2. Pengetahuan tentang budaya kelompok tradisi, kebiasaan, nilai dan
perilaku 3.
Perasaan mengenai kepemilikan pada kelompok tertentu Memiliki sebuah identitas kelompok berarti mengalami sebuah perasaan
memiliki pada suatu kelompok dan mengetahui sesuatu tentang pengalaman yang dibagi pada anggota kelompok. Setiap kelompok masing-masing memiliki
identitas yang berbeda dan kategori komunitas community sebagai klasifikasi orang-orang dalam konteks identitas umum yang paling dasar basic most general
identity, yang ditentukan oleh kesamaan identitas di dalamnya. Simbol ataupun atribut penting yang pada dasarnya mengidentifikasi kelompok adalah faktor-
faktor primordial seperti aktivitas, atribut yang digunakan, nilai-nilai simbolik, dan teritorial. Setiap kelompok dalam komunitas memiliki identitas umum yang
paling dasar yang membentuk kesamaan antara orang-orang dalam satu kelompok tersebut.
Identitas umum tersebut juga membentuk perbedaan dengan orang-orang di luar kelompok dan identitas tersebut terlihat sehingga menciptakan sesuatu
yang khas dan unik. Identitas merupakan hal yang dinamis dan beragam, artinya identitas bukanlah suatu hal yang statis, namun pada suatu saat bisa berubah.
Sama halnya dengan identitas komunitas yang bisa saja mengalami perubahan bahkan menghilang.
2.4 Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini yakni penelitian dari Arie Fadjar Nugroho dalam Jurnal Sosiologi Dialektika Masyarakat, 2012 FISIP
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sebelas Maret yang berjudul “Konstruksi Identitas Komunitas Punk Maladaptif Terroe Crew di Kota Surakarta”. Penelitian ini mengangkat
permasalahan bagaimana fenomena pembentukan identitas dari Komunitas Punk yang ada di kota Surakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan fenomenologi. Teknik pengumpulan data dengan pengamatan secara langsung dan wawancara secara
mendalam. Dalam hasil penelitian ini menjelaskan bahwa pembentukan identitas dari
Komunitas Punk Maladaptif Terroe Crew terdapat empat karakteristik simbol yang melekat. Pertama, jenis tanda yang berkaitan dengan tanda-tanda periklanan.
Berdasarkan temuan di lapangan ditemukan tanda berupa identitas komunitas yang diwujudkan dalam ikon atau gambar tengkorak. Secara konotatif tengkorak
dimaknai oleh komunitas Maladaptif Terroe Crew sebagai sebuah perlawanan dengan kondisi sosial yang sudah lepas kendali dari norma-norma sosial yang
mengikat. Selain itu, temuan lainnya berkaitan dengan periklanan yaitu warna hitam yang secara konotatif dimaknai sebagai bentuk tanda solidaritas kelompok
berdasarkan konvensi kesepakatan sosial dalam kelompok yang dibangun. Kedua berkaitan dengan objek budaya material. Berdasarkan hasil
penelitian terdapat dua temuan yaitu Flyer dan Zine. Secara konotasi Flyer dimaknai sebagai salah satu alat komunitas underground yang mewakili
pengertian citra atau eksistensi sebuah komunitas terbentuk karena adanya konvensi sosial diantaranya scene atau komunitas yang tersebar di Kota Surakarta.
Sedangkan Zine secara konotasi dipahami sebagai perwujudan representasi identitas yang mewakili komunitas Punk yang masih mendapatkan labeling
Universitas Sumatera Utara
negatif oleh sebagian masyarakat. Melalui Zine komunitas ini dapat menyuarakan aspirasi, opini, dan juga kritik terhadap persoalan yang ada di masyarakat.
Ketiga berkaitan dengan aktivitas dan penampilan. Terdapat dua temuan yang berkaitan yaitu aksi sosial Food Not Bombs dan juga ekualitas kelompok
dalam bentuk minuman keras. Food Not Bombs merupakan aksi sosial yang dilakukan komunitas Punk Maladaptif Terroe Crew dengan cara membagikan
makanan kepada orang-orang yang berada di jalanan seperti Tunawisma, gelandangan dan sebagainya. Aksi tersebut sebagai wujud ironis dan apatis
mereka terhadap pemerintah khususnya Kota Surakarta yang berkewajiban memelihara dan melindungi gelandangan, pengemis, Tunawisma dan sebagainya.
Sedangkan aktivitas ekualitas dalam bentuk minuman keras secara konotasi, aktivitas tersebut dimaknai sebagai simbol solidaritas dan ikatan persahabatan,
serta ekualitas kesamarataan sosial. Terakhir berkaitan dengan berupa suara atau musik. Berdasarkan temuan
di lapangan terdapat dua macam yaitu bentuk sarkasme wicara oleh anggota komunitas dan juga musik yang digunakan sebagai media propaganda pesan
sosial. Secara konotasi sarkasme wicara dimaknai sebagai bentuk ikatan atau ingroup feeling terhadap anggota lain. Sedangkan musik digunakan sebagai media
propaganda pesan sosial dan untuk menyuarakan pandangannya terhadap realita sosial yang terjadi di dalam masyarakat, khususnya kepada komunitas atau scene
yang sama.
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang