Kesamaan atau Kesalahpahaman Komunikasi Antarbudaya dalam Keluarga Kawin Campur

tentang perbedaan agama yang dialami oleh Responden 3. Kesepakatan untuk menjalankan budaya masing-masing berarti juga merupakan kesepakatan untuk menjalankan agama masing-masing yang sudah diyakini sejak lama. Satu hal lagi yang menjadi konsensus bagi Responden 1 dan Responden 2, yaitu mengenai sudut pandang dalam melihat ketidaksetujuan anggota keluarga tentang hubungan berbeda budaya. Kesamaan kedua responden tersebut adalah kesepakatan dengan pasangan masing-masing untuk tidak menentang anggota keluarga yang tidak setuju. Responden 1: istri ”Tapi pokoknya kami berdua memang sepakat untuk tidak terlalu memaksakan kehendak berdua. Kalau memang berniat untuk bersama-sama ya harus diupayakan semaksimal mungkin, tapi tidak dengan menentang keluarga masing-masing.” Responden 2: istri ”Karena kami tidak pernah menentang apa yang mereka minta, jadi ketika keluarga suami saya melihat hubungan kami baik-baik saja, akhirnya ya mau menerima. ” suami ”Memang waktu itu kami sepakat untuk tidak melakukan sesuatu yang ekstrim. Kami tidak akan nekad melakukan kehendak sendiri. Semuanya akan kami jalani sesuai dengan jalurnya. Jadi pada saat kami memutuskan untuk menikah, keluarga besar akhirnya mau menerima juga.” Hal ini menunjukkan, bahwa pendapat keluarga tetap mereka hormati, dan memilih untuk melakukan langkah-langkah persuasif untuk meredam ketegangan akibat pertentangan keluarga yang tidak menyetujui perkawinan berbeda budaya.

2. Kesamaan atau Kesalahpahaman

Manusia hidup dalam sebuah komunitas yang mempunyai kebijakan tentang sesuatu yang mereka miliki bersama, dan komunikasi merupakan satu- satunya jalan untuk membentuk kebersamaan itu. Komunikasi menciptakan atau membuat segala kebimbangan menjadi lebih pasti. Perkawinan merupakan penyatuan dua pribadi yang unik, dengan membawa sistem keyakinan masing-masing berdasarkan latar belakang budaya serta pengalamannya Ati, 1999: 15. Perbedaan-perbedaan yang ada perlu disesuaikan satu sama lain untuk membentuk sistem keyakinan baru bagi sebuah keluarga. Proses inilah yang seringkali menimbulkan ketegangan. Meskipun budaya yang dimiliki sebagai latar belakang tidak sama, tetapi ada beberapa makna dalam budaya satu dengan lainnya yang sama. Hal ini tampak dalam penelitian yang kemudian dapat diketahui, bahwa ada satu kesamaan antara budaya Jawa dengan budaya Cina. Paling tidak prinsip kesamaan ini dapat menimbulkan satu kesepakatan untuk memutuskan jalan keluar dari satu persoalan. Kesamaan dari para responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah sikap hormat kepada orang tua dan keluarga lainnya. Terutama jika hubungan beda budaya tersbut mendapatkan pertentangan dari awal. Sebagai contoh apa yang diungkapkan oleh Responden 1: istri ”.... Tapi pokoknya kami berdua memang sepakat untuk tidak terlalu memaksakan kehendak berdua. Kalau memang berniat untuk bersama-sama ya harus diupayakan semaksimal mungkin, tapi tidak dengan menentang keluarga masing-masing.” Responden 2: istri ”Karena kami tidak pernah menentang apa yang mereka minta, jadi ketika keluarga suami saya melihat hubungan kami baik-baik saja, akhirnya ya mau menerima.” suami ”Memang waktu itu kami sepakat untuk tidak melakukan sesuatu yang ekstrim. Kami tidak akan nekad melakukan kehendak sendiri. Semuanya akan kami jalani sesuai dengan jalurnya. Jadi pada saat kami memutuskan untuk menikah, keluarga besar akhirnya mau menerima juga.” Responden 4: suami ”Yang jelas bagi saya, saya harus bisa menjadi jembatan antara keluarga saya seluruhnya dengan istri saya. Saya tidak bisa condong pada satu pihak tanpa alasan. Ketika kami memutuskan akan menikah, kami harus melakukan pendekatan secara perlahan dengan keluarga saya. ...” istri ”Kami selalu terbuka untuk membicarakan dan mencari jalan keluar untuk masalah ini, ketika itu. Jadi kami sepakat untuk tidak memaksakan kehendak dengan seenaknya, karena kami sudah sama-sama dewasa, ya harus diselesaikan dengan cara yang dewasa.” Pernyataan dari ketiga responden di atas menggambarkan, bagaimana budaya yang berbeda memiliki sikap yang sama mengenai hubungan dengan orang tua dan keluarga besar. Sikap menghargai pendapat keluarga besar sangat dirasakan sebagai sebuah bentuk simpati. Sehingga tidak semata-mata kehendak pribadi mengalahkan pendapat keluarga besar. Kesalahpahaman yang paling menonjol dalam komunikasi antarbudaya yang dialami oleh keluarga kawin campur lebih dikarenakan berkembangnya stereotip mengenai budaya tertentu. Dan stereotip yang tidak menguntungkan justru lebih banyak ditujukan kepada etnis Jawa. Seperti yang dialami oleh Responden 6: suami ”Memang tidak pernah ada yang mengungkap alasan yang sebenarnya. Sepertinya memang sangat berat ketika saya memilih untuk menikah dengan seorang Jawa dan bukannya orang Cina. Seakan-akan suatu hal yang luar biasa dan di luar kebiasaan. Sesuatu yang tabu. Saya sendiri tidak mau menanyakan dengan detil alasana keberatan mereka. Karena menurut pandangan saya pribadi tidak ada yang masuk akal.” Responden 4: suami ”Keluarga saya, terutama orang tua, memang mereka menentang saya untuk menikah lagi dengan orang Jawa. Tidak jelas alasannya, tapi kalau pun ada alasan, buat saya tidak masuk akal pastinya. ...” Responden 7: istri ”Kalau orang tua saya sempat melarang. Justru karena sudah kenal dan tahu calon suami saya, mereka tidak memperbolehkan.” istri ”Karena dia orang Jawa, tapi juga karena pribadinya.” Kesalahpahaman ini dikarenakan munculnya kecemasan dan ketidakpastian dalam pertemuan budaya. Lustig dan Koester 2003: 105 menyebutkan adanya faktor-faktor yang dapat menyebabkan munculnya ketidakpastian dan kecemasan, pernyataan ini juga didukung oleh Turnomo Rahardjo 2005: 70. Faktor-faktor tersebut adalah motivasi, pengetahuan dan tindakan. Jika motivasi yang muncul adalah agar keturunannya tidak bercampur dengan etnis lain, maka kesalahpahaman budaya akan muncul, terutama dalam pembentukan sebuah keluarga kawin campur. Sedangkan pengetahuan yang minim mengenai budaya lain, dibandingkan budaya diri sendiri, akan menghambat interaksi mendalam antaretnis. Hal ini akan termanifestasi dalam bentuk perilaku atau tindakan yang ditempuh seseorang ketika berhubungan dengan orang lain dalam budaya yang berbeda.

3. Penyesuaian