Beberapa responden yang tidak merasa keluarga memiliki peran yang besar dalam kehidupan perkawinan mempunyai alasan tertentu.
Responden 1:
suami ”Yang jelas kami berusaha untuk mandiri dan tidak tergantung pada siapapun, termasuk pada keluarga besar.”
istri ”Kami sebelumnya telah sepakat untuk mendasari keluarga ini dengan agama. Jadi kemandirian bagi kami mutlak diperlukan. Suami saya juga tidak
setuju jika keluarga saling mencampuri urusan dalam negeri, dan saya setuju dengan itu.”
Responden 4:
istri Kami pasangan yang sudah dewasa. Rasanya kami mampu berusaha sendiri mewujudkan cita-cita dalam kehidupan keluarga kami. Selama ini keluarga besar
tidak ikut campur dalam mengambil keputusan rumah tangga kami. suami Kami sudah mandiri, tidak perlu bergantung pada keluarga. Juga kami
tidak mau menggantungkan pada keluarga besar. Semua sudah memiliki urusan masing-masing.
Dari pernyataan tersebut, nampak, bahwa perkawinan yang telah mereka putuskan untuk dijalankan adalah bentuk sikap mandiri dan kesiapan dalam
menghadapi persoalan yang muncul dalam rumah tangga yang mereka jalani. Berarti segala konsekuensinya akan sanggup dijalani oleh kedua belah pihak.
4. Agama
Subastansi agama seringkali diidentikkan dengan seperangkat simbol kebudayaan dan gagasan yang memusatkan perhatian dan memberikan makna
pada kehidupan manusia dan alam yang tidak diketahui. Simbol-simbol tersebut penting, karena simbol menggambarkan visi dan tujuan akhir dari dunia alamiah
dan pengalaman manusiawi. Mayoritas pasangan menganggap, bahwa agama menjadi sumber utama
berlangsungnya sebuah perkawinan yang ideal. Salah satu tujuan penting yang
diyakini oleh orang yang beragama, menurut Wilson dalam Liliweri, 2004: 194, adalah agama mendatangkan keselamatan, meskipun konsep keselamatan berbeda
dalam ajaran setiap agama. Dari ketujuh pasangan sebagai responden penelitian, tiga pasangan yang menyatakan pindah agama mengikuti pasangannya sebelum
menikah. Seperti yang diungkapkan oleh beberapa pasangan: Responden 6:
istri “Pada akhirnya suami saya mau pindah agama mengikuti saya. Keluarga saya melihat kesungguhan kami berdua.”
Responden 5:
istri “Suami saya dulunya kan Kristen, waktu menikah lalu pindah Islam. Yang penting bisa menikah sah.”
Tetapi dari ketiga pasangan yang pindah agama tersebut, hanya satu yang tampak betul-betul memiliki kesadaran dan kesungguhan pada agama yang
kemudian diyakininya. Seperti yang diungkapkan oleh Responden 6:
suami “Kalau menurut kami berdua agama adalah dasar yang paling kuat dibandingkan dengan tradisi budaya kami masing-masing. Kalau pun masing-
masing keluarga kami melakukan ritual, tetapi itu semua hanya tradisi. Makna yang sesungguhnya ada dalam pelaksanaan agama yang kami yakini. Jadi kami
sih, waktu itu sepakat kalau agama yang akan kami jadikan pijakan dalam perkawinan dan keluarga.”
Responden 6 menyadari dengan sungguh-sungguh konsekuensi yang akan dihadapi jika menyatakan diri sanggup dan penuh kerelaan untuk pindah agama
mengikuti agama yang dianut oleh istri. Jadi agama bukan hanya dianggap sebagai surat ijin supaya dapat menikah secara resmi di Indonesia, tetapi juga
dianggap sebagai pemersatu dan penguat perkawinan. Karena yang paling penting makna agama dalam komunikasi adalah bagaimana setiap pemeluk agama
menghayati dan mengamalkan nilai-nilai agama, sehingga paling tidak, ia mempunyai sikap dan perilaku komunikasi sebagai seorang beragama.
Dua pasangan lain tidak menampakkan kesungguhan dalam menjalankan ibadahnya, sesuai dengan agama yang kemudian mereka anut. Seperti yang
diungkapkan Responden 7: suami “
Tidak sempat berpikir ke sana. Waktu itu pindah agama supaya perkawinan bisa cepat dilaksanakan saja. Kalau sekarang setelah menikah ya,
tidak terlalu berpikir tentang agama.”
Responden 5:
istri “Yang penting ada penghulu dan tercatat di KUA. Suami saya dulunya kan Kristen, waktu menikah lalu pindah Islam. Yang penting bisa menikah sah.”
suami “Ya bagaimana caranya supaya bisa resmi menikah. Kalau beda agama nanti malah repot mengurusnya.”
Dalam hal ini, agama dipandang hanya sebagai sebuah sarana untuk memperlancar terjadinya proses perkawinan, mengingat hukum perkawinan di
Indonesia hanya mengenal satu agama dalam sebuah perkawinan. Sehingga pasangan yang memiliki perbedaan agama berupaya dengan berbagai cara agar
dapat sah secara hukum ketika akan mencatatkan perkawinannya. Seperti yang dapat ditangkap mengenai apa yang dilakukan oleh Responden 3 ketika hendak
melangsungkan perkawinan. Responden 3 mengakui, bahwa mereka memiliki perbedaan agama. Tetapi
dalam proses perkawinan, pihak suami secara suka rela melakukan perkawinan sesuai dengan agama yang dianut oleh istri. Tetapi istri tidak menuntut agar
suaminya pindah agama. Hanya agar perkawinan tersebut dapat berjalan lancar dan dapat dicatatkan dalam hukum perkawinan Indonesia. Seperti yang
diungkapkan oleh istri:
istri “Karena saya Muslim, saya minta dia untuk melakukannya dengan cara Islam. Dan dia setuju saja. Setelah menikah dia tetap pada keyakinannya buat
saya pribadi tidak masalah.”
Dari pernyataan sang istri mengenai kedudukan agama dalam keluarga
pasangan ini dapat dikaji, bahwa agama hanya berlaku sebagai simbol. Kenyataan yang berlaku dalam kehidupan perkawinan mereka, agama betul-betul sebagai
sebuah pilihan pribadi dan merupakan privasi yang tidak mudah dimasuki oleh orang lain termasuk pasangan hidup pilihannya.
Tetapi, berbeda dengan tiga responden lain yang menganggap, bahwa agama merupakan landasan yang sangat kuat dalam membentuk suatu keluarga
yang harmonis dan bahagia. Responden 2:
“Mungkin karena kami memiliki dasar yang kuat, jadi kembali lagi, bahwa agama yang kami jadikan pegangan. Misalnya salah satu dari kami sedang mengalami
kebuntuan, akan dibantu dengan doa dulu sebelum berdiskusi tentang jalan keluar yang baik.”
Responden 1:
suami “Ya, kalau menurut kami berdua agama adalah dasar yang paling kuat dibandingkan dengan tradisi budaya kami masing-masing. Kalau pun masing-
masing keluarga kami melakukan ritual, tetapi itu semua hanya tradisi. Makna yang sesungguhnya ada dalam pelaksanaan agama yang kami yakini. Jadi kami
sih, waktu itu sepakat kalau agama yang akan kami jadikan pijakan dalam perkawinan dan keluarga.”
Responden 4:
istri “… Tapi, yang penting agama. Dasar yang harus dikuatkan adalah agama, jadi setiap ada konflik kita akan berakar pada landasan agama.”
Yang diungkapkan oleh ketiga pasangan ini betul-betul menunjukkan, bahwa agama yang sama bisa dimanfaatkan sebagai alat pemersatu dari perbedaan
budaya yang mereka hadapi. Pasangan ini menjalankan dengan sungguh-sungguh apa yang diajarkan oleh agama yang diyakini. Dan bagi mereka, agama
merupakan kekautan di tengah perbedaan budaya yang mereka hadapi bersama.
5. Dominasi