4. Merupakan satu buah not 18 yang bernilai ¼
ketuk.
5. Merupakan dua buah not 116 menjadi satu
not yang bernilai ½ ketuk.
6. Merupakantandadiamyang
bernilaiempatketuk.
7. Merupakan tanda diam yang bernilai 2 ketuk .
8. Merupakan tanda diam yang bernilai 1 ketuk.
9. Merupakan tanda diam yang bernilai ½ ketuk
5.3.1 Analisis Melodi
Membincangkan analisis musikal sama halnya dengan membincangkan setiap unsur-unsur bermakna yang tertuang di dalam sebuah musik. Dilakukannya
analisis terhadap masing-masing unsur musikal itu ialah karena ada tujuan untuk menjelaskan unsur bermakna tersebut. Namun sebagaimana dikatakan oleh
Nicolas Cook berikut, bahwa hingga saat ini belum ada metode yang sudah baku dan berlaku secara umum yang dapat di pakai untuk menganalisis musik secara
menyeluruh. There is not any one fixed way of starting an analysis. It depends of the
music, as wel as on the analyst and the reason the analysis is being done. But there is a presequisite to any sensible analysis, an this is familiarity
with the musik. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa analisis adalah suatu pekerjaan
lanjutan setelah selesai melakukan transkripsi komposisi musik. Melalui proses analisis tersebut akan diperoleh gambaran tentang gaya atau prinsip-prinsip dasar
struktur musikal yang tersembunyi dibalik komposisi musik itu. Dalam pendekatan analisi melodi, penulis menggunakkan Teori Weight
Scale. Dalam analisis melodi, malm 1977:3 mengemukakan bahwa di dalam mendiskripsikan melodi ada beberapa aspek yang harus diperhatikan, yaitu:
tangga nada scale, nada dasar pith center, wilayah nada range, jumlah nada freguency of note, jumlah interval, pola kadensa, formula melodi melody
formula, dan kontur contour. Pengertian dari yang dijelaskan malm dalam mendiskripsikan atau menganilisis struktur musik adalah sebagai berikut.
5.3.1 Tangga nada Scale
Tangga nada dalam musik dapat diartikan sebagai satu set atau satukumpulan not musik yang diatur sedemikian rupa dengan aturan yang baku
sehingga memberikan nuansa atau karakter musik yang tertentu.Sebagaimana dikemukakan oleh Nettl bahwa cara-cara untuk mendiskripsikan tangga nada
adalah dengan menuliskan semua nada yang di pakai dalam membangun sebuah komposisi musik tanpa melihat fungsi masing-masing nada tersebut dalam lagu.
Selanjutnya, tangga nada tersebut digolongkan menurut beberapa klasifikasi, menurut jumlah nada yang di pakai. Tangga nada diatonicdua nada, tritonic
taiga nada, tetratonicempat nada, pentatoniclima nada, hexatonic enam nada, heptatonictujuh nada. Dua nada dengan jarak satu oktaf biasanya
dianggap satu nada saja. Dengan berpedoman pada pendapat di atas maka tangga nada untuk
komposisi Ende marhaminjon, jumlah nada yang dipakai ada tujuh buah nada. Dengan demikian, tangga nada komposisi ini disebut diatonis.
C D E F G A B
5.3.2 Nada dasar pitch centre
Menurut Nettl ada tujuh cara untuk menentukan nada dasar pitch center, tonalitas, dan dari ketujuh cara tersebut penulis memilih menentukan nada dasar
dengan cara 1 Patokan yang paling umum adalah melihat nada mana yang paling sering dipakai dan nada mana yang jarang dipakai dalam komposisitersebut, 2
kadang-kadang nada yang harga ritmisnya besar dapat dianggap sebagai nada dasar, walaupun nada tersebut jarang dipakai, 9 nada yang dipakai pada akhir
atau awal komposisi atau pada akhit awal bagian-bagian komposisi dapat dianggap sebagai tonalitas dalam komposisi tersebut, 4 nada yang menduduki
posisi paling rendah dalam tangga nada, atau posisi persis ditengah-tengah juga dapat dianggap penting, 5 Interval-interval yang terdapat diantara nada-nada
kadang dipakai sebagai patokan, 6 ada tekanan ritmis pada sebuah nada juga dipakai sebagai tonalitas, 7 harus di ingat bahwa barangkali ada gaya-gaya
musik yang mempunyai sistem tonalitas yang tidak bisa di deskripsikan dengan patokan-patokan diatas. Untuk mendeskripsikan sistem tonalitas seperti ini, cara
terbaik tampaknya adalah berdasarkan pengenalan yang akrab dengan gaya musik tersebut akan dapat ditentukan tonalitas dari musik yang diteliti.
Karena Ende Marhaminjon sudah dibuat dalam bentuk diatonic, maka nada dasar sudah dapat ditentukan sesuai dengan penyajian si penyanyi. Sesuai
yang penulis ukur mengukur nada dasar dengan tuner, maka nada dasar ende marhaminjon adalah C = Do.
5.3.3 Wilayah nada
Berdasarkan teori yang ditawarkan J.A Ellis dalam Malm, 1977:35 perihal perhitungan frekuensi nada dengan menggunakan system cent, yaitu
nada-nada yang berjarak 1 laras sama dengan 200 cent dan nada yang berjarak ½ laras sama dengan 100 cent.
Dengan berpedoman terhadap teori tersebut dan memperhatikan nada-nada yang telah ditranskripsikan, maka wilayah nada yang terdapat pada ende
marhaminjon adalah dari nada A ke G’. Jarak dari A ke G’ adalah sebanyak sebelas laras sehingga jumlah frekuensi jarak kedua nada tersebutadalah 2200 cent
A-G’= 2200 cent
A B C D E F G A B C D E F G
5.3.3 Jumlah nada
Jumlah nada merupakan banyaknya nada yang digunakan dalam sebuah komposisi musik ataupun nyanyian.. Jumlah nada yang dipakai dalam ende
marhaminjon sesuai dengan tangga nada yang telah dibuat sebelumnya adalah sebagai berikut:
5.3.4 Jumlah Interval
Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada yang lainnya Manoff 1991:50. Jarak antara satu nada dengan nada yang lain terdiri dari interval naik
maupun turun. Sedangkan jumlah interval merupakan banyaknya interval yang dipakai dalam sebuah komposisi musik.Berdasarkan hukum music, nama interval
telah ditentukan menurut jumlah nada yang dipakai, sedangkan jenisnya ditentukan berdasarkan jarak ke dua nada tersebut dalam laras, seperti pada table
berikut :
NO. NAMA NADA JUMLAH
1. A
9
2. B
3
3. C
63
4. D
161
5
E 36
6. F
39
7. G
26 TOTAL
337
Simbol interval
Jlh nada
Jlh Laras
Nama dan jenis interval Contoh
nada 1P
1 Prime perfect murni
C – C 2M
2 1
Sekunda mayor besar C – D
3M 3
2 Terts mayor besar
C – E 4P
4 2,5
Kwart perfect murni C – F
5P 5
3,5 kwint mayor besar
C – G 6M
6 4,5
Sekta mayor besar C – A
7M 7
5,5 Septime mayor besar
C – B 8P
8 6,5
Oktaf perfectmurni C – c’
9M 9
7,5 None mayor
C – d’ 10M
10 8,5
Decime mayor C – E
Rumus interval Dim + ½ laras = m
m + ½ laras = M M + ½ laras = Ag
m – ½ laras = dim M – ½ laras = m
Ag – ½ laras = M P – ½ laras =dim
P + ½ laras = Ag
Dengan demikian, berdasarkan hukum interval diatas maka interval untuk komposisi melodi Ende marhaminjon di atas dapat dilihat pada table di bawah ini:
Tabel Interval Komposisi Ende Marhaminjon
Nama Interval Posisi
Jumlah P
196 2M
49 45
2m 6
6 3M
1 3
3m 11
5 4P
2 2
5P 4
7 Total
337
PolaKadensa Cadence Patterns
Seperti kalimat bahasa yang diberi tanda baca berupa titik dan koma, maka demikian juga halnya dengan musik, juga diberi tanda baca melalui
kadens-kadens yang terdapat di dalamnya. Sebuah kadens adalah satu kerangka atau formula yang terdiri dari elemen-elemen harmonis, ritmis, dan melodis yang
menghasilkan efek kelengkapan yang bersifat sementara kadens tak sempurna, kadens gantung dan yang permanen kadens lengkap, sempurna.
Kadens yang berakhir pada nada tonal disebut kadens sempurna lengkap, sedangkan yang berakhir pada nada lain seperti nada dominan atau sub-dominan
disebut kadens gantung tak sempurna. Analoginya dengan kalimat, kadens sempurna itu merupakan titik; kadens merupakan tanda tanya atau titik koma.
Sebuah frase yang berakhir pada kadens gantung tak sempurna disebut frase anteseden dan biasanya kadens seperti ini akan segera pula diikuti oleh sebuah
frase konsequen yang berakhir dengan sebuah kadens sempurna lengkap. Contoh Kadens Tidak Sempurna
Disebut kadens tidak sempurna karena pada bar ke lima tepatnya pada ketukan ke 4, sebelum tanda istirahat terdapat nada D yang bukan merupakan nada tonal
dasar dari nyanyian ini.
Formula Melodic melodic formula
Dalam mendiskripsikan formula melodic, ada tiga hal penting yang akan dibahas yaitu bentuk frasa, dan motif. Bentuk adalah suatu aspek yang
menguraikan tentang organisasi musik. Unit terkecil dari suatu melodi disebut dengan motif, yaitu tiga nada atau lebih yang menjadi ide sebagai pembentukan
melodi. Gabungan dari motif adalah semi frasa dan gabungan dari semi frasa disebut frasa kalimat.
Menurut pendapat Malm Malm dalam Takari 1993:15-15, Bentuk juga dapat dibagi menjadi lima bagian, yaitu:
1. Repetitive, yaitu bentuk nyanyian yang mengalami pengulangan.
2. Ireratif, yaitu suatu bentuk nyanyian yang menggunakan formula melodi yang
kecil dengan kecenderungan pengulangan-pengulangan di dalam keseluruhan nyanyian.
3. Reverting, yaitu suatu bentuk nyanyian apabila di dalam nyanyian terjadi
pengulangan pada frase pertamasetelah terjadi penyimpangan melodis. 4.
Strofic, yaitu apabila bentuk nyanyian diulang dengan formalitas yang sama namun menggunakan teks yang baru.
5. Progressive, yaitu apabila bentuk nyanyian selalu berubah dengan
menggunakan teks yang baru. Berdasarkan jenis bentuk, Ende marhaminjondapat dikategorikan sebagai
bentuk Repetitive karena bentuk nyanyian yang mengalami pengulangan.
Kontur contour
Kontur dapat diartikan alur melodi yang biasanya ditandai dengan menarik garis pada notasi sebuah komposisi musik.Identifikasi kontur didasarkan pada
bentuk melodi musiknya. Menurut Malm, ada bebrapa jenis kontur Malm dalam Jonson 2000: 76, jenis-jenis kontur tersebut antara lain:
1. Ascending, yaitu garis melodi yang sifatnya naik dari nada rendah kenada
yang lebih tinggi, seperti gambar
2. Descending, yaitu garis melodi yang sifatnya turun dari nada yang tinggi
kenada yang rendah, seperti gambar:
3. Pendulous, yaitu garis melodi yang sifatnya melengkung dari nada yang
rendah kenada yang tinggi, kemudian kembali kenada yang rendah, begitu juga sealiknya, contoh gambar
4. Teracced, yaitu garis melodi yang sifatnya berjenjang seperti anak tangga dari
nada yang rendah ke nada yang lebih tinggi kemudian sejajar. 5.
Static, yaitu garis melodi yang sifatnya tetap atau apabla gerakan-gerakan intervalnya terbatas, seperti gambar:
Berdasarkan jenis kontur di atas, maka kontur ende marhaminjon yang disajikan penyaji tergolong jenis static karena garis melodi yang sifatnya tetap
atau apabila gerakan-gerakan intervalnya terbatas.
Contoh gambar:
Ende Marhaminjon
David Simanungkalit Elkando Purba
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Pohon kemenyan styrax Benzoin adalah salah satu tanaman yang banyak tumbuh liar dan juga banyak telah dibudidayakan di daerah Humbang Hasundutan. Masyarakat
setempat Khususnya desa Pandumaan, kecamatan Polung menjadikan pohon ini sebagai sumber penghidupan, seperti si Parhminjon yang memang memilih mengerjakan hingga
memanen getah pohon kemenyan untuk dijual untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya.
Masyarakat Pandumaan memiliki kepercayaan terhadap mitos pohon kemenyan. Dalam mitos tersebut dikatakan bahwa pohon yang menjadi penghasil getah kemenyan
dulunya adalah seorang wanita cantik Boru Nangniagayang tinggal bersama orang tuanya yang dipaksa menikah dengan orang yang tidak disukainya, kemudian dia melarikan diri
kehutan, kemudian dia disana menangis tersedu-sedu dan lama kelamaan berubah menjadi pohon yang menghasilkan getah dan dinamai dengan Haminjon
Sebelum memanen haminjon, parhaminjon terlebih dahulu manige pohon kemenyan. Manige adalah sebuah pekerjaan tradisional yang harus dilakukan secara langsung oleh
seorang parhaminjon dengan cara membersihkan batang pohon dan melobanginya dengan panuktuk yaitu alat untuk melobangi pohon sebagai wadah dari getah yang akan keluar.
Parhaminjon selalu mengharapkan getah yang akan keluar nantinya cukup banyak dan berkualitas karena tidak jarang pohon kemenyan menghasilkan getah yang jumlahnya sangat
sedikit atau bahkan tidak menghasilkan sama sekali. Dengan harapan agar getah yang akan keluar jumlahnya banyak,maka biasanya petani kemenyan akan membujuk pohon tersebut
melalui ende nyanyian pada saat manige.
Ende yang digunakan parhaminjon untuk proses mengolah batang pohon kemenyan disebut Ende Marhaminjon nyanyian petani kemenyan yaitu nyanyian yang berisikan
tentang ratapan dan ungkapan hati parhaminjon. Dalam ende marhaminjon tersebut menceritakan kehidupan siparhaminjonyang serba kekurangan dalam memenuhi kebutuhan
hidup keluarga,misalnya memenuhi kebutuhan sandang pangan keluarga dan menyekolahkan anak. Oleh karena itu,maka siparhaminjon berharap agar getah yang keluar nantinya banyak
dan dijual untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Makna yang terkandungdalamteksEndemarhaminjonmendominasikepada :
a. siparhaminjon yang harus bekerja keras untuk mencari sumber penghidupan
b. hidup parhaminjon yang memprihatinkan
c. anak parhaminjon yang kelaparan.
Dari uraian-uraian tentang permasalahan dan pebahasan yang telah dibahas pada bab- bab sebelumnya, maka pada bab ini penulis mencoba membuat kesimpulan bahwa
kepercayaan atau mitos yang berkembang dalam suatu kebudayaan hanya akan menjadi milik kebudayaan iu sendiri. Dalam proses manigeterlihat jelas bahwa apabila sebuah mitos kita
analisa dengan logika maka akan timbul pernyataan-pernyataan yang berbanding terbalik. Masyarakat Batak Toba di desa Pandumaan memiliki kepercayaan bahwa dengan marende
pada saat manigeakan menghasilkan getah yang lebih banyak.
Saran
Adapun saran penulis adalah sebagai berikut : Endemarhaminjon ini merupakan nyanyian yang digunakan pada saat mengolah atau
mengerjakan pohon kemenyan di masyarakat Batak Toba, penulis menyarankan agar nyanyian seprti ini seharusnya didokumentasikan dengan baik, baiik itu dalam bentuk tertulis
karya ilmiah, skripsi ataupun media digital rekaman audio atau video. Sehingga nyanyian tersebut tidak punah, karena sudh ada bentuk dokumentasinya. Selain itu, dokumentasinya
memberikan informasi kepada masyarakat yang ingin mengetahui serta mempelajari Endemarhaminjon ini.
Penulis juga menyarakan agar masyarakat suku Batak Toba selaku pendukung dan pemilik kebudayaan ini dapat meregenerasikan kebudayaan ini kepada keturunannya
khususnya endemarhaminjon ini dengan tetap menjalankannyasesuai adat dan istiadat yang terdapat dalam suku Batak Toba. Oleh karena itu penulis menyarankan dan mengharapkan
kepada siapa saja yang berminat melanjutkan penelitian iini untuk lebih mendalam lagi, sehingga dapat bermanfaat bagi pengembangan Etnomusikologi dan sebagai dokumentasi
data mengenai kebudayaan musikal yang berkaitan dengan Ende marhaminjon. Keseluruhan saran tersebut berguna supaya memberikan rangsangan moral dan
material kepada seniman-seniman dan pemerintahan yang terlibat dalam pemeliharaan dan pengembangan kebudayaan tradisional Batak Toba secara umum dan khususnya pada Ende
marhaminjon ini. Akhir kata, penulis mengharapkan semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan
memberikan kontribusi yang positif terhadap apresiasi budaya dan pengetahuan terhadap ilmu pengetahuan secara Khusus dalam bidang Etnomusikologi. Adapun saran tambahan
penulis adalah sebagai berikut : 1.
Dengan membaca skripsi ini, kita dapat menyadari pentingnya menghargai nilai-nilai kebudayaan yang ada di tengah-tengah masyarakat, agar selalu ada dan tidak punah
mengingat budaya adalah sebua identitas yang sangat berharga. 2.
Dengan membaca skripsi ini, kita menget 3.
Akui kebudayaan kita sendiri, mencintai kebudayaan mengingat deras nya arus globalisasi sesuai perkembangan zaman yang dapat merusak atau mengakibatkan
kepunahan terhadap budaya yang kita miliki.
4. Melestarikan kebudayaan yang ada, dan menghargai keberagaman budaya yang masih
ada ditengah-tengah kita saat ini.
BAB II ETNOGRAFI MASYARAKAT BATAK TOBA
DI HUMBANG HASUNDUTAN
2.1 Keadaan Geografis Daerah Penelitian
Geografis daerah penelitian berlokasi di sebuah kampung kecil di Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan yaitu desa Pandumaan. Kabupaten
Humbang Hasundutan merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang ibukotanya ialah Doloksanggul.
Kabupaten Humbang Hasundutan secara geografis terletak pada garis 2
o
1 2
o
28 Lintang Utara. 98
o
10
o
-98
o
58 Bujur timur yang terletak ditengah wilayah Provinsi Sumatera Utara. Dengan Luas Wilayah daratan: 250.271,02 Ha dan
1.494,91 Ha luas perairan danau toba, dengan jumlah penduduk 171.650 jiwa. Secara administratif pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan terdiri dari 10
Kecamatan, 1 Kelurahan dan 143 Desa dengan Suhu Udara berkisar antara 17 C -
29 C.
14
Kabupaten Humbang Hasundutan merupakan daerah dataran tinggi yang mempunyai ketinggian bervariasi antara 330-2.075 Meter diatas permukaan laut,
dengan perincian : Datar = 278,75 Km2 0 sd 2
Landai = 491,63 Km2 2 sd 15 Miring = 1.066,50 Km2 15 sd 40
Terjal = 665,82 Km2 40 sd 44 Kabupaten ini berada di jajaran Bukit Barisan dengan keadaan Tanah
umumnya bergelombang. Merupakan hulu Daerah Aliran Sungai DAS untuk beberapa kabupaten : Dairi, Tapanuli Tengah dan Toba Samosir. Seperti layaknya
daerah tropis lainnya, Humbang Hasundutan mengalami dua musim yaitu Hujan dan Kemarau. Selama tahun 2011 hujan cenderung lebih sering terjadi di Humbang
14
Sumber :https:humbahaskab.go.id
Hasundutan, dimana tercatat bahwa hujan terjadi sebanyak 208 hari dengan rata - rata curah hujan mencapai 228,76 mm setiap bulannya.
Banyak hal yang mempengaruhi curah hujan diantaranya adalah ketinggian tempat, arah angin, perbedaan suhu tanah daratan dengan lautan dan luas daratan.
Oleh karena itu, curah hujan yang terjadi di Humbang Hasundutan juga berbeda - beda menurut bulan dan Kecamatan. Curah hujan tertinggi pada November yaitu
342,78 mm selama 22 hari. Berdasarkan kecamatan, rata - rata curah hujan tertinggi tahun 2011 terjadi di Kecamatan Pakkat 340,33 mm, sedangkan terendah di
Kecamatan Baktiraja 140,50 mm.
15
Sedangkan secara geografis letak Kabupaten Humbang Hasundutan diapit atau berbatasan langsung dengan empat kabupaten yaitu :
• Di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara,
• Di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Pakpak Barat,
• Di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Samosir, dan
• Di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah.
15
Sumber :https:humbahaskab.go.id
Gambar 2.1 Peta Sumatera Utara
16
16
www.google.com