114
Gambar 45. Nilai indek EB Environmental Burden asiditas submodel lingkungan
2. Simulasi Perbandingan Beban Lingkungan atau Indeks EB Global Warming Gambar 46 menunjukkan perbandingan indeks beban lingkungan global
warming antara solar dan biodisel setiap penggunaan 100.000 ton per tahunnya.
Gambar 46. Nilai indek EB Environmental Burden global warming submodel lingkungan
3. Simulasi Perbandingan Beban Lingkungan atau Indeks EB Smog Fotokimia Gambar 46 menunjukkan perbandingan indeks beban lingkungan Smog
Fotokimia antara solar dan biodisel setiap penggunaan 100.000 ton per tahunnya.
115
Gambar 47. Nilai indek EB Environmental Burden smog fotokimia submodel lingkungan
4.2.2. Validasi Model Sistem
Validasi pada masing-masing submodel dilakukan dengan menetapkan beberapa skenario yang nilainya baik langsung diperoleh dari berbagai sumber
maupun melalui pengolahan data terlebih dulu. Skenario yang digunakan dalam sistem penunjang keputusan investasi industri BDS dapat dilihat pada lampiran 3.
Hasil validasi pada tiap submodel seperti berikut.
4.2.2.1. Submodel Sumberdaya
Proyeksi luas lahan perkebunan dan produksi CPO
Submodel ketersediaan CPO digunakan untuk melihat seberapa besar ketersediaan CPO di dalam negeri yang dapat digunakan sebagai bahan baku
biodisel. Penggunaan CPO untuk bahan baku biodisel diskenariokan diperoleh dari sisa CPO yang tidak digunakan untuk ekspor, bahan baku industri minyak
goreng dan bahan baku industri oleokimia. Skenario yang digunakan adalah CPO ekspor sebesar 60 dari total produksi CPO nasional, sedangkan sisanya 40
adalah CPO yang digunakan di dalam negeri terutama pada industri minyak goreng dan industri oleokimia.
CPO nasional dipenuhi dari tiga jenis perkebunan yaitu perkebunan rakyat, perkebunan besar negara, dan perkebunan besar swasta. Proyeksi produksi CPO
dari ketiga perkebunan tersebut dilakukan dengan melakukan terlebih dahulu proyeksi terhadap luas lahan dari ketiga jenis pengusahaan perkebunan tersebut.
116 Produktivitas masing-masing jenis pengusahaan kebun dikalikan dengan rataan
produktivitas yang diperoleh selama 2 tahun terakhir. Pemilihan model proyeksi luas lahan perkebunan kelapa sawit untuk
masing-masing jenis pengusahaan perkebunan dilakukan dengan menggunakan permodelan dinamis atau disebut model logistik. Permodelan logistik dilakukan
dengan pendugaan parameter model dinamis. Tahapan permodelan yaitu: 1 memformulasikan model sesuai dengan fenomena sebenarnya; 2 menetapkan
asumsi; 3 memformulasikan masalah matematis; 4 pemecahan masalah matematis; 5 merumuskan solusi; 6 melakukan validasi model dan; 7
Penggunaan model untuk proyeksi. Berdasarkan data Statistik Perkebunan 2004, luas lahan perkebunan selama 15 tahun terakhir data tahun 1989–2004 untuk
Perkebunan Rakyat PR, Perkebunan Besar Swasta PBS dan Perkebunan Besar Negara PBN maka diketahui besarnya laju pertambahan luas lahan setiap
tahunnya. Berdasarkan peta kesesuaian lahan perkebunan dapat diperhitungkan potensi luas lahan yang dapat dijadikan perkebunan kelapa sawit. Perkiraan luas
lahan sampai dengan 10 – 15 tahun yang akan datang adalah 8 juta ha dengan komposisi 36,76 lahan untuk perkebunan rakyat, 51,86 lahan untuk
perkebunan besar swasta, dan 11,38 lahan untuk perkebunan besar negara. Komposisi diasumsikan sama dengan komposisi yang terjadi pada tahun 2004
atau kondisi sekarang. Asumsi model yang dikembangkan kurva proyeksi luas lahan akan meningkat hingga satu saat mencapai kejenuhan karena lahan yang
tersedia semakin berkurang sampai tidak teredia lagi. Berdasarkan perhitungan menggunakan model dinamis atau logistik,
proyeksi luas lahan pada masing-masing jenis pengusahaan mempunyai persamaan seperti yang tertera dibawah ini.
1. Persamaan proyeksi luas perkebunan kelapa sawit rakyat Yt =
5.96688 x 10
11
e
0.199749t
.............. 125 3.04 x 10
6
+ 196279 -1 + e
0.199749t