Siklus hidup S Sestoda cacing pita

7 terbungkus oleh kantung sirus cirrus pouch. Sistem organ reproduksi betina terdiri dari ovarium, vitelaria, ootipe, uterus, vagina, reseptakulum seminalis, dan saluran-saluran yang menghubungkan diantaranya. Bentuk, ukuran, dan letak ovarium bervariasi menurut jenis sestoda. Setelah mengalami proses pematangan, telur muda selanjutnya keluar dari ootipe menuju uterus hingga berkembang menjadi telur yang matang dan siap dibebaskan bersama-sama dengan proglotida gravid. Ketika dikeluarkan dari tubuh inang definitif biasanya telur telah berembrio yang disebut onkosfer. Onkosfer berbentuk bulat atau lonjong, simetris bilateral, dan dipersenjatai dengan tiga pasang kait hooks. Stadium sejak onkosfer bebas dari proglotida gravid sampai menjadi larva infektif dalam tubuh inang antara disebut metasestoda Noble et al. 1989. Telah dikenal beberapa tipe metasestoda yang berbeda dalam ukuran, adanya gelembung yang berisi cairan atau dalam bentuk padat yang mengandung protoskoleks dalam jumlah tertentu. Beberapa tipe metasestoda yang umum dikenal adalah proserkoid, pleroserkoid, sistiserkoid, sistiserkus, koenurus, dan hidatida. Sistiserkoid adalah tipe metasestoda yang ditemukan dalam rongga tubuh serangga inang antara yang memiliki ciri protoskoleks tunggal dengan posisi evaginasi, dan gelembung padat kadang-kadang disertai dengan serkomer Soulsby 1982; Wardle McLeod 1951.

2.1.2 Siklus hidup S

iklus hidup sestoda meliputi tiga stadium perkembangan yaitu cacing dewasa sestoda, telur onkosfer, dan larva metasestoda Gambar 1. Stadium sestoda adalah stadium parasitik dalam usus halus vertebrata sebagai inang definitif. Stadium telur merupakan stadium bebas dengan catatan sebelum onkosfer atau embrio dalam telur infektif teraktivasi untuk siklus berikutnya. Stadium metasestoda adalah stadium larva parasitik yang bersifat non-aktif dalam berbagai jaringan hewan vertebrata atau rongga tubuh invertebrata sebagai inang antara. Jaringan yang tersusun dari sel-sel germinatif, dan asesori jaringan lainnya, serta protoskoleks merupakan bagian-bagian metasestoda yang sangat menentukan perkembangan berikutnya. Dari segi morfologi metasestoda memiliki tipe-tipe yang unik tergantung dari jenis cacing dan inang antaranya. Sestoda 8 Gambar 1 Siklus hidup sestoda ayam. A. Inang antara dimakan ayam. B. Proglotida gravid keluar melalui anus. C. Proglotida gravid dimakan inang antara. a Lumen usus inang antara. b Onkosfer. c Lumen usus inang definitif. d Sistiserkoid. e Sestoda dewasa. f Destrobilisasi proglotida gravid Modifikasi: Calentine 1985, Dunford Kaufman 2006; Schwartz 1994; Moorman 2004. memerlukan sekurang-kurangnya dua inang dalam siklus hidupnya, yaitu inang antara sebagai habitat berkembang metasestoda yang infektif bagi inang definitif. Inang definitif adalah habitat sestoda dewasa yang menghasilkan telur. Rantai makanan merupakan faktor utama dalam transmisi sestoda. Oleh karena itu kelangsungan hidup jenis sestoda apapun pada suatu tempat tertentu ditunjang oleh adanya peran dan perilaku dua inang yang umumnya berhubungan erat secara ekologik. Sejumlah besar telur yang bebas maupun yang tetap berada dalam proglotida gravid adalah sumber infeksi yang sangat potensial di lingkungan luar inang. Proglotida gravid lepas destrobilisasi secara tunggal atau dalam bentuk rantai dari rangkaian strobila dan secara aktif atau pasif keluar bersama-sama tinja inang. Telah dibuktikan bahwa sepanjang 25 posterior strobila bersifat infektif terhadap inang antara maupun inang definitifnya Retnani et al. 1993; 1995. A B a b c d e f C 9 Ayam terinfeksi merupakan sumber infeksi bagi serangga inang antara di lingkungan peternakan. Beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah telurproglotida gravid adalah populasi ayam terinfeksi, derajat infeksi setiap ekor ayam, serta status kekebalan inang Kano Ito 1983; Wakelin 1984; Sukhideo Mettrick 1987. Gray 1972a; 1973 dalam: Kennedy 1975 mengamati penglepasan proglotida pada ayam yang diinfeksi 100 ekor sistiserkoid Raillietina cesticillus . Pada hari ke 28 hingga hari ke 70 setelah infeksi terjadi destrobilisasi terus-menerus namun skoleks persisten. Pengamatan pada hari ke 20 sebanyak 120-200 proglotida keluarayamhari, berikutnya pada hari ke 39 jumlah yang dikeluarkan menurun perlahan hingga skoleks mulai gugur pada hari ke 56. Penelitian tersebut juga mengamati manifestasi respon kebal ayam terhadap infeksi R. cesticillus yaitu terjadi penurunan pemapanan establishment dan pertumbuhan, destrobilisasi dan gugurnya skoleks berlangsung lebih cepat. Kinetik pembentukan, pematangan, dan periodisasi penglepasan proglotida gravid telah dipelajari pada jenis sestoda mamalia yaitu Taenia Silverman 1954 dan Hymenolepis Kumazawa Suzuki 1982. Proglotidisasi, pematangan, dan penglepasan proglotida tidak konstan selama proses perkembangan sestoda Silverman 1954; Kumazawa Suzuki 1982 dan tidak semua telur di dalamnya fertil Silverman 1954; Loos-Frank 1987. Proporsi proglotida dewasa:gravid pada individu sestoda berubah menurut penurunan laju proglotidisai dan bertambahnya umur cacing. Setelah perkembangan maksimum dicapai, laju proglotidisasi berangsur menurun namun kecepatan diferensiasi tetap sama Kumazawa Suzuki 1982. Pembebasan telur dari proglotida gravid dapat terjadi melalui beberapa mekanisme. Proglotida gravid segera berdegenerasi setelah lepas dari strobila apolisis kemudian telur di dalamnya bebas. Kemungkinan lain proglotida gravid aktif merayap sebelum membebaskan telurnya euapolisis. Mekanisme keluarnya telur pada euapolisis tidak dijelaskan, namun mirip yang yang diuraikan oleh Soulsby 1982, terbentuk suatu lubang thysanus pada uterus setelah destrobilisasi dan telur akan keluar dengan bantuan aktivitas muskuler proglotida. Hiperapolisis terjadi pada proglotida gravid yang perkembangannya belum sempurna namun prosesnya tetap berlangsung hingga matang walaupun telah destrobilisasi 10 Pintner 1913 dalam: Wardle McLeod 1951. Pseudoapolisis terjadi pada kelompok sestoda yang memiliki porus uteri. Telur yang telah matang dikeluarkan melalui porus uteri ketika cacing masih berada dalam usus inang tanpa destrobilisasi terlebih dahulu kecuali setelah uterusnya relatif kosong. Siklus berikutnya adalah tertelannya telur sestoda oleh inang antara kemudian menetas di dalam usus membebaskan onkosfer. Aktivasi penetasan dipengaruhi oleh aktivitas muskular untuk menggerakkan kait-kait embrio secara mekanik merobek lapisan dinding telur. Mekanisme penetasan ini juga dipengaruhi secara kimiawi, umumnya reaksi ensimatik baik yang berasal dari inang antara maupun parasit itu sendiri Silverman 1954; Smyth McManus 1989; Read et al. 1951; Heyneman 1959. Onkosfer yang telah bebas akan melakukan penetrasi ke dalam mukosa usus inang antara kemudian bermigrasi melalui sistem sirkulasi disertai perkembangan yang progresif hingga menjadi larva infektif bagi inang definitif. Tempat terakhir larva infektif adalah jaringan organ atau bagian tubuh lainnya pada inang antara vertebrata atau rongga tubuh inang antara invertebrata. Kelangsungan hidup selanjutnya adalah transmisi pasif melalui inang definitif yang menelan jaringanorgan inang antara yang mengandung metasestoda. Seperti halnya proses penetasan telurnya, faktor-faktor fisikokimiawi yang khas pada setiap jenis inang definitif akan mempengaruhi keberhasilan evaginasi protoskoleks metasestoda ekskistasi hingga menempel pada mukosa usus, proglotidisasi, tumbuh dan berkembang menjadi sestoda dewasa.

2.2 Sestoda Parasitik pada Ayam Ternak