Faktor-faktor risiko yang diduga mempengaruhi tingkat kejadian sistiserkoidosis pada

62 dalam tiga bulan dapat menekan sistiserkoidosis lalat hingga 0,00. Prevalensi infeksi terendah sebesar 0,09 terjadi pada peternak dengan pemberian yang sama kecuali pemberian terakhir secara periodik sekali dalam enam bulan. Urutan berikutnya hingga prevalensi tertinggi yaitu sebesar 0,49 dengan pemberian secara teratur setiap tiga bulan sekali, sedangkan pada pengobatan yang diberikan hanya ketika ada infeksi kejadiannya sebesar 1,28, dan yang paling tinggi sebesar 3,53 terjadi pada peternak yang memberikan antelmintika pada awal naik kandang baterai dan sebelum puncak produksi telur Tabel 11. Kaitan kejadian sistiserkoidosis lalat dengan tata laksana pemberian antelmintika adalah ketersediaan telur sestoda dalam manur sebagai fokal infeksi bagi lalat. Pemberian antelmintika pada ternak ketika masih pemeliharaan di liter, awal naik kandang baterai, sebelum puncak produksi telur, dan secara periodik sekali dalam tiga bulan dapat menurunkan jumlah telur yang akan mengkontaminasi manur. Oleh karena itu sistiserkoidosis lalat dapat dihindari. Mengingat masa produksi telur mencapai 80 minggu bahkan kadang-kadang sampai 90 minggu, padahal kejadian sestodosis lebih banyak pada ayam yang berumur 50 minggu maka perlu ditekankan bahwa pemberian antelmintika tidak hanya pada awal naik kandang baterai dan sebelum puncak produksi. Jika pemberian antelmintika dihentikan sampai menjelang puncak produksi saja, maka kemungkinan reinfeksi dapat terjadi sehingga ketersediaan proglotida gravid masih terpenuhi bagi inang antara. Pada penelitian ini periode pembuangan manur tidak mempengaruhi angka kejadian sistiserkoidosis lalat. Peternak yang membuang manur secara tidak teratur memiliki angka kejadian yang paling tinggi 0,9, selanjutnya berturut- turut hingga yang paling rendah yaitu 0,4 yang membuang manurnya setiap dua bulan sekali secara teratur dan 0 dengan pembuangan manur secara otomatis Tabel 11.

4.2.3 Faktor-faktor risiko yang diduga mempengaruhi tingkat kejadian sistiserkoidosis pada

M. Domestica

Nilai Odds-Ratio OR faktor-faktor ternak, lingkungan, dan beberapa aspek tata laksana peternakan yang diduga mempengaruhi terjadinya sistiserkoidosis lalat M. domestica disajikan pada Tabel 12 sampai 14. 63 Tabel 11 Prevalensi sistiserkoidosis lalat M. domestica menurut faktor populasi ayam, iklim, dan tata laksana peternakan sistem kandang, pemberian antelmintika, dan pembuangan manur. No Faktor n lalat Prevalensi total Infeksi 1 Ayam Populasi ribu ekor 30-50 412 2 0,49 50-70 1087 5 0,46 70-90 645 13 2,02 90 941 1 0,11 2 Lingkungan Tipe iklim Basah 697 2 0,29 Kering 2388 19 0.80 3 Tata laksana Sistem kandang Tertutup 526 0,00 Terbuka 2559 21 0,82 Pemberian antelmintika Pulet dan puncak produksi 85 3 3,53 Tiga bulan sekali 412 2 0,49 Sebelum pulet, pulet, puncak produksi, tiga bulan sekali 285 0,00 Sebelum pulet, pulet, puncak produksi, enam bulan sekali 1127 1 0,09 Jika ditemukan infeksi sestoda 1176 15 1,28 Pembuangan manur Dua bulan sekali 272 1 0,4 Tidak teratur 2287 20 0,9 Otomatis elektrik 526 Faktor risiko secara nyata dan sangat nyata mempengaruhi tingkat prevalensi sestodosis 64 Tabel 12 Nilai Crude Odds-Ratio OR faktor populasi ayam terhadap kejadian sistiserkoidosis pada lalat M. domestica. Faktor risiko Infeksi Tidak infeksi Koefisien P Crude OR N N Populasi ayam ribu ekor: 30-50 2 0,49 410 99,51 1,00 50-70 5 0,46 1082 99,54 −0,054 0,949 0,95 70-90 13 2,02 632 97,98 1,439 0,059 4,22 90 1 0,11 940 99,89 −1,523 0,214 0,22 Tabel 13 Nilai Crude Odds-Ratio OR faktor tipe iklim area peternakan terhadap kejadian sistiserkoidosis pada lalat M. domestica. Faktor risiko Infeksi Tidak infeksi Koefisien P Crude OR n n Iklim : Basah 2 0,29 695 99,71 1,00 Kering 19 0.80 2369 99,20 1,025 0,169 2,79 65 Tabel 14 Nilai Crude Odds-Ratio OR faktor tata laksana kandang, pembuangan manur, dan pemberian antelmintika terhadap kejadian sistiserkoidosis pada lalat M. domestica. Faktor risiko Infeksi Tidak infeksi Koefisien P Crude OR n n Sistem kandang : Tertutup 0,00 526 100 1,00 Terbuka 21 0,82 2538 99,18 −20,199 0,998 0,00 Pembuangan manur : Setiap dua bulan sekali 1 0,4 271 99,60 1,00 Tidak teratur 20 0,9 2267 99,10 −3,373 0,004 0,03 Otomatis 0,0 526 100 −1,548 0,015 0,21 Pemberian antelmintik : Pulet dan puncak produksi 3 3,53 82 96,47 1,00 Setiap tiga bulan sekali 2 0,49 410 99,51 − 2,015 0,029 0,13 Sebelum pulet, pulet, puncak produksi, tiga bulan sekali 0,00 285 100 −21,185 0,998 0,00 Sebelum pulet, pulet, puncak produksi, enam bulan sekali 1 0,09 1126 99,91 −3,718 0,001 0,02 Jika ditemukan infeksi sestoda 15 1,28 1161 98,72 −1,041 0,105 0,35 66 Pada penelitian ini, populasi ternak, kondisi iklim, dan sistem kandang bukan merupakan risiko yang nyata P0,05 terhadap kejadian sistiserkoidosis lalat. Namun demikian gambaran pada peternakan dengan kelompok populasi 70-90 ekor ayam memiliki peluang terinfeksi sistiserkoid paling tinggi OR=4,22 Tabel 12 diantara kelompok populasi yang lain jika dibandingkan dengan peternakan yang populasinya 30-50 ekor ayam. Lalat pada area peternakan dengan kondisi iklim kering berisiko terinfeksi sistiserkoid relatif lebih tinggi OR=2,79 dibandingkan area basah. Pada penelitian ini hanya beberapa aspek tata laksana yang jelas mempengaruhi terjadinya sistiserkoidosis lalat yaitu tata laksana pembuangan manur dan pemberian antelmintika Tabel 14. Jelas terlihat bahwa pembuangan manur secara otomatis mengurangi kemungkinan lalat terinfeksi sistiserkoid OR=0,21 jika dibandingkan dengan dua bulan sekali secara periodik, tetapi yang tidak teratur pembuangannya justru berisiko lebih kecil OR=0,03. Pemberian antelmintik sejak pemeliharaan ayam kutuk di lantai liter yang berturut-turut dilanjutkan ketika awal naik kandang baterai, menjelang puncak produksi telur, dan secara periodik setiap enam bulan sekali dapat meminimalisir peluang terinfeksi OR=0,02 atau hanya dilakukan setiap tiga bulan sekali OR=0,13 Tabel 14. 4.2.4 Potensi lalat

M. domestica sebagai inang antara cacing pita pada ayam ras petelur komersial di daerah Bogor

Identifikasi sistiserkoid untuk menentukan jenis sestoda sulit dilakukan jika hanya berdasarkan morfologi maupun morfometrinya. Hampir semua sistiserkoid lalat yang ditemukan pada penelitian ini tidak memiliki ciri khas sehingga sulit dibedakan satu sama lain. Walaupun gambaran morfologi beberapa sistiserkoid sangat mirip namun morfometrinya berbeda. Ciri-ciri spesifik yang mudah diamati adalah protoskoleks dan membran protoskoleks, sedangkan gelembung, dan serkomer merupakan ciri sekunder Chervy 2002. Biasanya protoskoleks dilengkapi rostelum dan batil hisap, disertai atau tidak disertai kait. Kait pada rostelum maupun batil hisap tidak selalu mudah diamati. Hasil bedah sampel lalat M. domestica menunjukkan beberapa bentuk, ukuran, dan stadium perkembangan sistiserkoid Gambar 14, Tabel 15 sampai 17. 67 Gambaran berbagai stadium perkembangan sistisekoid berdasarkan ciri-ciri awal onkosfer setelah menetas, awal perkembangan sistiserkoid yang ditandai dengan adanya lakuna primer, pembelahan sampai menjadi sistiserkoid matang dengan ciri protoskoleks invaginasi Chervy 2002 Gambar 14. Karena berbagai stadium perkembangan tersebut diperoleh dari lalat yang berbeda-beda maka gambaran perkembangan tersebut dinyatakan sebagai hipotesis. Demikian pula setiap profil sistiserkoid diperoleh dari lalat yang berbeda, dengan ukuran skoleks, batil hisap, dan adanya kait rostelum yang beragam Tabel 15 sampai 17. Tidak semua sistiserkoid yang ditemukan berhasil diukur Tabel 16. Berdasarkan ukuran panjang dan lebarnya, secara umum protoskoleks sistiserkoid cenderung bulat kecuali sistiserkoid 493,3Md dengan kisaran ukuran yang paling kecil 147,92±28,36x155,08±11,57 µm hingga yang paling besar 258,75±83,72x 234,08±54,62 µm. Demikian pula batil hisapnya juga cenderung bulat, ukurannya relatif sama dengan kisaran 61x67,25 µm hingga 65x50,5 µm kecuali sistiserkoid 1128Md yang tampak lonjong dengan ukuran 76±14,03x 116,5±7 µm Tabel 15. Gambar 14 Hipotesis berbagai stadium perkembangan sistiserkoid hasil bedah lalat M. domestica. A. Kait onkosfer mulai menepi. B. Pembentukan lakuna. C. Awal perkembangan sistiserkoid. D, E, dan F. Menjelang perkembangan akhir. G. Sistiserkoid infektif. F C D B E G A kait Lakuna 68 Tabel 15 Deskripsi sistiserkoid hasil bedah lalat M. domestica dengan morfometri skoleks dan batil hisap. No Sistiserkoid M. domestica Spesimen Ukuran panjang x lebar µm Kait rostelum Skolekss Batil hisap 1 124.3Md 147,92±28,36 x 155,08±11,57 tidak dapat diukur ada 2 495.6Md 146,25±28,62 x 141,13±14,28 61 x 67,25 ada 3 1128Md. 153,08±27,23 x 116,5±7 76±14,03 X 116,5±7 ada 4 1133Md 174,92±13.52 x 183,75±21,25 65 X 50,5 tidak jelas 5 72.2Md 258,75±83,72 x 234,08±54,62 tidak dapat diukur tidak jelas 6 493.3Md 278,50 x 263,25 x 102,5 x 110 62,5 tidak jelas Tabel 16 Deskripsi sistiserkoid hasil bedah lalat M. domestica tanpa morfometri. Spesimen No.kode PF.2. Md. PF.1.Md. PF.3..Md. PF.4.MSp. Ada kait rostelum Ada kait rostelum Kait rostelum tidak jelas Kait rostelum tidak jelas 69 Tabel 17 Deskripsi sistiserkoid hasil bedah lalat M. domestica dan hasil infeksi coba pada ayam. No Spesimen Ukuran panjang x lebar µm Kait rostelum Hasil infeksi ayam coba Skolekss Batil hisap 1 543.10Md 168,89±33,55 X 138,14±31,90 69 X 42,5 tidak jelas Raillietina 2 549.32Md 140,64±19,61 X 132,39±20,10 77±11,79 X 68,81±7,53 tidak jelas Raillietina dan Choanotaenia 3 881.8Md 164,61±28,55 X 134,39±12,34 76,85±8,86 X 61,05±14,20 tidak jelas Choanotaenia Sebanyak tiga kelompok tiga peternakan infeksi ayam coba, hanya satu kelompok yang infeksinya berhasil yaitu sistiserkoid 543.10Md.R, 549.32Md.RC, dan 881.8Md.C Tabel 17. Berdasarkan ciri morfologi serta morfometri skoleks, proglotida dewasa, dan proglotida gravid menunjukkan bahwa sestoda hasil infeksi sistiserkoid 543.10Md. adalah Raillietina, sistiserkoid 549.32Md. adalah campuran dua jenis yaitu Raillietina dan Choanotaenia, dan sistiserkoid 881.8Md. adalah Choanotaenia. Dari tiga sediaan skoleks memiliki ciri-ciri umum skoleks Raillietina yaitu adanya deretan kait pada rostelum kecuali satu sediaan skoleks maupun batil hisapnya. Kait rostelum berbentuk huruf “T” atau mirip seperti bentuk palu Gambar 15 A sampai C. Dua skoleks yang rostelum dilengkapi kait memiliki rataan diameter skoleks, rostelum, dan batil hisap berturut-turut 116±164 µm, 204±274 µm, dan 101,6±70,9 µm. Adapun satu skoleks dengan rostelum tanpa kait memiliki diameter skoleks, rostelum, dan batil hisap berturut-turut 107,75 µm, 20,00 µm, dan 55,5 µm. Ciri- ciri pada proglotida dewasa terdapat sepasang organ reproduksi dengan lubang genital tunggal, terletak unilateral atau selang-seling beraturan danatau tidak beraturan Gambar 15D. Pada proglotida gravid tampak ciri perkembangan uterus berupa kapsul-kapsul parensimatus yang berisi satu atau lebih dari satu 70 Gambar 15 Sestoda hasil infeksi sistiserkoid M. domestica pada ayam coba A., B., dan C. Skoleks: batil hisap dan rostelum dilengkapi dengan kait. D. dan E. Proglotida dewasa dan gravid sestoda A,B, dan C. F Skoleks: batil hisap tanpa kait dan rostelum berkait. butir telur Gambar 15E. Pengamatan pada sejumlah 21 buah proglotida dewasa dan gravid meliputi panjang serta lebarnya, posisi lubang genital, bentuk, ukuran, serta posisi kantung sirus terhadap saluran ekskretori, dan adanya perkembangan uterus gravid yang membentuk kapsul-kapsul telur. Secara umum rataan panjang dan lebar proglotida dewasa sebesar 184,1±105,7x626,4±379,4 µm. Posisi lubang genital bervariasi cenderung terletak medioposterolateral secara selang- seling tidak beraturan. Kantung sirus yang diamati bervariasi berbentuk relatif lonjong bahkan cenderung memanjang, dengan rataan panjang dan lebar sebesar 48,63±26,36x30,21±16,16 µm. Kelenjar vitelaria dan uterus tampak dominan menyerap warna berbentuk khas organ reproduksi betina Raillietina Gambar 15D. Gambaran umum proglotida gravid Gambar 15E tanpa atau dengan adanya kapsul-kapsul telur dengan variasi jumlah telur di dalamnya merupakan ciri khas Raillietina. Rataan panjang dan lebar proglotida gravid sebesar 297,9± 291,4x582±525 µm. Rataan panjang dan lebar kantung sirus menurut posisi kantung sirusnya sepertiga, setengah, dua per tiga jarak antara kantung sirus dengan saluran ekskretori berturut-turut 48,65±31,08x30,77±19,29 µm, 22,77±3,00x14,20±0,46 µm, dan 61,54±7,03x37,08±3,88 µm. Sebanyak tiga buah sediaan skoleks hasil infeksi coba pada ayam menunjukkan ciri-ciri Choanotaenia Gambar 15F. Skoleksnya berbentuk khas seperti corong dengan D E C B A F 71 rataan diameternya 398,8±160,6 µm, dengan ciri-ciri umum adanya deretan kait pada rostelum namun tidak terdapat kait pada batil hisapnya. Diameter batil hisap relatif besar dibandingkan dengan skoleksnya sehingga tampak sangat mencolok dengan rataan diameternya sebesar 171,7±84,6 µm. Pengamatan pada sembilan buah proglotida dewasa dan gravid juga menunjukkan ciri-ciri Choanotaenia. Rataan panjang dan lebar proglotida dewasa sebesar 351,0±265,5x323,3±265,5 µm, dengan ciri khas berbentuk seperti bangun trapesium. Posisi lubang genital di anterolateral proglotida secara selang-seling tidak beraturan. Tidak tampak adanya kapsul-kapsul telur pada gambaran umum proglotida gravid, telur bebas di dalam parensim dengan dinding bagian luar sangat tipis. Rataan panjang dan lebar proglotida gravid sebesar 947,6±112,6x 753,1±280,0 µm. Hasil infeksi sistiserkoid pada ayam coba menunjukkan bahwa lalat M. domestica mengandung sistiserkoid genus Raillietina sp. atau C. infundibulum, serta Raillietina sp. dan C. infundibulum pada satu individu lalat. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa M. domestica berperanan sebagai inang antara sestoda ayam petelur komersial di daerah Bogor.

4.3 Potensi Kumbang