37
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Faktor-Faktor Risiko Infeksi Cacing Pita pada Ayam Ras
Petelur Komersial di Daerah Bogor
4.1.1 Kondisi umum fisik dan tata laksana peternakan
Di antara sepuluh peternakan yang diamati pada penelitian ini secara geografis terletak pada tipe iklim yang berbeda menurut banyaknya bulan basah
dan kering di wilayah Kabupaten Bogor Oldeman 1975. Kecamatan Cigudeg, Nanggung, dan Leuwisadeng terletak di wilayah basah dengan rataan curah hujan
per bulan sebanyak 300 mm, sedangkan enam kecamatan yang lain yaitu Cibinong, Parung, Kemang, Ciseeng, Gunung Sindur, dan Rumpin terletak di
wilayah kering dengan rataan curah hujan 286 mm per bulan dalam setahun pada lima tahun terakhir. Ketinggian tiga wilayah yang disebutkan pertama 349 m di
atas permukaan laut dpl, terletak lebih tinggi dibandingkan enam kecamatan yang lain yaitu 166 m dpl. Suhu maksimum-minimum serta kelembaban per bulan
di wilayah Kabupaten Bogor sebesar 22,5-31,5 ºC, dan 84,5 pada tahun yang sama BMG 2006. Data tipe iklim di wilayah Jawa Barat sampai sekarang belum
mengalami revisi setelah puluhan tahun. namun masih dipakai sebagai pedoman dasar khususnya Kabupaten Bogor. Oleh karena itu jika mengamati data cuaca
pada tahun-tahun terakhir ini tampak kurang sesuai lagi dengan status tipe iklim yang telah dipetakan. Menurut peta tipe iklim, pada enam wilayah peternakan
Kemang, Ciseeng, Parung, Cibinong, Gunung Sindur, dan Rumpin cenderung bertipe iklim C disebutkan lebih sedikit jumlah bulan basahnya, ternyata terdapat
delapan bulan basah pada lima tahun terakhir. Namun terdapat pula sekitar dua bulan memiliki rataan curah hujan 100 mm bahkan nol. Pada tiga wilayah
kecamatan yang lain Leuwisadeng, Cigudeg, dan Nanggung cenderung bertipe iklim A dengan jumlah bulan basah lebih banyak yaitu 10 bulan. Tampaknya
perbedaan jumlah bulan basah maupun rataan curah hujan dengan tipe C tidak signifikan, namun rataan curah hujan setiap bulan dalam setahun di wilayah tipe A
relatif lebih tinggi yaitu 300 mm.
38 Seluruh sampel peternakan tergolong peternak skala usaha komersial
dengan populasi paling sedikit 30.000 ekor dan terbanyak lebih dari 100.000 ekor, biasanya dibagi menjadi kelompok-kelompok flock. Populasi setiap kelompok
bervariasi setiap peternakan, minimal 2500 ekorkelompok, dan setiap kandang baterai diisi 6-12 ekor ayam produktif. Jenis Isa Brown adalah ras terbanyak
40 berturut-turut diikuti ras Lochmann 22, Hisex 5, dan beberapa peternak memelihara campuran ras Lochmann dan Hisex 33. Dari ayam yang terkumpul,
umur yang terbanyak 50 adalah ayam yang berstatus afkir atau menjelang afkir yaitu berumur 50 minggu. Adapun yang sedang produktif yaitu antara
20-50 minggu sebanyak 22 dan yang masih pulet atau menjelang produktif yaitu 20 minggu sebanyak 28.
Beragamnya letak geografis, kondisi fisik peternakan, sanitasi secara umum, serta tata laksana menunjukkan pula gambaran prevalensi sestodosis yang
beragam pula pada setiap peternakan. Secara umum stuktur bangunan kandang berkerangka kayu dan tembok 90, beratap genting atau asbesseng, dan lantai
semen, tiga di antaranya berlantai tanah. Peternakan rata-rata menggunakan kandang baterai dari kawat. Tempat pakan dan minum terbuat dari seng atau pipa
PVC, beberapa telah dilengkapi dengan nipple sehingga tumpahan pakan maupun air minum diminimalisir. Pemanenan telur juga menggunakan roda berjalan dari
dalam kandang selanjutnya diseleksi diluar kandang. Kedalaman tempat penampungan tinja tidak terlalu tinggi namun pembuangannya disapu ke luar
kandang dengan tenaga listrik yang diatur secara otomatis. Tata laksana yang demikian tidak memberi peluang untuk perkembangbiakan serangga sebagai
inang antara yang potensial. Pada kondisi yang demikian seharusnya tidak terjadi sestodosis karena tidak ada peluang transmisi. Hal ini terjadi karena peternakan
ini membeli ayam pulet dari perusahaan lain, sehingga kemungkinan terinfeksi ketika sebelum ternak dimasukkan ke dalam kandang baterai antara periode
kutuk hingga pulet. Menurut pengamatan Siahaan 1993 infeksi sestoda pada ayam buras yang diumbar dapat terjadi sejak sebelum pulet. Dua peternakan yang
angka kejadiannya 0 satu di antaranya adalah peternakan tertutup dengan sistem kandang bongkar-pasang knock-down dan memelihara sendiri ayam petelur
sejak kutuk. Satu-satunya peternakan terbuka yang angka sestodosisnya 0 juga
39 Gambar 6 Peternakan ayam petelur sistem terbuka open house
Gambar 7 Peternakan ayam petelur sistem kandang tertutup close house
. A. Sistem kandang bongkar-pasang, B. Kandang permanen, C. Distribusi pakan secara otomatis,
D. Distribusi minum secara otomatis.
A B
A B
C D
40 Gambar 8 Beberapa bentuk dan kedalaman pitfall. A. Pengangkatan
tinja otomatis, B. Kedalaman 5m, C. Kedalaman 50 cm, D. Kedalaman 1m.
memelihara kutuk, sanitasi sekitar kandang relatif kering, jarak antar kelompok maupun antara kandang baterai dengan permukaan tanah relatif jauh. Keduanya
memiliki kesamaan dalam hal pemberian antelmintika secara periodik teratur dengan antelmintika berspektrum luas.
Sebagian besar sampel peternakan delapan peternakan menerapkan sistem peternakan terbuka open house, sedangkan dua peternakan yang lain
memakai sistem peternakan tertutup close house dengan kualitas tata laksana yang beragam Gambar 6 dan 7. Kondisi lingkungan di sekitar kandang sistem
terbuka secara umum relatif bersih-sedang, menimbulkan bau menyengat jika terdapat tumpukan tinja yang basah, dan drainase yang kurang baik. Hampir
semua peternakan telah membuat pitfall Gambar 8 dengan kedalaman yang bervariasi, namun tata laksana pembuangan tinja tidak seragam kecuali pada
sistem tertutup dibuang dengan cara dikeruk secara otomatis. Sebanyak 84 dari
A B
C D
41 10 peternakan mengangkat tinja secara tidak teratur, 11 dilakukan secara
periodik setiap dua bulan sekali atau lebih. Dengan demikian kemungkinan besar tersedianya media perindukan serangga terutama lalat M. domestica. Kondisi ini
juga tercermin dari variasi jumlah lalat yang tertangkap di setiap peternakan. Sebanyak 50 dari 10 sampel peternakan memelihara ayam petelur sejak kutuk
ayam berumur sehari atau DOC. Lokasi pemeliharaan kutuk ada yang berdekatan bahkan satu lokasi dengan kandang baterai, ada pula yang berjarak
sekitar 500 m hingga satu kilometer. Sehubungan dengan pengendalian kecacingan, pemberian antelmintika tidak diimbangi dengan tata laksana
lingkungan yang dapat menunjang keefektifan pengendalian. Jenis dan waktu dan metode pemberian antelmintika berbeda-beda diantara peternak-peternak.
Sebagian besar peternak 62 mengobati secara periodik setiap 3-6 bulan sekali, sisanya memberikan obat hanya ketika mengetahui dengan pasti bahwa ternaknya
kecacingan dari hasil nekropsi.
4.1.2 Jenis-jenis sestoda yang ditemukan