Teori Agensi Teori Otonomi Daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Dalam landasan teori ini akan dibahas lebih lanjut mengenai teori yang melandasi penelitian ini dan beberapa peneliti terdahulu yang telah diperluas dengan referensi atau keterangan tambahan yang diperoleh selama penelitian.

2.1.1 Teori Agensi

Jensen dan Meckling mendefinisikan hubungan keagenan sebagai kontrak dimana satu orang atau lebih principal terlibat dengan orang lain agent untuk melakukan pelayanan kepada mereka yang melibatkan beberapa otoritas pengambilan keputusan kepada agent. Sejak otonomi daerah berlaku di Indonesia, perspektif keagenan agency theory dapat digunakan disektor publik.Undang-Undang tersebut memisahkan dengan tegas antara fungsi pemerintah daerah eksekutif dengan fungsi perwakilan rakyat legislatif. Berdasarkan pembedaan fungsi tersebut, eksekutif melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan atas anggaran daerah, yang merupakan manifestasi dari pelayanan kepada publik, sedangkan legislatif berperan aktif dalam melaksanakan legislasi, penganggaran, dan pengawasan.Pemerintah bertindak sebagai agent yang menerima amanah dari rakyat untuk menjalankan roda pemerintahan dan masyarakat yang Universitas Sumatera Utara diwakili oleh DPR bertindak sebagai principal dalam mengawasi aktivitas pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.Principalmemberikan sumber daya dan wewenang pengaturan kepada agent dalam bentuk pajak dan lain- lain. Sebagai wujud pertanggungjawaban atas wewenang yang diberikan, agent memberikan laporan pertanggungjawaban terhadap principal. Santoso dan Pambelum, 2008 : 4.

2.1.2 Teori Otonomi Daerah

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 dikenal dengan Undang-Undang Otonomi Daerah, merupakan pijakan hukum atas implementasi desentralisasi fiskal di Indonesia. Dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, maka akan terjadi perluasan wewenang pemerintah daerah. Sedangkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 akan tercipta peningkatan kemampuan keuangan daerah. Oleh karena itu, otonomi daerah diharapkan bisa menjadi jembatan bagi pemerintah daerah untuk mendorong efisiensi ekonomi, efisiensi pelayanan publik sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah serta meningkatkan kesejahteraan penduduk lokal Desentralisasi fiskal adalah konsekuensi logis dari otonomi daerah.Bowman dan Hawton 1983 menyatakan bahwa tidak satupun pemerintah dari suatu negara dengan wilayah yang luas dapat menentukan secara efektif ataupun dapat melaksanakan kebijaksanaan dan program- programnya secara efisien melalui sistem sentralisasi. Oleh karena itu perlu Universitas Sumatera Utara ada distribusi atau pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah dan pihak lain yang berkepentingan atau biasa disebut dengan sistem desentralisasi. Dengan sistem ini, daerah akan mengalami proses pemberdayaan yang optimal sehingga kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah akan terpacu dan berdampak pada kemampuan daerah dalam mengatasi berbagai masalah yang terjadi di daerah akan semakin kuat. “Perangkat yang digunakan untuk mendukung berjalannya desentralisasi lembaga-lembaga publik tersebut secara ekonomis, efisiensi, efektif, transparan, dan akuntabel sehingga cita-cita reformasi yaitu menciptakan good governance benar-benar tercapai” Mardiasmo, 2004 : 3. Good Governance tersebut akan mencerminkan kinerja pemerintah daerah yang lebih maksimal, sehingga berpengaruh positif terhadap peningkatan pembangunan daerah. Ciri utama suatu daerah mampu melaksanakan otonomi Halim, 2001:167 adalah sebagai berikut. 1. Kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahannya. 2. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin agar pendapatan asli daerah PAD dapat menjadi bagian sumber keuangan terbesar. Dengan demikian, peranan pemerintah daerah menjadi lebih besar. Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD

Dokumen yang terkait

Pengaruh Desentralisasi Fiskal, Belanja Modal, Angkatan Kerja, dan Investasi Terhadap PDRB di Sumatera Utara

1 69 94

Analisis Pengaruh Tingkat Kemandirian Fiskal, Pendapatan Asli Daerah Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Melalui Belanja Modal Di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara

1 30 114

Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Pada Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara

4 50 84

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Dan Belanja Modal Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Pada Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

5 66 78

Analisis Pengaruh Desentralisasi Fiskal terhadap Ketimpangan Pembangunan pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

0 31 81

Analisis Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Ketimpangan Pembangunan Pada Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

0 27 81

Pengaruh Belanja Modal Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Peningkatan Pendapatan Per Kapita Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat Pada Tahun 2010-2013

2 36 69

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode Tahun 2009-2012

1 17 161

Pengaruh Pajak Daerah dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Modal (Survei pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat 2011-2014)

0 3 1

Analisis Pengaruh Dimensi Kesehatan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Jawa Barat Pada Dinas Ksehatan Provinsi Jawa Barat

0 5 1