154 maka dapat dihitung perkiraan kebutuhan neraca bahan dan neraca enerji pada
proses pengolahan biodisel dengan kapasitas 100.000 tontahun. Dari hasil scaling up
tersebut disarankan beberapa kebijakan dibidang teknis produksi sebagai berikut :
1. Penggunaan biodisel untuk bahan bakar kendaraan yang digunakan pada alat transportasi sebaiknya diproduksi dalam skala besar yaitu 30 – 100
ribu ton kapasitas per tahunnya agar dapat memenuhi volume pertumbuhan konsumsi bahan bakar solar yang besar yang tidak
terimbangi oleh peningkatan kapasitas produksinya saat ini. 2. Acuan sementara spesifikasi produk biodisel memenuhi standar yang
telah ditetapkan oleh Forum Biodisel Indonesia dan perusahaan otomotif yang akan menggunakan biodisel.
3. Disain alat pengolahan dirancang agar dapat digunakan oleh berbagai jenis bahan bakar multifeedstock.
4. Lokasi pabrik sebaiknya dekat dengan sumber bahan baku karena sifat minyak sawit yang mudah rusak.
5. Pemerintah perlu menyediakan anggaran untuk mengembangkan teknologi pengolahan yang efisien dan murah sehingga dapat bersaing
dengan teknologi yang dihasilkan oleh negara-negara maju.
5.3. Pasar
Berdasarkan validasi sub model Pasar, laju produksi BBM solar lebih rendah dari pada laju konsumsinya. Demikian juga laju ekspor minyak mentah
fosil lebih rendah daripada laju impor, sehingga untuk menjamin penyediaan bahan bakar minyak perlu dipertimbangkan sumber enerji cair lainnya terutama
yang dapat terbarukan. Berdasarkan kondisi tersebut maka pemerintah perlu menerapkan program
diversifikasi enerji terutama enerji cair dan dapat terbarukan renewable energy
diantara lain adalah biodisel kelapa sawit. Program diversivikasi enerji harus
dimasukan dalam UU enerji. Pelaksanaannya dapat dilakukan secara bertahap misalnya jangka menengah 5 tahun, biodisel diproyeksikan untuk mensubstitusi 2-
5 dari BBM solar sedang dalam jangka 10 tahun diproyeksikan mensubsitusi
155 lebih dari 5-10 BBM solar. Dalam rangka menjamin pasar biodisel di dalam
negeri diperlukan pengakuan pemerintah akan biodisel sebagai sumber enerji terbarukan. Kebijakan pasar biodisel di dalam dan luar negeri yang diusulkan
secara garis besar adalah sebagai berikut : 1. Fasilitasi pangsa pasar create market dalam negeri misalnya dengan
mendiversivikasikan penggunaan bahan bakar solar untuk transpotasi dengan penggunaan biodisel dan solar.
2. Pasar luar negeri dapat diciptakan atau dikaitkan dengan Protocol Kyoto yaitu dengan skim Carbon Trade. Mengingat enerji yang dihasilkan
oleh biodisel adalah ramah lingkungan, maka terbuka peluang pasar ekspor biodisel terutama ke negara industri yang berkewajiban
mengurangi emisinya seperti Jepang dan Jerman. 3. Subsidi harga dalam bentuk keringanan pajak atau Tax Holiday bagi
pengguna biodisel.
5.4. Finansial
Berdasarkan validasi sub model analisi finansial, biaya investasi pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 100.000 tontahun mencapai 17.819 juta USD.
Komponen biaya bahan baku merupakan biaya terbesar atau 79,23 dari biaya produksi biodisel. Dari simulasi hasil perhitungan, harga jual ditingkat konsumen
mencapai Rp 5603liter dengan asumsi marjin keuntungan 15, sedangkan biaya
BBM solar dalam negeri Rp 2400liter untuk angkutan umum dan Rp 5400liter
untuk industri. Sejalan dengan kenaikan harga minyak mentah dunia yang mencapai lebih dari 60 USDbarel maka terjadi peningkatan subsidi BBM yang
cukup besar yang harus ditanggung oleh pemerintah disebabkan 30 persen dari total kebutuhan minyak mentah dan BBM masih harus diimpor.
Untuk mendukung terjadinya investasi biodisel dengan skala komersial di dalam negeri, pemerintah perlu mengeluarkan serangkaian kebijakan dibidang
investasi pada setiap tahap mulai dari perkebunan, industri, dan distribusi. Insentif pajak yang menarik bagi investor, kemudahan perijinan dan suku bunga
investasi yang kecil. Semua kebijakan yang diperlukan tersebut bertujuan untuk meningkatkan keuntungan investasi sehingga lebih menarik bagi investor. Untuk
156 mendukung berkembangnya investasi biodisel nasional perlu diberikan
kemudahan perijinan pendirian pabrik, keringanan bea masuk barang modal, insentif pajak dan suku bunga investasi yang rendah.
5.5. Lingkungan