Bangunan m Lingkungan m

144 Tabel 12. Volume produksi dan nilai penjualan pabrik pengolahan biodisel Tahun Produksi Ton Penjualan Dolar AS Biodisel Gliserin Biodisel Gliserin Total 2005 90.000 7.919 63.000.000 4.656.113 67.656.113 2006 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.288 2007 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.288 2008 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.288 2010 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.288 2011 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.288 2012 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.288 2013 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.288 2014 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.288 2015 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.288 2016 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.288 2017 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.288 2018 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.288 2019 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.288 Sumber : Hasil Analisis, 2004. 10,000,000 20,000,000 30,000,000 40,000,000 50,000,000 60,000,000 70,000,000 80,000,000 20 05 20 06 200 7 20 08 200 9 20 10 20 11 201 2 20 13 20 14 201 5 20 16 20 17 20 18 20 19 Tahun N ila i D o la r A S Penjualan Biaya Usaha Laba Setelah Pajak Gambar 62. Proyeksi penjualan, biaya usaha dan laba setelah pajak pabrik biodisel dengan kapasitas 100.000 ton per tahun. 145 Tabel 13. Proyeksi laba setelah pajak pabrik pengolahan biodisel dalam Dolar AS No. Uraian Jumlah I HASIL PENJUALAN : 75.208.809,69 1. Penjualan Biodisel 69.533.333,33 2. Penjualan Gliserin 5.675.476,35 II BIAYA USAHA : 62.510.915,08 1. Biaya Produksi Biodisel 49.964.859,69 2. Biaya Pemasaran 7.520.880,97 3. Biaya Bunga Bank 527.095,49 4. Biaya Asuransi 460.707,37 5. Biaya Pemeliharaan 460.707,37 6. Biaya Penyusutan 3.434.644,18 7. Biaya Gaji 142.020,00 III LABA SEBELUM PAJAK 12.697.894,61 IV PPH PASAL 25 4.441.068,67 V LABA SETELAH PAJAK 8.256.825,94 Sumber : Hasil Analisis, 2004 . Dari hasil perhitungan proyeksi rugi laba tersebut tampak bahwa pabrik biodisel dalam keadaan memperoleh laba jika diasumsikan harga biodisel mencapai 700 Dolar ASton atau sekitar Rp 5.603liter. Harga jual biodisel yang digunakan tersebut merupakan harga biodisel internasional yang berlaku saat ini. Dengan demikian, masalah yang sebenarnya adalah bagaimana membuat harga jual biodisel ini mampu bersaing dengan harga solar yang berlaku saat ini. Oleh karena itu dibutuhkan suatu kebijakan penggunaan energi alternatif khususnya biodisel ini dengan cara memberikan subsidi pada harga biodisel atau dengan cara memberlakukan regulasi khusus untuk menggunakan biodisel sebagai campuran bahan bakar solar pada transportasi publik. Sub-Submodel Aliran Kas Proyeksi anggaran kas dimaksudkan untuk mengetahui kebutuhan dana segar dari pihak penyandang dana dalam proses pembangunan dan mengkaji kemampuan proyek dalam menghasilkan dana. Proyeksi aliran kas pabrik biodisel dapat dilihat pada Gambar 53. Sementara itu, perhitungan proyeksi anggaran kas selama 15 tahun sampai dengan 2019 selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 146 CD 2. Dari analisis proyeksi aliran kas tampak bahwa proyek selalu dalam keadaan saldo positif. 2 0 ,0 0 0 ,0 0 0 4 0 ,0 0 0 ,0 0 0 6 0 ,0 0 0 ,0 0 0 8 0 ,0 0 0 ,0 0 0 1 0 0 ,0 0 0 ,0 0 0 1 2 0 ,0 0 0 ,0 0 0 1 4 0 ,0 0 0 ,0 0 0 1 6 0 ,0 0 0 ,0 0 0 2 0 0 5 2 0 0 6 2 0 0 7 2 0 0 8 2 0 0 9 2 0 1 0 2 0 1 1 2 0 1 2 2 0 1 3 2 0 1 4 2 0 1 5 2 0 1 6 2 0 1 7 2 0 1 8 T a h u n N il a i D o la r A S P e n e rim a a n D a n a P e n g e lu a ra n d a n a S a ld o K a s A w a l S a ld o K a s A k h ir Gambar 63. Proyeksi aliran kas pabrik biodisel dengan kapasitas 100.000 ton per tahun. Sub-Sub model Neraca Neraca menunjukkan posisi aktiva dan passiva suatu perusahaan dalam suatu kurun waktu umumnya dalam tahun tertentu. Dalam model ini digunakan beberapa asumsi salah satunya adalah penjualan dilakukan secara tunai dalam tahun yang bersangkutan sehingga posisi dari aktiva hanya menunjukkan harta lancar yang berupa kas dan aktiva tetap. Aktiva tetap menunjukkan nilai buku suatu aktiva tetap yaitu nilai perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutannya. Proyeksi neraca untuk proyek pabrik pengolahan biodisel dapat dilihat pada Lampiran CD 2. Sub-Submodel Kelayakan Investasi Periode waktu analisis kelayakan investasi adalah 15 tahun yaitu dari tahun 2005 sampai tahun 2019. Analisis kelayakan investasi dilakukan untuk mengkaji sampai sejauh mana rencana investasi dan eksploitasi dari pembangunan pabrik pengolahan biodisel dengan kapasitas 100.000 ton per tahun dengan bahan baku utama CPO mampu memberikan dampak finansial yang positif bagi pengelola proyek dan masyarakat sekitarnya. Kelayakan investasi juga dilakukan analisis sensitivitas yang meliputi peningkatan biaya produksi khususnya harga CPO dan penurunan harga jual biodisel. Beberapa parameter penilaian proyek 147 yang dihitung dalam analisis keuangan terdiri dari proyeksi laba rugi, proyeksi arus kas, proyeksi arus kas bersih, Internal Rate of Return IRR, Net Present Value NPV dan Pay Back Period. Proyeksi arus kas bersih ditujukan untuk menghitung IRR Internal Rate of Return , NPV Net Present Value dana untuk mengetahui Pay Back Period dalam jangka waktu umur proyek yaitu 15 tahun. Perhitungan arus kas bersih dilakukan dengan ketentuan bahwa 40 dana investasi diperoleh dari lembaga perbankan dengan tingkat bunga 12. Tujuan analisis ini adalah untuk menilai sejauh mana seluruh asset memberikan pengembalian yang layak dan sejauh mana dana investasi dari bank cukup layak untuk digunakan dalam proyek tersebut. Hasil perhitungan analisis kelayakan untuk proyek pabrik pengolahan biodisel tercantum pada Lampiran CD 2. Ringkasan hasil perhitungan nilai IRR, NPV, Pay Back Period dan PI tercantum pada Tabel 14 berikut ini. Tabel 14. Hasil perhitungan IRR, NPV, Pay Back Period dan Saldo kas bersih pabrik biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun No. Uraian Nilai 1 IRR 25,95 2 NPV, pada tingkat bunga 12 Dolar AS 26.010.650,99 3 Pay Back Period Tahun 6-7 4 Saldo Kas Akhir Kumulatif Tahun 2019 Dolar AS 104.455.007,90 Sumber : Hasil Analisis, 2004. Dari Tabel 14 tersebut tampak proyek pembangunan pabrik pengolahan biodisel layak dikembangkan jika diasumsikan harga biodisel mencapai 700 Dolar ASton atau sekitar Rp 5.603liter. Namun demikian, agar harga biodisel ini dapat bersaing dengan harga BBM solar maka perlu campur tangan pemerintah yang lebih serius untuk membantu kalangan investor yang akan mendirikan industri biodisel dengan melakukan serangkaian kebijakan. Analisis sensitivitas pabrik biodisel pada berbagai harga CPO dilakukan karena biaya bahan baku CPO merupakan komponen biaya terbesar dalam industri biodisel. Analisis selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 15. Dari tabel tersebut terlihat bahwa peningkatan sampai pada harga 400 Dolar ASton masih 148 membuat industri biodisel tetap layak, namun harga CPO di atas 400 Dolar ASton sekitar Rp. 3.600kg membuat industri biodisel menjadi tidak layak. Analisis sensitivitas pabrik biodisel pada berbagai harga jual biodisel dilakukan karena harga biodisel mengalami fluktuasi di samping harga itu sendiri belum terbentuk di dalam negeri. Analisis selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 16. Dari tabel tersebut terlihat bahwa penurunan sampai pada harga 425 Dolar ASton masih membuat industri biodisel tetap layak, namun harga biodisel di bawah 425 Dolar ASton sekitar Rp 3.300 per liter membuat industri biodisel menjadi tidak layak. Tabel 15. Analisis sensitivitas pabrik biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun pada berbagai harga CPO No. Harga CPO IRR NPV Dolar AS Harga BDS Dolar ASton Harga BDS Rpliter 1 250 Dolar ASton 74,50 82.195.892,31 586,70 4.541,05 2 300 Dolar ASton 47,48 56.657.146,26 649,07 5.023,83 3 350 Dolar ASton 29,03 31.118.400,20 711,45 5.506,61 4 400 Dolar ASton 14,83 5.579.654,15 773,82 5.989,39 5 425 Dolar ASton 8,41 -7.189.718,87 805,01 6.230,78 Sumber : Hasil Analisis, 2004. Tabel 16. Analisis sensitivitas pabrik biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun pada berbagai harga jual biodisel No. Analisis Sensitivitas IRR NPV Dolar AS 1 Kondisi Awal : 700 Dolar ASton 25,95 26.010.650,99 2 Harga Biodisel 650 Dolar ASton 15,37 6.350.033,08 3 Harga Biodisel 600 Dolar ASton 4,69 -13.310.584,84 Sumber : Hasil Analisis, 2004. Multiplier Effect Analisis manfaat adanya industri biodisel dari kelapa sawit dihitung berdasarkan skenario pertambahan luas perkebunan kelapa sawit sebelum dan sesudah industri BDS muncul. Pada saat model ini dikembangkan tahun 2003, luas total perkebunan kelapa sawit adalah 4,9 juta hektar. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku biodisel maka luas perkebunan kelapa sawit ditingkatkan 149 menjadi 8 juta hektar yang akan tercapai pada tahun 2009 mendatang. Dengan demikian terjadi pertambahan luas perkebunan kelapa sawit sebesar 3,1 juta hektar. Pertambahan luas perkebunan kelapa sawit akan menyerap tenaga kerja di sektor perkebunan. Dengan asumsi bahwa setiap satu hektar kebun kelapa sawit menyerap 2 orang, maka akan tercipta lapangan pekerjaan bagi sekitar 6,2 juta petani. Peningkatan luas kebun kelapa sawit akan mendorong tumbuhnya berbagai usaha ikutan lainnya seperti sarana produksi pertanian, jasa angkutan, pupuk organik dari TBSTandan Buah Segar dan pupuk anorganik, alat dan mesin pertanian dan mesin-mesin pengolahan. Jumlah tenaga kerja yang terserap tersebut belum termasuk tenaga kerja yang terlibat dalam pabrik kelapa sawit yang mengolah TBS menjadi CPO dan PKO serta industri biodisel itu sendiri.

4.2.2.5. Submodel Lingkungan

Penggunaan biodisel dapat mengurangi efek pemanasan global dan pencemaran udara. Hal ini disebabkan karena biodisel dibuat dari minyak lemak nabati atau hewani, maka emisi gas buang CO 2 yang dilepaskan dari mesin yang berbahan bakar biodisel tidak diklasifikasikan sebagai emisi CO 2 yang menyebabkan pemanasan global. Selain itu, biodisel juga mengandung atom– atom oksigen yang terikat dalam senyawa dari ester asam lemak penyusunnya sehingga pembakarannya didalam mesin menjadi sempurna dan membutuhkan nisbah udara dibandingkan bahan bakar lebih kecil. Dengan demikian emisi senyawa karbon non CO2CO2 minimal maka mesin penggunanya menjadi lebih efisien. Biodisel mempunyai kadar belerang yang amat rendah. Menurut penelitian kadar belerang biodisel adalah berkisar 0-24 ppm dan umumnya lebih kecil dari 15 ppm. Sedangkan solar mempunyai kadar belerang berkisar 1500-4100 ppm. Hal ini menyebabkan emisi SO2 dan partikulat SPM Solid Particulate Matter’s pada mesin yang menggunakan biodisel relatif nihil. Berdasarkan analisa beban lingkungan yang dilakukan terhadap emisi sisa pembakaran bahan bakar kendaraan yang menggunakan bahan bakar solar dan biodisel diperoleh hasil penggunakan biodisel memberikan dampak atau beban lingkungan Environmental Burden atau EB yang lebih kecil dibandingkan 150 dengan penggunaan bahan bakar solar. Perhitungan indeks EB dilakukan terhadap penghitungan 3 parameter yaitu indeks hujan asam atau asiditas, indeks fotokimia dan indeks pemanasan global. Indeks hujan asam, fotokimia dan pemanasan global diperoleh berdasarkan perhitungan jumlah emisi yang dihasilkan dikonversikan dengan indeks EB. Standar EB yang digunakan adalah berdasarkan standar yang ditetapkan oleh ICI mengenai “Safety, Health and Environmental Performance” pada tahun 1996. Data emisi sisa pembakaran kendaraan yang menggunakan disel dan campuran solar dan biodisel PPKS, 2000 dengan berbagai tingkat perbandingan tertera pada Tabel 17 dan Tabel 18. Tabel 17. Data emisi sisa pembakaran kendaraan yang menggunakan disel dan campuran disel dan biodisel. No Tolak Ukur Satuan Disel Beberapa Komposisi Biodisel Minyak Bumi Ester Murni Disel-Ester Disel-Ester Disel-Ester 75 :25 70 : 30 65 : 35 1 Efisiensi Thermal 1 - - 1,125 - 2 Efisiensi Volumetrik 1 - - 1.0184 - 3 Emisi Hidrokarbon beban maksimum ppm 18 14 - 16 - 4 Emisi Karbon monooksida beban maksimum ppm 1650 710 - 1390 - 5 Emisi Karbon Dioksida Volume 11.4 11 - 11 - 6 Emisi Nox ppm 10,931.25 - - 9,208.75 - 7 Partikulat gramkm 0.497 - - 0.178 - 8 Dugaan emisi SOx maksimum berat 0.14 0.03 - 0.1 - 9 Nilai Kalor kjkg 40,297.32 37,114.13 - - - 151 Tabel 18. Analisa beban lingkungan dari emisi sisa pembakaran bahan bakar kendaraan Jika seluruh hasil BDS digunakan sebagai bahan bakar maka perbandingan emisi gas buang sesuai standar yang ditetapkan UNEP dan ICI diolah adalah: emisi sisa bahan bakar yang menggunakan disel adalah, indeks EB asiditas No Tolak Ukur Satuan Estimasi Dugaan Nilai Beban Lingkungan EB Value Substansi Tunggal EB Value Asiditas EB Value Eb Value EB Value Panas Global Penipisan 03 Fotokimia BAHAN BAKAR DISEL 1 Dugaan Total Gas Buang Ton 96,083 2 Emisi Hidrokarbon beban maksimum Ton 435,8 3 230.99 3 Emisi Karbon monooksida beban maksimum Ton 4,439. 03 13,317.13 133.17 4 Emisi Karbon Dioksida Ton 48,88 9.48 48,899.48 5 Emisi Nox Ton 31,50 9.28 693.20 1,260,371.12 945.28 6 Partikulat Ton 4,775. 65 7 Dugaan emisi SOx maksimum Ton 13,45 1.65 417,00 672.58 Indeks EB 1,110.21 1,322,587.72 1,751.03 BAHAN BAKAR BIODISEL 30 : 70 1 Dugaan Total Gas Buang Ton 97,32 1 2 Emisi Hidrokarbon beban maksimum Ton 392.4 207.97 3 Emisi Karbon monooksida beban maksimum Ton 3,787. 72 11,363.17 113.63 4 Emisi Karbon Dioksida Ton 49,79 1 47,791.43 5 Emisi Nox Ton 26,88 6.07 591.49 1,075,442.75 806.58 6 Partikulat Ton 1,732. 31 7 Dugaan emisi SOx maksimum Ton 9,732. 07 301.69 486.60 893.19 1,134,597.35 1,406.82 152 417.00, indeks EB pemanasan global 1,322,567.72, dan indeks EB fotokimia 1,751.03. Indeks EB pada emisi kendaraan yang menggunakan biodisel adalah indeks EB asiditas 301.69, indeks EB pemanasan global 1,134,597.35 dan indeks EB fotokimia 1,406.82. Perbandingan indeks EB emisi gas sisa pembakaran secara histogram tertera pada gambar 50 Gambar 64. Perbandingan Indeks EB Environmental Burden Emisi Sisa Gas Pembakaran Biodisel dan Disel Minyak Bumi Dari gambar diatas terlihat dampak indeks hujan asam atau asiditas, indeks pemanasan global dan indeks fotokimia pada biodisel mempunyai beban atau dampak lingkungan lebih kecil dibandingkan disel minyak bumi.

V. ANALISIS KEBIJAKAN

Implikasi kebijakan merupakan pernyataan dari pemerintah yang diperlukan dalam mewujudkan suatu keadaan atau kondisi yang memungkinkan diterapkannya strategi dan program pengembangan investasi pada industri biodisel kelapa sawit dengan baik. Implikasi kebijakan yang diperlukan untuk mendukung pengembangan investasi biodisel sebagai berikut:

5.1. Sumber Daya

Untuk menjamin ketersediaan sumberdaya bahan baku bagi industri biodisel kelapa sawit diperlukan pengalokasian sejumlah 1,5-2 juta hektar lahan sawit untuk menghasilkan 5 juta ton biodisel yang digunakan sebagai pengganti 5–10 persen BBM solar di dalam negeri dalam jangka panjang. Berdasarkan analisa yang dilakukan pada sub model sumberdaya, ketersediaan bahan baku CPO untuk mensubtitusi 5–10 produk BBM solar adalah cukup, yaitu membutuhkan 500.000–1000.000 ha lahan atau 1,5-3 juta ton CPO. Sedangkan produksi total CPO dalam negeri pada 15 tahun kedepan mencapai hampir 22 juta ton. Untuk mendukung berkembangnya industri biodisel nasional maka pemerintah perlu memfasilitasi kesinambungan penyediaan bahan baku biodisel baik berupa penambahan lahan ataupun mengolah sebagian dari CPO dalam negeri menjadi menjadi biodisel. Namun, apabila subsitusi dari produk BBM solar lebih kecil dari 3 maka lahan yang tersedia saat ini diperkirakan cukup untuk menyediakan bahan baku biodisel.

5.2. Teknis Produksi

Ditinjau dari aspek ketersediaan teknologi pengolahan biodisel tidak mempunyai kendala atau dapat didesain sesuai dengan keinginan penggunanya. Kegunaan biodisel juga dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti BBM solar atau disel serta sebagai bahan bakar mesin pemanas atau heating Oil seperti genset. Berdasarkan validasi sub model teknis produksi dari scalling up proses pengolahan biodisel yang dilakukan oleh ITB dengan kapasitas 400 tontahun,