5. Dominasi
Dominasi sering dianggap sebagai suatu kondisi yang negatif. Tetapi bisa jadi adanya kecenderungan pasangan yang mendominasi tidak memberikan
pengaruh negatif pada pasangannya. Dalam pengertian, bahwa dominasi merupakan suatu bentuk konkret kasih sayang yang disadari oleh pelaku, baik
yang mendominasi maupun yang terdominasi. Seperti misalnya yang dialami oleh Responden 5:
suami “Paling banyak istri saya. Dia yang saya rasa lebih tahu mana yang terbaik.”
istri “Soalnya kalau menghadapi persoalan, suami saya lebih banyak diam. Atau kadang malah pergi saja. Mungkin karena tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Pusing juga memikirkan kalau ada persoalan-persoalan. Terutama kalau sudah menyangkut nafkah.”
Dari pernyataan tersebut tampak, bahwa suami sebagai pihak yang terdominasi oleh istri. Tetapi suami menyadari kemampuannya dan peran yang
dilakoninya dalam kehidupan rumah tangga tersebut. Suami mengakui istrinya lebih memiliki kemampuan dalam menguasai keadaan rumah tangga mereka. Hal
ini mengakibatkan istri memiliki kendali yang lebih luas dalam rumah tangga. Situasi ini dianggap oleh suami mempunyai akibat yang baik dalam keluarga
mereka. Tanggung jawab rumah tangga lebih banyak diserahkan kepada istri. Yang dialami oleh Responden 5 sedikit berbeda dengan Responden 3.
Pasangan Responden 3, menyiratkan adanya dominasi yang dilakukan oleh istri. Kendali dalam rumah tangga lebih banyak berada di tangan istri. Suami lebih
banyak mengikuti apa yang diinginkan oleh istri, bahkan kadang tidak disertai penjelasan dan alasan jelas dalam melakukannya. Alasan yang tampak dalam
kasus Responden 3 ini lebih kepada keputusan untuk menetap di antara lingkungan keluarga istri.
Hal ini jelas menunjukkan, bahwa budaya istri lebih kuat melekat dalam kehidupan rumah tangga mereka. Disadari atau tidak oleh kedua pasangan ini,
budaya istri lebih banyak memberikan warna dalam kehidupan perkawinan pasangan Responden 3. Seperti ketika istri meminta suaminya untuk mengikuti
upacara ruwatan yang diselenggarakan oleh pihak istri.
istri “Meskipun saya memiliki pendidikan yang cukup tinggi, pergaulan saya juga luas, tetapi saya sangat percaya pada tradisi ruwatan. Saya minta suami saya
melakukan tradisi tersebut. Dia bersedia, tetapi saya tahu kalau dia tidak paham makna yang sesungguhnya.”
Pernyataan tersebut menunjukkan bagaimana usaha suami untuk mengikuti keinginan istri tanpa banyak bertanya dan berusaha mencari tahu
terlebih dahulu makna dari ritual Jawa yang dijalaninya. Pada Responden 3, dominasi budaya istri, yaitu budaya Jawa, sangat kental terasa. Hal ini lebih
banyak didukung oleh pemilihan domisili yang berada di lingkungan istri, yaitu di Solo. Sedangkan lingkungan suami tidak termasuk dalam alternatif untuk
dijadikan tempat tinggal. Yang dialami oleh Responden 1 menunjukkan bagaimana sewajarnya
seorang suami memiliki peran dalam rumah tangga. Terlepas dari budaya patriarki yang melekat pada kehidupan hampir seluruh lapisan masyarakat, istri
menganggap sudah layak kalau suami dianggap sebagai kepala keluarga dan seluruh keluarga mengandalkannya. Istri menganggap dirinya tidak terdominasi
oleh suami, meskipun dia hanya berperan sebagai ibu rumah tangga.
istri ”... Suami kan kepala rumah tangga, jadi buat saya, termasuk anak-anak, suami saya sangat bisa diandalkan. Kalau suami sebagai tumpuan keluarga
lumrah saja seperti di keluarga lain.”
Responden lain menyatakan, bahwa baik suami dan istri memiliki peran berbeda-beda tetapi keduanya saling mendukung satu sama lain. Seperti yang
diungkapkan oleh Responden 6:
suami ”Saya banyak belajar dari istri saya untuk aktif dalam kegiatan sosial. Dia memiliki peran yang besar, sehingga saya bisa memiliki relasi yang luas.
Bisa lancar untuk bisnis.” istri ”Dulunya suami saya terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Ya mengurusi
usaha yang di Solo, lalu juga masih mengurusi usaha keluarga yang di Magelang. Tetap harus pengertian, yang jelas saya selalu mendukung.”
Hal ini memberikan pengertian, bahwa perlu ditekankannya dukungan satu sama lain tanpa melihat stereotip yang berlaku dalam masyarakat. Suami tidak
selamanya memiliki kekuatan untuk mengarahkan biduk rumah tangga, sebaliknya, istri juga tidak selamanya hanya menuruti apa yang diminta suami.
Penting bagi pasangan campuran untuk menyadari kesamaan peran sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
6. Penyelesaian Konflik