Peradilan Islam dalam Lintasan Sejarah
49 P
ENGAD ILA N
A
GAMA
sultan sangat menghormati dan bersungguh-sungguh melaksanakan lembaga maz}alim walaupun yang menjadi pelaku perbuatan melanggar hukum
adalah keluarga sultan atau pejabat di lingkungan sultan. Biasanya sultan atau khalifah menentukan hari-hari tertentu untuk bersidang. Sebagian
khalifah membagi lembaga
maz}alim ke dalam tiga kategori: Pertama, lembaga
maz}alim yang menyidangkan kasus pelanggaran hukum yang dilakukan oleh angggota tentara; Kedua, pelanggaran yang dilakukan oleh
pejabat atau pegawai kerajaan; dan Ketiga, kasus pelanggaran yang dilakukan oleh yang lainnya.
47
Kebijakan penggajian hakim mulai dilakukan pada masa Khalifah ‘Umar ibn al-Khat}t}ab. Beliau menggaji hakim Shurayh sebesar 100 dirham
per bulan. Kebijakan tersebut diteruskan oleh khalifah lainnya. Pada masa Abbasiyah, hakim digaji sebesar 30 dirham. Sedangkan pada masa al-
Ma’mun, hakim Mesir yang bernama ‘At}a’ ‘Isa ibn al-Munkadir digaji sebesar 4000 dirham 270 dinar. Ah}mad ibn T{ulun 245 H, seorang
gubernur pada masa Daulah Fatimiyah memberi gaji Hakim Agung sebesar 1200 dinar per tahun, ditambah uang makan.
48
Pada masa pemerintahan al- Mu‘tadil di Baghdad, Hakim Agung digaji sebesar 500 dinar per bulan.
Hakim agung Baghdad pertama, yakni ‘Abd Allah ibn al-H{asan ibn Abi al- S{uwarib 230 H digaji sebesar 200 dirham per tahun oleh Khalifah Ma’zi
al-Daulah ibn Buwayh.
49
Lembaga yudikatif lainnya adalah h}isbah, yakni lembaga peradilan
yang bertugas menertibkan tindak pidana pelanggaran, seperti menggangu ketertiban jalan, kendaraan yang bermuatan melebihi batas maksimum
tonase, mengawasi ukuran dan timbangan. Tugas ini pada masa Fatimiyah di Mesir dan Umayah di Andalusia dipegang oleh hakim. Namun kemudian
dilimpahkan kepada pejabat
h}isbah agar hakim tidak dibebani penyelidikan dan penyidikan. Ketika tugas-tugas sultan terpisah dari khalifah, kekuasaan
politik sultan lebih luas sehingga dewan h}isbah masuk kekuasaan sultan.
Dewan h}isbah dijabat oleh orang yang berwibawa di tengah masyakatnya.
Di Mesir, dewan h}isbah dibantu oleh stafnya yang berkeliling mengawasi
distribusi daging dan makanan di pasar, mengawasi muatan hewan agar tidak melampaui batas yang menyakiti hewan, mengawasi kebersihan air
yang dijual di pasar – air harus tertutup dan ukurannya harus cukup tidak
47
George Zaydan,
Tarikh al-Tamaddun al-Islami
, vol. 1, 250.
48
Lihat Najdah Khammas,
Khalifah Bani Umayyah fi al-Mizan
, 150; dan George Zaydan,
Tarikh al-Tamaddun al-Islami
, vol. 1, 247.
49
George Zaydan,
Tarikh al-Tamaddun al-Islami
, vol. 1, 248.
50 D
INAM IKA
P
UTU SAN
MA
DALAM
B
IDA NG
P
ERD ATA
I
SL AM
boleh kurang, mengawasi guru agar tidak melakukan kekerasan kepada muridnya dan mengawasi tata urusan timbangan.
50
Di Andalusia, dewan h}isbah dinamakan “khit}t}ah al-iktisab” yang
dijabat oleh hakim. Berbeda dengan di Mesir, pejabat h}isbah di Andalusia
langsung melakukan pengawasan bersama stafnya mengelilingi pasar membawa timbangan standar, demikian halnya makanan seperti daging
sudah memiliki daftar harga, penjual dilarang menurunkan atau menaikkan harga di luar harga yang sudah ditetapkan. Bahkan
muh}tasib memata-matai pedagang dengan menugaskan anak-anak atau pembantu rumah tangga
untuk membeli sesuatu, kemudian meneliti barang yang dibeli anak-anak atau pembantu rumah tangga tersebut. Jika takarannya kurang, maka si
penjual akan didatangi dan dilakukan terra di depan khalayak ramai.
51
Lembaga yudikatif lainnya adalah shurt}ah, yang bertugas melakukan
penuntutan kasus tindak pidana dan melaksanakan eksekusi putusan pidana yang telah dijatuhkan pengadilan serta melakukan pembinaan residivis.
Pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah, Umawiyah, dan Fatimiyah, pelaksana putusan pidana
h}udud dipisahkan dari tugas hakim dan dilimpahkan kepada pejabat tinggi dan kepercayaan khalifah. Di Andalusia,
jabatan shurt}ah dibagi dalam dua bagian: Pertama, shurt}ah kubra, yang
menangani kasus pelanggaran pejabat tinggi pemerintah, sultan dan kaum kerabatnya; dan Kedua,
shurt}ah s}ughra, yang bertugas melakukan eksekusi putusan pidana yang dilakukan oleh masyarakat umum. Pada masa
pemerintahan para sultan, shurt}ah disebut “s}ah}ib al-s}urt}ah al-wali”.
Sedangkan di Afrika dipegang oleh hakim. Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, kewenangan
shurt}ah dipisah dari kewenangan hakim.
52
Kewibawaan hakim di masa Abbasiyah sangat menonjol. Para hakim dihormati sehingga badan eksekutif tidak dapat mempengaruhi keputusan
hakim. Dalam suatu kasus, pernah terjadi pemeriksaan saksi apakah memiliki sifat adil atau tidak untuk dapat diterima kesaksiannya. Seorang
pejabat tinggi militer menghadap hakim tanpa diminta, pejabat tersebut memberikan keterangan bahwa saksi yang sedang diteliti memiliki sikap
adil. Hakim tersebut menolak dengan memberikan penjelasan “bahwa tugas ini bukan kewajiban anda, persoalan penilaian saksi diterima atau tidaknya
merupakan kewenangan hakim.”
53
Dalam peristiwa lain, Khalifah Mu‘tad}adi 279-289 H mengirim surat kepada hakim Abu H{azim yang
berisi: “Bahwa aku khalifah punya piutangtagihan dari seseorang, sedang
50
George Zaydan,
Tarikh al-Tamaddun al-Islami
, vol. 1, 250.
51
George Zaydan,
Tarikh al-Tamaddun al-Islami
, vol. 1, 251.
52
George Zaydan,
Tarikh al-Tamaddun al-Islami
, vol. 1, 251.
53
H{asan Ibrahim H{asan,
Tarikh al-Islami III
, 309.
51 P
ENGAD ILA N
A
GAMA
aku mendapat berita beberapa orang melakukan tuntutan piutang kepada orang itu dan engkau sebagai hakim telah membayarkan kepada mereka
dari hartanya, aku mohon dijadikan seperti mereka mendapat bagian dari hartanya.” Hakim Abu H{azim menjawab dengan surat yang berisi: “Wahai
Amir al-Mukminin, Allah telah menetapkan aku sebagai hakim, aku mengingatkan saat engkau mengangkat aku sebagai hakim, bahwa engkau
melepaskan beban dari pundakmu dan meletakkannya di atas pundakku, aku tidak akan memutuskan suatu harta untuk penggugat kecuali ada bukti.”
Kurir khalifah pulang dan meyampaikan surat jawaban Abu H{azim. Khalifah mengutus dua orang saksi, namun setelah diperiksa saksi tersebut
tidak memenuhi syarat, maka kesaksiannya di tolak sehingga Khalifah Mu‘tad}adi tidak mendapat apa-apa.
54
Di Mesir pada masa Abbasiyah, hakim sangat berwibawa dan sangat dicintai masyarakat, sehingga jika seorang wali gubernur memendam rasa
tidak suka kepada seorang hakim karena masalah pribadi, ia tidak berani memberhentikan hakim tersebut karena takut akan dibenci masyarakat. Oleh
karenanya, pengangkatan dan pemberhentian hakim hanya dilakukan oleh khalifah. Demikian halnya pada masa pemerintahan Thoulun dan
Ikhshidiyyin, hakim memiliki akhlak mulia, berpendirian teguh dan tidak memihak adil. Hakim yang paling terkenal kesalihannya dan sangat luas
kefakihannya pada masa Thoulun adalah Bakkar ibn Qutaybah. Di Andalusia, para hakim memiliki pengetahuan luas dalam di bidang fikih,
jujur, bersih, dan teguh pendirian.
55
Namun demikian, tidak seluruh hakim berperilaku bersih. Menurut suatu riwayat, pada masa Khalifah His}am
terdapat panitera dan hakim Yah}ya ibn Maymun, yang menjabat hakim pada tahun 105 H, tidak mau membuat salinan putusan kecuali diberi sogokan.
Akhirnya Khalifah His}am memecatnya dari jabatan hakim.
56
Pada masa Bani Umayah, hakim memutus perkara berdasarkan Al- Qur’an dan Hadis. Jika tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadis, hakim
berijtihad sendiri. Sedangkan pada masa Abbasiyah, hakim mengalami kemunduran ijtihad disebabkan pengaruh hasil ijtihad para mujtahid empat
H{anafi, Maliki, Shafi‘i, dan H{anbali. Hal tersebut berpengaruh kepada hakim dalam memutus perkara sesuai dengan mazhab yang dianutnya.
Hakim di Irak pada masa itu memutus perkara dengan hukum mazhab H{anafi, di Mesir dengan hukum mazhab Shafi‘i, dan di Syam serta wilayah
Magribi dengan hukum mazhab Maliki.
57
Di Andalusia, para hakim
54
H{asan Ibrahim H{asan,
Tarikh al-Islami III
, 310.
55
H{asan Ibrahim H{asan,
Tarikh al-Islami III
, 312.
56
Najdah Khammas,
Khalifah Bani Umayyah fi al-Mizan
, 149.
57
Abu Zayd S{albi,
Tarikh al-H{ad}ari al-Islamiyah
, 119.
52 D
INAM IKA
P
UTU SAN
MA
DALAM
B
IDA NG
P
ERD ATA
I
SL AM
memutus perkara berdasarkan pada Al-Qur’an, Hadis, dan fikih mazhab Maliki.
58
Sebelum masa kemunduran ijtihad, di setiap wilayah pemerintahan Islam hanya diangkat seorang hakim. Namun seiring dengan mobilitas
penganut mazhab yang tinggi akibat urbanisasi dan imigrasi, maka pada masa pemerintahan Abbasiyah di setiap wilayah diangkat empat orang
hakim dari mazhab empat, yakni H{anafi, Maliki, Shafi‘i, dan H{anbali.
59
Kebijakan pengangkatan empat mazhab di Mesir berlanjut sampai masa pemerintahan Daulah Thoulun 245-292 H dan masa Ikhshidiyyin 323-358
H. Walaupun pada masa Fatimiyah di Mesir ada keinginan untuk mengangkat hakim hanya dari kalangan ulama Syi’i, akan tetapi sebagian
masyarakat Sunni tidak mau mematuhi keputusan hakim Syi’i. Pada akhirnya, al-H{akim khalifah atau jabatan gubernur mengangkat Abu al-
‘Abbas ibn al-‘Awwam sebagai hakim dari kalangan Sunni sampai ia meninggal dunia pada masa pemerintahan Khalifah Z{ahir.
60
Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa pada awal pemerintahan Islam masa Nabi Muhammad dan Khulafa al-Rashidin, hakim tidak
memiliki gedung pengadilan khusus untuk bersidang, hakim bersidang di rumah, mesjid, pasar dan tempat lainnya. Demikian halnya pada masa
pemerintahan bani Umayyah, Abassiyah, Fatimiyah, dan Thoulun, hakim tidak memiliki tempat bersidang. Mereka bersidang di mesjid, di rumah, di
madrasah, di kantor pos, dan di
bab al-sa‘ah.
61
Pada masa pemerintahan Khalifah al-Mu‘tad}adi, untuk menghormati rumah Allah, hakim dilarang
bersidang di dalam mesjid, sehingga sebagian hakim bersidang di rumah masing-masing.
62
Persidangan hakim dibantu oleh katib panitera yang
bertugas mencatat peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam persidangan.
63