pengambilan keputusan, pelaksanaan dan menikmati hasil. Dengan pemberdayaan diharapkan akan dapat meningkatkan akses kelompok miskin dalam proses
pengambilan keputusan, akses terhadap fasilitas dan pelayanan, akses terhadap bantuan hukum, meningkatkan posisi tawar, serta mengurangi peluang terjadinya
eksploitasi oleh kelompok lain.
1.6.2.2 Pendekatan dalam Pemberdayaan Masyarakat
Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat tidak dijadikan objek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan
subjek dari upaya pembangunannya sendiri. Berdasarkan konsep demikian, maka pemberdayaan masyarakat harus mengikuti pendekatan sebagai berikut:
Pertama, upaya itu harus terarah. Ini yang secara populer disebut pemihakan. Upaya ini ditujukan langsung kepada yang memerlukan, dengan
program yang dirancang untuk mengatasi masalahnya dan sesuai kebutuhannya. Kedua, program ini harus langsung mengikutsertakan atau bahkan
dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi sasaran. Mengikutsertakan masyarakat yang akan dibantu mempunyai beberapa tujuan, yakni agar bantuan
tersebut efektif karena sesuai dengan kehendakdan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka. Selain itu, sekaligus meningkatkan kemampuan masyarakat
dengan pengalaman dalam merancang, melaksanakan, mengelola, dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonominya.
Ketiga, menggunakan pendekatan kelompok, karena secara sendiri-sendiri masyarakat miskin sulit dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
Juga lingkup bantuan menjadi terlalu luas jika penanganannya dilakukan secara
Universitas Sumatera Utara
individu. Oleh karena itu pendekatan kelompok ini adalah paling efektif dan dilihat dari penggunaan sumber daya juga lebih efisien.
1.6.2.3 Indikator Pemberdayaan Masyarakat
Menurut Keiffer dalam Suharto, pemberayaan mencakup tiga dimensi yang meliputi kompetensi kerakyatan, kemampuan sosiopolitik, dan kompetensi
partisipatif. Parsons dalam Suharto, mengajukan tiga dimensi pemberdayaan yang
merujuk pada :
29
1. Sebuah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan individu
yang kemudian berkembang menjadi sebuah perubahan social yang lebih besar.
2. Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri, berguna
dan mampu mengendalikan diri dan orang lain. 3.
Pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan social yng dimulai dari pendidikan dan politisasi orang- orang lemah dan kemudian melibatkan
upaya- upaya kolektif dari orang – orang lemah tesebut untuk memperpleh
kekuasaan dan mengubah struktur- struktur yang masih menekan. Sculer, Hashemi, dan Riley mengembangkan delapan indikator
pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai empowerment index pemberdayaan. Keberhasilan pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keberdayaan mereka
yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan, kemampuan kultural dan politis. Ketiga aspek tersebut dikaitkan
29
Suharto, Edi. 2009. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama.
Universitas Sumatera Utara
dengan empat dimensi kekuasaan, yaitu: kekuasaan di dalam power within, kekuasaan untuk power to, kekuasaan atas power over dan kekuasaan dengan
power with, yakni sebagai berikut:
30
1.
Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi keluar rumah atau wilayah tempet tinggalnya, seperti ke pasar, fasilitas medis, bioskop,
rumah ibadah, ke rumah tetangga. Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi jika individu mampu pergi sendirian.
2.
Kemampuan membeli komoditas kecil: kemampuan individu untuk membeli barangbarang kebutuhan keluarga sehari-hari beras, minyak
tanah, minyak goreng, bumbu, kebutuhan dirinya minyak rambut, sabun mandi, rokok, bedak, shampo. Individu
3.
dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama jika dia dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya, terlebih jika dia dapat
membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri. 3. Kemampuan membeli komoditas besar: kemampuan individu untuk
membeli barangbarang sekunder atau tersier seperti lemari pakaian, TV, radio, koran, majalah, pakaian keluarga. Seperti halnya indikator diatas,
poin tinggi diberikan terhadap individu yang dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya, terlebih jika dia dapat membeli
barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.
4.
Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputusan rumah tangga, mampu membuat keputusan secara sendiri maupun bersama suamiistri mengenai
30
Suharto, Edi. 2009. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama. Hal. 63-66
Universitas Sumatera Utara
keputusan-keputusan keluarga misalnya, mengenai renovasi rumah, pembelian kambing untuk diternakan, memperoleh kredit usaha.
5.
Kebebasan relatif dari dominasi keluarga: responden ditanya mengenai apakah dalam satu tahun terakhir ada seseorang suami, istri, anak-anak,
mertua yang mengambil uang, tanah, perhiasan dari dia tanpa ijinnya, yang melarang mempunyai anak atau melarang bekerja di luar rumah.
6.
Kesadaran hukum dan politik: mengetahui nama salah seorang pegawai pemerintahan desakelurahan, seorang anggota DPRD setempat, nama
presiden, mengetahui pentingnya memiliki surat nikah dan hukum-hukum waris.
7.
Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes: seorang dianggap berdaya jika dia terlibat dalam kampanye atau bersama orang lain
melakukan protes, misalnya terhadap suami yang memukul istri, istri yang mengabaikan suami dan keluarganya, gaji yang tidak adil, penyalahgunaan
bantuan sosial, atau penyalahgunaan kekuasaan polisi dan pegawai pemerintahan.
1.6.3 Konsep Pembangunan Alternatif