Pertimbangan Majelis Hakim Akibat Hukum Pembatalan Hasil Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Oleh Kemenkumham Terhadap Perseroan Terbatas (Studi Putusan Mk Nomor 84/Puu-Xi/2013)

Negeri mengenai kuorum RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat 5 bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Oleh karenanya Pasal 86 ayat 9 UUPT haruslah dinyatakan “inkonstitusional” dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat karena telah dengan nyata bertentangan dengan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945, sedangkan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 dengan tegas menyatakan “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”, sehingga oleh karenanya Pasal 86 ayat 9 UUPT tidak ada kepastian hukum atas pelaksanaan RUPS tersebut. Mengingat dengan terjadinya pembatalan keputusan RUPS yang dilaksanakan oleh PT. Metro Mini oleh Kemenkumham, baik kepada pribadi pemohon terlebih kepada perseroan itu sendiri, karena sebagaimana diketahui bahwa pengangkatan pribadi pemohon sebagai Direktur Utama PT. Metro Mini dilakukan berdasarkan keputusan RUPS, Maka tentunya keputusan RUPS itu sendiri ditujukan dilakukan untuk memenuhi kepentingan perseroan, dan ketika keputusan tersebut dibatalkan pengesahannya oleh Kemenkumham, maka menimbulkan akibat hukum tersendiri kepada Perseroan tersebut.

B. Pertimbangan Majelis Hakim

Majelis hakim yang mengadili perkara judicial review yang dimohonkan oleh Pemohon atas nama Nofrialdi. .Amd EK. Bahwa Pemohon di samping bertindak sebagai pribadi juga bertindak sebagai mewakili PT. Metro Mini yang terdaftar di Mahkamah Konstitusi dengan nomor register perkara Nomor 84PUU- XI2013 mempertimbangkan sebagai berikut: 1. Politik hukum pembentukan UUPT adalah untuk menciptakan pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Guna menunjang adanya peningkatan pembangunan perekonomian nasional maka dibentuklah UUPT yang dapat menjamin iklim dunia usaha yang kondusif. Salah satu hal yang diatur dalam UUPT adalah mengenai penyelenggaraan RUPS. Dengan adanya pengaturan RUPS tersebut diharapkan penyelenggaraan RUPS dapat memenuhi kebutuhan masyarakat agar lebih memberikan kepastian hukum kepada dunia usaha. 2. Rapat Umum Pemegang Saham adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau dewan komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang danatau anggaran dasar Pasal 1 angka 4 UUPT. Oleh karena itu, RUPS adalah alat perlengkapan perseroan yang merupakan kekuasaan tertinggi dalam perseroan, sehingga hasil keputusan RUPS semestinya diakui keberadaannya. 3. Berdasarkan Pasal 7 ayat 4 UUPT menyatakan bahwa, “perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan”. Maksud pengesahan PT oleh Kemenkumham adalah untuk mengadakan pengawasan “preventif” oleh Pemerintah terhadap semua PT yang dibentuk dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Dalam istilah pengesahan ini terkandung maksud adanya usaha untuk mengadakan pemeriksaan yang seksama terhadap badan hukum tersebut. Dalam hal ini, Pemerintah bertindak aktif dengan maksud untuk mengadakan pengawasan preventif secara intensif. Pengesahan ini tidak hanya disyaratkan bagi pendiri PT baru saja, tetapi juga disyaratkan bila ada perubahan-perubahan dalam akta pendirian atau anggaran dasar atau bila ingin memperpanjang masa hidup PT. PT yang telah mendapat pengesahan dari Kemenkumham secara yuridis telah ada, sehingga PT tersebut dapat mengadakan perbuatan hukum sebagai badan hukum. Meskipun PT tersebut telah ada secara yuridis, tetapi jika belum didaftarkan maka dalam kedudukannya sebagai badan hukum belum berlaku bagi pihak ketiga, sehingga belum berfungsi penuh. 4. Undang-Undang Perseroan Terbatas menentukan adanya penetapan Ketua Pengadilan Negeri dalam hal pelaksanaan RUPS ketiga, yakni sebagaiman diatur dalam Pasal 86 ayat 5 sampai dengan ayat 7. Terkait dengan kasus yang dialami oleh Pemohon, RUPS PT Metro Mini yang kedua dilaksanakan pada tanggal 15 November 2012, namun RUPS kedua tersebut tidak mencapai kuorum. Oleh karena itu, Pemohon mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Timur untuk menetapkan kuorum RUPS ketiga. Permohonan penetapan kuorum kehadiran RUPS ketiga tersebut didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada tanggal 22 November 2012. Selanjutnya, Pengadilan Negeri Jakarta Timur menetapkan kuorum tentang RUPS ketiga PT Metro Mini Pemohon pada tanggal 11 Desember 2012 dengan Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 03Pdt.PRUPS2012 PN.Jkt.Tim. Oleh karenanya, jangka waktu RUPS kedua PT Metro Mini Pemohon dan Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 03Pdt.PRUPS2012 PN.Jkt.Tim adalah terhitung mulai tanggal 15 November 2012 sampai dengan tanggal 11 Desember 2012, yakni 27 dua puluh tujuh hari. Ketika Pemohon mendaftarkan RUPS tersebut kepada Kemenkumham, ditolak dengan alasan sudah lewat waktu sebagaimana yang ditentukan Pasal 86 ayat 9 UUPT. Menurut Mahkamah, hal demikian akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil yang dijamin oleh Pasal 28D ayat 1 UUD 1945. 5. Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut di atas, menurut Mahkamah, pemecahan permasalahan hukum pada poin 4 mutlak diperlukan karena UUPT membatasi jangka waktu pelaksanaan RUPS kedua dan RUPS ketiga dalam hal yang biasa, namun tidak menentukan dalam hal RUPS dilakukan berdasarkan penetapan pengadilan. Menurut Mahkamah, jangka waktu paling cepat 10 sepuluh hari dan paling lambat 21 dua puluh satu hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan adalah tidak mungkin dilakukan dalam hal penentuan kuorum RUPS dilakukan berdasarkan penetapan pengadilan karena proses sidang pengadilan yang pasti membutuhkan waktu. Oleh karena itu, untuk menjamin kepastian hukum yang adil, Mahkamah perlu menentukan jangka waktu yang wajar dan patut dalam hal pelaksanaan RUPS dilakukan berdasarkan penetapan pengadilan sebagaimana dinyatakan dalam amar putusan ini. 6. Terkait dengan permasalahan hukum Pemohon yang telah diuraikan dalam paragraf poin 4 di atas, menurut Mahkamah, Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 03Pdt.PRUPS2012 PN.Jkt.Tim, tertanggal 11 Desember 2012, untuk menetapkan kuorum RUPS ketiga telah melewati jangka waktu 21 dua puluh satu hari, sehingga tidak mungkin bagi Pemohon untuk mendaftarkan hasil RUPS tersebut ke Kemenkumham karena jangka waktu yang ditentukan oleh Pasal 86 ayat 9 UUPT telah terlampaui. Untuk mengatasi permasalahan hukum a quo, menurut Mahkamah, demi kepastian hukum yang adil maka hasil RUPS ketiga yang dilakukan berdasarkan penetapan pengadilan negeri sebelum putusan Mahkamah ini dapat didaftarkan ke Kementerian Hukum dan HAM paling lambat 21 dua puluh satu hari sejak putusan Mahkamah ini diucapkan. Terkait dengan pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi pada poin 3, hal ini sesuai dengan asas yang dianut dalam UUPT yang dijelaskan dalam bab sebelumnya yaitu asas publisitas. Dalam pelaksanaan RUPS yang dilaksanakan oleh PT. Metro Mini. Pelaksanaan RUPS tersebut dianggap tidak memenuhi ketentuan undang-undang sehingga Kemenkumham menolak pengesahan dari pada keputusan RUPS tersebut. Dengan adanya penolakan tersebut. Maka asas publisitas tersebut menjadi tidak terpenuhi dan keputusan RUPS tersebut tidak berlaku kepada pihak ketiga. Terkait dengan pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi pada poin 4, hal ini merupakan pokok permasalahan yang menjadi alasan diajukannya permohonan Judicial Rewiew terhadap Pasal 86 ayat 9 UUPT. Keberadaan Pasal 86 ayat 9 UUPT menimbulkan ketidakpastian hukum, hal ini dikarenakan penerapan pasal tersebut dalam kasus yang dialami PT. Metro Mini bertentangan dengan Pasal 86 ayat 5 sampai dengan ayat 7 yang mengatur pelaksanaan RUPS dengan penetapan Pengadilan Negeri. Hal ini dikarenakan bahwa jangka waktu yang ditentukan dalam pasal 86 ayat 9 itu sendiri tidak terpenuhi dikarenakan proses peradilan yang ditentukan dalam Pasal 86 ayat 5 sampai dengan ayat 7 justru melebihi ketentuan jangka waktu pelaksanaan RUPS kedua dan ketiga sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 86 ayat 9. Pertentangan pengaturan tersebut mengakibatkan adanya ketidakpastian hukum yang adil yang dijamin oleh Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 dalam pelaksanaan RUPS, sebagaimana dirasakan oleh Pemohon. Adapun isi Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 yaitu setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Terkait dengan pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi pada poin 5 dan 6. Majelis Hakim berpendapat bahwa terkait dengan persoalan pertentangan pengaturan tersebut yang menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaan RUPS sebagaimana diatur dalam Pasal 86 UUPT. Dengan melihat alasan-alasan dan fakta-fakta yang diajukan pemohon Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berkesimpulan bahwan : 1. Mahkamah berwenang untuk mengadili permohonan a quo; 2. Pemohon memiliki kedudukan hukum legal standing untuk mengajukan permohonan a quo; 3. Pokok permohonan Pemohon beralasan menurut hukum; Dengan kesimpulan tersebut, untuk menyelesaikan persoalan sebagaimana dijelaskan tersebut maka dalam perkara pengajuan Judicial Review tersebut Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan putusan yang amarnya sebagai berikut : 1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya; a. Pasal 86 ayat 9 UUPT Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756 yang menyatakan, “RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10 sepuluh hari dan paling lambat 21 dua puluh satu hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan” bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10 sepuluh hari dan paling lambat 21 dua puluh satu hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan atau dalam hal RUPS dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan jangka waktu tersebut adalah paling lambat 21 dua puluh satu hari setelah diperolehnya penetapan Pengadilan Negeri”; b. Pasal 86 ayat 9 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756 yang menyatakan, “RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10 sepuluh hari dan paling lambat 21 dua puluh satu hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan” tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10 sepuluh hari dan paling lambat 21 dua puluh satu hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan atau dalam hal RUPS dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan jangka waktu tersebut adalah paling lambat 21 dua puluh satu hari setelah diperolehnya penetapan Pengadilan Negeri”; c. Terhadap hasil RUPS yang dilakukan berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri dan telah melewati jangka waktu yang ditentukan Pasal 86 ayat 9 UUPT Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756 sebelum adanya putusan Mahkamah ini dapat didaftarkan ke Kemenkumham paling lambat 21 dua puluh satu hari setelah putusan Mahkamah ini; 2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim yang dihadiri oleh delapan Hakim Konstitusi, yaitu Hamdan Zoelva selaku Ketua merangkap Anggota, Arief Hidayat, Harjono, Patrialis Akbar, Ahmad Fadlil Sumadi, Muhammad Alim, Maria Farida Indrati, dan Anwar Usman, masing-masing sebagai Anggota, pada hari Senin, tanggal tiga, bulan Februari, tahun dua ribu empat belas, dan diucapkan dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Kamis, tanggal sembilan, bulan Oktober, tahun dua ribu empat belas, selesai diucapkan pukul 16.44 WIB, oleh tujuh Hakim Konstitusi, yaitu Hamdan Zoelva, selaku Ketua merangkap Anggota, Arief Hidayat, Patrialis Akbar, Maria Farida Indrati, Aswanto, Muhammad Alim, dan Wahiduddin Adams, masing-masing sebagai Anggota, dengan didampingi oleh Dewi Nurul Savitri sebagai Panitera Pengganti, dihadiri oleh Pemohon, Presiden atau yang mewakili, dan Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakili. Sebagaimana diketahui Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat. Maka Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan suatu permohonan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, baik mengabulkan sebagian maupun seluruhnya, dengan sendirinya telah mengubah ketentuan suatu undang-undang dengan menyatakannya bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Oleh karena itu putusan yang mengabulkan tersebut harus dimasukkan ke dalam Berita Negara dalam waktu 30 hari sejak dibacakan agar diketahui oleh masyarakat umum. Putusan Mahkamah Konstitusi mulai berlaku sejak saat setelah dibacakan dalam sidang pleno pembacaan putusan yang terbuka untuk umum. Bagi putusan yang mengabulkan permohonan, hal ini berarti sejak setelah pembacaan putusan tersebut, ketentuan undang-undang yang dibatalkan tidak berlaku lagi sehingga setiap penyelenggara Negara dan warga Negara tidak dapat lagi menjadikan sebagai dasar hukum kebijakan atau tindakan. 118

C. Akibat hukum pembatalan Hasil Keputusan Rapat Umum Pemegang