Ahli Waris Beda Agama
285 D
INAM IKA
P
UTU SAN
MA
DALAM
P
ERKARA
H
UKUM
K
E WAR ISAN
sebagaimana wasiat wajibah untuk anak angkat dari ayah angkatnya pada saat ayah angkat tidak memberikan wasiat untuk anak angkatnya. Atas dasar
kedudukan Hadis tentang beda agama sebagai penghalang untuk mewaris dilihat dari segi dilalah maupun riwayahnya bersifat
z}anni, dan teori usul fikih bahwa Hadis tidak dapat diberlakukan secara umum akan tetapi
merupakan hukum yang mengikat kasus tertentu:
“Penetapan hukum didasarkan pada kekhususan sebab, bukan keumuman lafaz.”
Maka putusan Mahkamah Agung memberikan wasiat wajibah kepada anak atau kerabat pewaris yang menganut agama selain Islam tidak
bertentangan dengan Al-Qur’an, Hadis, fikih mazhab empat dan KHI. Putusan ini merupakan putusan yang responsif terhadap isu HAM. Ijtihad
yang digunakan adalah ijtihad intiqa’i di mana Mahkamah Agung
menerapkan hukum yang telah ada bahwa wasiat dapat diberikan kepada orang yang beragama selain Islam.
Uraian Bab V di atas menghasilkan beberapa kesimpulan. Pertama, putusan Mahkamah Agung dalam bidang kewarisan sejak tahun 1991 sd
2007 berisi 20 kaidah hukum, yaitu: WR.1. Bagian anak laki-laki dua kali bagian anak perempuan.
WR.2. Suami mendapat 14 jika mewaris bersama anak. WR.3. Istri mendapat 18 jika mewaris bersama anak.
WR.4. Ibu mendapat 16 jika mewaris bersama anak. WR.5. Anak laki-laki mendapat asabah.
WR.6. Anak perempuan menghijab saudara. WR.7. Ahli waris anak, istrisuami, ayah dan ibu tidak saling menghijab.
WR.8. Ayah mendapat 16 bagian jika mewaris bersama anak, jika
mewaris tidak bersama anak ayah mendapat asabah. WR.9. Ayah menghijab saudara.
WR.10. Keturunan dari anak perempuan mewaris sebagai ahli waris pengganti bersama anak laki-laki dan atau anak perempuan.
WR.11. Cucu perempuan dari anak laki-laki mendapat bagian sama dengan anak perempuan.
WR.12. Saudara seayah kedudukannya sama dengan saudara sekandung. WR.13. Perempuan keturunan saudara laki-laki dan perempuan serta laki-
laki keturunan saudara perempuan dapat mewaris bersama ahli waris
dhawi al-furud} dan asabah.
286 D
INAM IKA
P
UTU SAN
MA
DALAM
B
IDA NG
P
ERD ATA
I
SL AM
WR.14. Porsi ahli waris pengganti tidak boleh melebihi bagian ahli waris yang sederajat dengan orang yang digantikan oleh ahli waris
pengganti. WR.15. Anak yang dipelihara dan diperlakukan sebagai anak angkat, hidup
dalam lingkungan keluarga pewaris dan ia mengabdi merawat pewaris, walaupun tidak ada putusan Pengadilan Negeri mengenai
pengangkatan anak tersebut, mendapat wasiat wajibah sebanyak 13 dari harta warisan.
WR.16. Anak angkat berhak mendapat wasiat wajibah dari orang tua angkatnya, sehingga jika pewaris tidak meninggalkan wasiat untuk
anak angkat pengadilan secara ex officio menetapkan wasiat wajibah untuk anak angkat.
WR.17. Bagian ahli waris anak angkat tidak mutlak harus 13 bagian dari harta warisan, akan tetapi mempertimbangkan banyaknya harta
warisan dan banyaknya ahli waris. WR.18. Hibah orang tua angkat kepada anak angkatnya atas seluruh harta
kekayaan orang tua angkat harus dibatalkan dan dibatasi maksimal 13 dari harta orang tua angkat.
WR.19. Pengangkatan anak yang memutuskan hubungan keluarga dengan orang tua angkatnya tidak sah dan tidak mengakibatkan hak wasiat
wajibah. WR.20. Anak yang lahir dari perkawinan yang tidak tercatat tidak berhak
mewaris. WR.21. Ahli waris yang beda agama dengan pewaris berhak mendapat
wasiat wajibah. WR.22. Bagian ahli waris pengganti boleh melebihi bagian ahli waris yang
sederajat dengan ahli waris yang diganti. Dari 22 kaidah hukum tersebut, 4 di antaranya adalah kaidah hukum
baru yang sebelumnya tidak diatur dalam Al-Qur’an, Hadis, fikih mazhab empat dan peraturan perundang-undangan atau sudah diatur akan tetapi
disimpangi dengan membuat kaidah hukum baru, dan sisanya 18 kaidah hukum sudah diatur sebelumnya dalam seluruh atau sebagian sumber
hukum yang ada – Al-Qur’an, Hadis, fikih mazhab empat dan peraturan perundang-undangan.
Kedua, frekwensi dinamika putusan Mahkamah Agung bidang kewarisan sangat rendah jika dilihat dari sudut pandang pergeseran dalam
aspek sumber hukum yang dijadikan rujukan penemuan hukum. Pergeseran sumber hukum tersebut hanya berjumlah 6 kaidah 27,30 dibanding
dengan pergeseran sumber hukum dalam bidang perkawinan yang berjumlah 22 kaidah hukum 64,70. Dinamika pergeseran putusan
287 D
INAM IKA
P
UTU SAN
MA
DALAM
P
ERKARA
H
UKUM
K
E WAR ISAN
Mahkamah Agung dalam bidang kewarisan memperlihatkan tiga pola: 1 Pola pergeseran dalam aspek sumber hukum dengan frekwensi 6 27,30;
2 Pola stagnasi tidak mengalami pergeseran sumber hukum dengan frekwensi 16 72,70; dan 3 Pola pembentukan hukum baru karena tidak
ditemukan hukum dalam sumber Al-Qur’an, Hadis, fikih mazhab empat dan KHI.
Pola pertama memiliki 3 sub pola pergeseran sebagai berikut: 1 Meninggalkan sumber hukum Hadis, fikih mazhab empat, dan KHI dengan
frekwensi 1 4,60 – Al-Qur’an tidak mengatur; 2 Meninggalkan sumber hukum Hadis, fikih mazhab empat dan berpegang pada KHI dengan
frekwensi 3 13,60 – Al-Qur’an tidak mengatur; 3 Meninggalkan sumber hukum Hadis dan fikih mazhab empat, berpegang pada Al-Qur’an
dan KHI dengan frekwensi 1 4,60.
Pola kedua memiliki 3 sub pola stagnasi sebagai berikut: 1 Berpegang pada semua sumber hukum Al-Qur’an, Hadis, fikih mazhab
empat dan KHI dengan frekwensi 9 40,90; 2 Berpegang pada sumber hukum Hadis, fikih mazhab empat, dan KHI dengan frekwensi 3 13,60 –
Al-Qur’an tidak mengatur; 3 Berpegang pada sumber hukum KHI dengan frekwensi 2 9,10 – Al-Qur’an, Hadis dan fikih mazhab empat tidak
mengatur.
Pola ketiga membentuk hukum baru karena sebelumnya tidak ditemukan hukum dalam sumber Al-Qur’an, Hadis, fikih mazhab empat dan
KHI dengan frekwensi 3 13,60. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel 5.1 di bawah ini:
Tabel 5.1 Pola Pergeseran dalam Aspek Sumber Hukum Al-Qur’an, Hadis,
Fikih Mazhab Empat dan Peraturan Perundang-undangan
No. Sumber Hukum
Kaidah Hukum AQ
HD FME KHI JUM
1 WR.12
BG BG
BG 1
4,60 2
WR.10; WR.11; WR.13
BG BG
SS 3
13,60 3
WR.6 SS
BG BG
SS 1
4,60 4
WR.1; WR.2; WR.3; SS
SS SS
SS 9
40,90
288 D
INAM IKA
P
UTU SAN
MA
DALAM
B
IDA NG
P
ERD ATA
I
SL AM
WR.4; WR.5; WR.7; WR.8; WR.9; WR.19
5 WR.17; WR.18;
WR.20 SS
SS SS
3 13,60
6 WR.14; WR.16
SS 2
9,10 7
WR.15; WR.21; WR.22
3 13,60
Jumlah 22
100 Keterangan: AQ = Al-Qur’an; HD = Hadis; FME = Fikih Mazhab Empat;
KHI = Kompilasi Hukum Islam; BG = Bergeser; SS = Sesuai sumber hukum tidak bergeser
Di samping itu, tabel tersebut menggambarkan pergeseran sumber hukum tertinggi adalah pergeseran dari Hadis dengan frekwensi 5 22,70,
dengan frekwensi yang sama 5 22,70 bergeser dari fikih mazhab empat. Pergeseran yang terkecil adalah dari KHI dengan frekwensi 1 4,60.
Tidak terjadi pergeseran dari sumber hukum Al-Qur’an.
Ketiga, dinamika putusan Mahkamah Agung dilihat dari aspek substansi hukum menunjukkan pergeseran yang signifikan. Dari 5 kaidah
hukum bidang kewarisan yang mengalami pergeseran dan 3 kaidah hukum baru, semuanya 100 mengalami pergeseran dalam aspek substansi
hukum dan tidak terjadi pergeseran dalam formalitas hukum. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel 5.2 di bawah ini:
Tabel 5.2 Pergeseran Hukum Dilihat dari Sudut Pandang Substansi Hukum
No Pola Pergeseran
Kaidah Hukum AQ
HD FME KHI FOR SUB
1 WR.12
BG BG
BG -
1 2
WR.10; WR.11; WR.13 BG
BG SS
- 3
3 WR.6
SS BG
BG SS
- 1
4 WR.15; WR.21; WR.22
- 3
289 D
INAM IKA
P
UTU SAN
MA
DALAM
P
ERKARA
H
UKUM
K
E WAR ISAN
Jumlah -
- -
- -
8 Keterangan: AQ = Al-Qur’an; HD = Hadis; FME = Fikih Mazhab Empat;
KHI = Kompilasi Hukum Islam; FOR = Formalitas Hukum; SUB = Substansi Hukum
Keempat, sebagaimana dinamika putusan dalam bidang perkawinan, dinamika putusan Mahkamah Agung dalam bidang kewarisan tidak dengan
sendirinya merespons isu keadilan. Dari 22 kaidah hukum bidang kewarisan, hanya 15 68,20 yang merespons isu keadilan, selebihnya 7
kaidah hukum 31,80 tidak merespons isu keadilan. Untuk lebih jelasnya korelasi dinamika putusan bidang kewarisan dengan tingkat respons
terhadap isu keadilan dapat dilihat dalam tabel 5.3 di bawah ini:
Tabel 5.3 Korelasi Pergeseran Kaidah Hukum dengan Tingkat Respons
Terhadap Isu Keadilan
No. Dinamika
Putusan dan Tingkat Respons Terhadap
Isu Keadilan
Kaidah Hukum AQ
HD FME
KHI ADL
TDK ADL
1 WR.12
BG BG
BG 1
5 -
- 2
WR.10; WR.11; WR.13
BG BG
SS 3
15 1
5 3
WR.6 SS
BG BG
SS 1
5 -
- 4
WR.1; WR.2; WR.3; WR.4; WR.5; WR.7;
WR.8; WR.9; WR.19 SS
SS SS
SS 5
25 4
20 5
WR.17; WR.18; WR.20
SS SS
SS 2
5 1
5 6
WR.14; WR.16 SS
1 5
1 5
290 D
INAM IKA
P
UTU SAN
MA
DALAM
B
IDA NG
P
ERD ATA
I
SL AM
7 WR.15;
WR.21;WR.22 3
5 -
- Jumlah
15 65
7 35
Keterangan: AQ = Al-Qur’an; HD = Hadis; FME = Fikih Mazhab Empat; KHI = Kompilasi Hukum Islam; ADL = Respons terhadap
isu keadilan; TDK.ADL = Tidak respons terhadap isu keadilan
Kelima, dilihat dari aspek jenis ijtihad penemuan hukum pola pergeseran putusan Mahkamah Agung menggambarkan empat jenis ijtihad:
1 Tidak melakukan ijtihad akan tetapi hanya menerapkan hukum yang sudah ada tanpa melakukan tarjih
tat}biqi; 2 Intiqa’i tarjih}i memilih hukum yang lebih kuat di antara hukum yang ada karena dianggap lebih
tepat untuk diterapkan; 3 Intiqa’i ‘uduli meninggalkan hukum yang ada
dan membentuk hukum yang baru karena hukum yang ada dianggap tidak tepat untuk diterapkan; dan 4
Insha’i membentuk hukum yang baru karena tidak ditemukan hukum dalam sumber yang ada. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat dalam tabel 5.4:
Tabel 5.4 Jenis Ijtihad Yang Digunakan Oleh Mahkamah Agung
dalam Bidang Kewarisan
No. Pola
Pergeseran dan Jenis Ijtihad
Kaidah Hukum AQ
HD FME
KHI TBQ
INT. TRJ
INT. ‘UDL
INS
1 WR.12
BG BG
BG -
- 1
- 2
WR.10; WR.11; WR.13
BG BG
SS -
3 -
- 3
WR.6 SS
BG BG
SS -
1 -
-
4 WR.1; WR.2;
WR.3; WR.4; WR.5; WR.7;
WR.8; WR.9; WR.19
SS SS
SS SS
9 -
- -
291 D
INAM IKA
P
UTU SAN
MA
DALAM
P
ERKARA
H
UKUM
K
E WAR ISAN
5 WR.17; WR.18;
WR.20 SS
SS SS
3 -
- -
6 WR.14; WR.16
SS 2
- -
- 7
WR.15; WR.21; WR.22
- -
- 3
Jumlah 14
4 1
3
Keterangan: AQ = Al-Qur’an; HD = Hadis; FME = Fikih Mazhab Empat; KHI = Kompilasi Hukum Islam; TBQ =
Tat}biqi; INT.TRJ = Intiqa’i Tarjih}i; INT.‘UDL = Intiqa’i ‘Uduli; INS = Insha’i;
BG = Bergeser dari sumber hukum; SS = Sesuai Sumber Hukum
Keenam, terdapat kaidah hukum yang tidak konsisten, yakni mengenai jumlah bagian ahli waris penggati terdapat dua kaidah hukum
yang berbeda, yakni kaidah hukum WR.14 dan WR. 22. Kaidah hukum WR.14. menetapkan “Porsi ahli waris pengganti tidak boleh melebihi bagian
ahli waris yang sederajat dengan orang yang digantikan oleh ahli waris pengganti”, sedangkan kaidah hukum WR.22 berbunyi “Bagian ahli waris
pengganti boleh melebihi bagian ahli waris yang sederajat dengan ahli waris yang diganti.”
Inkonsistensi putusan Mahkamah Agung pun terlihat dari tingkat respons terhadap isu keadilan. Sebagian kaidah hukum responsif dan
sebagian lainnya tidak responsif terhadap isu keadilan. Penegakkan keadilan merupakan tugas pokok lembaga kekuasaan kehakiman dalam hal ini
lembaga pengadilan yang diamanatkan oleh UUD 1945 dan undang- undang organiknya, yakni Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
Inkonsistensi putusan Mahkamah Agung dalam aspek tingkat respons terhadap isu keadilan berpengaruh terhadap disparitas putusan yang
seharusnya dihindari karena menimbulkan ketidakpastian hukum.
292 D
INAM IKA
P
UTU SAN
MA
DALAM
B
IDA NG
P
ERD ATA
I
SL AM
293 P
ENU TUP
B
AB
VI
P
ENUTUP