapat mazhab Hanafiyah dan Shafi’iyah.
Putusan Mahkamah Agung mengenai nafkah istri menarik jika dihubungkan dengan kesetaraan gender. Menetapkan istri keluar rumah
tanpa izin suami dengan tidak mempertimbangkan latar belakang alasan istri keluar rumah tanpa izin, menggambarkan bahwa Mahkamah Agung masih
mendudukkan istri sebagai subordinat dari suami dalam keluarga. Karena tidak sedikit perkara di mana suami melakukan kekerasan fisik maupun
kekerasan psikis terhadap istri sehingga istri tidak mampu untuk tinggal bertahan dengan suaminya.
231
Seharusnya dalam perkara istri meninggalkan
229
Mazhab Hanafiyah berpendapat bahwa jika istri keluar rumah untuk menengok orang tua tidak dapat dikategorikan
nushuz
. Lihat Ibn ‘Abidin,
Radd al-Mukhtar ‘ala al- Durr al-Mukhtar
, vol. 5, 227.
230
Ibn H}azm,
al-Muh}alla
, 1705.
231
LBH APIK Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dalam siaran pers dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional 8
Maret 2009 memaparkan perkara kekerasan terhadap perempuan sebanyak 160 perkara melalui pengaduan langsung 90 kasus dan melalui telepon 70 kasus. Dari 160 perkara
itu, 77,8 atau 130 perkara merupakan perkara Kekerasan Dalam Rumah Tangga KDRT dan perceraian merupakan pilihan tertinggi bagi perempuan korban untuk menyelesaikan
194 D
INAM IKA
P
UTU SAN
MA
DALAM
B
IDA NG
P
ERD ATA
I
SL AM
tempat tinggal bersama atau istri mengusir suami dari tempat tinggal bersama, Mahakamah Agung khususnya pengadilan judex factie lebih teliti
mengungkap latar belakang istri bertindak meninggalkan tempat tinggal bersama atau mengusir suami dari tempat tinggal bersama.