Pengembangan Model Dengan Skenario Perubahan Komposisi Unit Pelayanan

76 tetap secara efisien dan efektif, maka pabrik dapat meningkatkan kedatangan bahan pada stasiun Packing sebesar 6x dari data historis selama penelitian dilakukan. Tingkat kedatangan sebesar 6x dari data historis selama penelitian dilakukan direkomendasikan oleh karena pada tingkat kedatangan tersebut tingkat utilitas operator relatif tinggi dengan waktu antrian yang dapat ditoleransi. Pengembangan model antrian ini dapat didukung juga dengan pengembangan sistem penjadwalan. Pengembangan sistem penjadwalan tersebut dapat mewujudkan tingkat kedatangan yang diinginkan beserta pengaturan komposisi operator dan shift kerja secara dinamis, sehingga dapat memperoleh kinerja yang lebih baik pada stasiun kerja Packing. Hasil simulasi pengembangan model C ini dapat dilihat pada Lampiran 13. Gambar 20. Penulisan model simulasi C alternatif skenario perubahan tingkat kedatangan bahan pada program QSS 1.0 dalam bentuk matriks

2. Pengembangan Model Dengan Skenario Perubahan Komposisi Unit Pelayanan

Jika volume produksi atau tingkat kedatangan bahan baku ikan yang diproses sesuai dengan keadaan selama penelitian ini dilaksanakan, maka 77 pengembangan model dengan skenario perubahan komposisi unit pelayanan dapat dilakukan. Penempatan jumlah operator dalam setiap stasiun kerja didasarkan pada tingkat utilitas operator dan rata-rata waktu antrian pada stasiun tersebut. Orientasi perubahan komposisi operator pada tiap stasiun kerja mengacu pada tingkat utilitas operator yang maksimal dengan waktu tunggu yang minimal. Stasiun kerja yang memiliki waktu tunggu yang besar dan tingkat utilitas operator yang tinggi akan ditambahkan jumlah operatornya sehingga waktu tunggunya menjadi berkurang, sedangkan stasiun kerja dengan waktu tunggu yang kecil dan tingkat utilitas operator yang rendah akan dikurangi jumlah operatornya. Proses perubahan komposisi jumlah operator ini diuji coba trial and error dan disimulasikan hingga mendapatkan kinerja yang lebih baik dari model sebelumnya. Dalam melakukan pengembangan model antrian ini digunakan beberapa asumsi yakni : 1. Sistem antrian bersifat steady state 2. Model antrian dikembangkan untuk satu lini produk yakni fillet ikan beku, dengan tahapan pengerjaan yang tetap 3. Kondisi kedatangan sama seperti data historis selama penelitian 4. Kecepatan pelayanan operator tetap seperti data historis selama penelitian 5. Kondisi tata letak beserta kapasitas dan disiplin antrian menyesuaikan dengan kondisi historis Setelah dilakukan beberapa kali uji coba kombinasi jumlah operator pada setiap model, komposisi operator dengan hasil terbaik untuk SAPFIB ditunjukan pada Tabel 13. 78 Tabel 13. Perubahan komposisi operator pada setiap stasiun kerja pada pengembangan model antrian SAPFIB No. Stasiun Jumlah Unit Pelayanan Model Nyata Jumlah Unit Pelayanan Model Aternatif 1 Stasiun Penerimaan 5 Orang 4 Orang 2 Stasiun Arahan Produksi 3 Orang 1 Orang

3 Stasiun Penyisikan

7 Orang 2 Orang 4 Stasiun Filleting 5 Orang 3 Orang 5 Stasiun Trimming 16 Orang 2 Line 10 Orang 2 Line 6 Stasiun Washing 2 Orang 1 Orang 7 Stasiun Sizing 4 Orang 4 Orang 8 Stasiun Bagging 2 Orang 2 Orang 9 Stasiun Panning 6 Orang 6 Orang 10 Stasiun Freezing 3 Unit 5 Unit 11 Stasiun After Curing 5 Orang 7 Orang 12 Stasiun Packing 24 Orang 3 Line 12 Orang 3 Line Total Unit Pelayanan 82 Unit 57 Unit Pengembangan model antrian untuk SAPFIB menunjukan bahwa pada tingkat kedatangan yang sesuai dengan data historis selama penulis melakukan penelitian jumlah operator yang diperlukan ialah seperti yang ditunjukan pada model alternatif. Namun seperti yang diketahui tingkat kedatangan bahan untuk produk perikanan tidak dapat dipastikan, sehingga pengembangan model alternatif ini hanya berlaku ketika tingkat kedatangan bahan baku sama seperti tingkat kedatangan hasil pengamatan penelitian. a. Model A Sesuai hasil uji coba perubahan komposisi operator pada model A, pengurangan jumlah operator dilakukan pada stasiun penerimaan, arahan produksi, penyisikan, Filleting, Trimming, Washing sedangkan pada stasiun After Curing jumlah operator ditambahkan. Pada model A ketika merubah komposisi operator dalam sistem antrian tersebut, ternyata pada beberapa stasiun menunjukan setelah pengembangan model antrian tingkat utilitas operator tidak dapat mencapai nilai 90 . Hal ini diperhatikan bahwa ketika sebuah stasiun di beri jumlah operator minimal sehingga beban kerja untuk setiap operator meningkat, hasil tingkat utilitas operator tetap menunjukan perubahan 79 yang relatif kecil. Hal ini terjadi karena tingkat kedatangan bahan pada stasiun tersebut lebih kecil dari pada tingkat pelayanan stasiun tersebut. Gambar 21. Penulisan model simulasi A alternatif skenario perubahan komposisi unit pelayanan pada program QSS 1.0 dalam bentuk matriks Perubahan komposisi operator pada model A ini ditunjukan agar bahan baku yang datang ada dapat diolah secara maksimal, dengan sumberdaya minimal. Pengembangan model A ini merupakan sistem antrian dengan komposisi operator yang seimbang dalam menjaga tingkat kedatangan dan tingkat pelayanan. Hasil simulasi pengembangan model A dengan skenario komposisi unit pelayanan terbaik dapat dilihat pada Lampiran 14. b. Model B Simulasi penjadwalan model B merupakan model sistem antrian yang terjadi pada stasiun freezing. Pengembangan model dengan skenario perubahan komposisi unit pelayanan pada model B dilakukan dengan menentukan kapasitas pelayanan yang dibutuhkan dalam memenuhi kedatangan bahan seperti pada kondisi historis. Namun perlu diingat unit 80 pelayanan stasiun freezing merupakan mesin produksi sehingga penambahan atau pengurangan unit pelayanan freezing akan lebih bijak jika tidak hanya dirubah berdasarkan analisis simulasi antrian saja, faktor lain seperti kemampuan mesin, efiesiensi mesin, serta faktor biaya perlu dipertimbangkan dalam menentukan jumlah unit pelayanan stasiun tersebut. Model B tersebut tidak dapat memberikan informasi mengenai kinerja stasiun tersebut secara spesifik oleh karena digunakan asumsi tidak adanya downtime dan mesin bekerja secara terus menerus. Sehingga jika terdapat downtime kemungkinan antrian terjadi akan lebih besar. Jika digunakan asumsi pola kedatangan bahan adalah sama dengan pola kedatangan historis selama penelitian berlangsung, maka berdasarkan hasil simulasi pada Lampiran 6 kapasitas mesin pendingin perlu ditambahkan sebesar 7808,3 kg. Dengan menggunakan asumsi kapasitas mesin freezer seperti yang ada saat ini di pabrik, penambahan kapasitas pelayanan di stasiun Freezing yang dapat menggunakan dua buah freezer dengan spesifikasi seperti mesin freezer 3. Dengan menambakan mesin freezer tersebut, kapasitas pelayanan stasiun freezing dalam satu hari dapat naik dari 18000 kg menjadi 29000 kg. Penggunaan dua buah mesin freezer berkapasitas kecil akan lebih efisien dibanding satu buah mesin freezer dengan kapasitas besar. Seperti halnya pengembangan model B dengan skenario perubahan tingkat kedatangan, pengembangan model B dengan skenario perubahan jumlah unit pelayanan ini juga dapat didukung dengan perbaikan pola pelayanan dari mesin freezer. Adanya idle time dalam simulasi penjadwalan model B dan rendahnya frekuensi terjadinya antrian, membuka peluang perbaikan sistem penjadwalan untuk waktu pelayanan mesin. Perbaikan sistem penjadwalan dengan meminimasi idle time dapat dilakukan untuk memperoleh kapasitas pelayanan yang paling efisien dalam mengolah bahan baku yang masuk. 81 c. Model C Pengembangan model C dilakukan untuk menentukan jumlah operator yang optimal pada stasiun Packing. Oleh karena waktu tunggu pada kondisi nyata telah mendekati 0 detik, maka pengembangan model C dilakukan untuk memaksimalkan tingkat utilitas operator pada stasiun tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan mengurangi jumlah operator sebagai unit pelayanan. Pengurangan jumlah unit operator akan di hentikan ketika hasil analisis simulasi memberikan perubahan waktu tunggu rata-rata secara overall diatas 14 detik. Waktu tersebut ditentukan berdasarkan waktu proses bahan. Waktu proses rata-rata bahan pada stasiun Packing ini berkisar antara 140 detik hingga 150 detik berdasarkan hasil simulasi model C pada kondisi nyata. Penulis memberikan toleransi rata-rata waktu tunggu yang boleh terjadi maksimal 10 dari rata-rata waktu proses bahan oleh karena pada taraf waktu tersebut peluang bahan rusak akibat menunggu waktu proses relatif kecil. Hasil uji coba pengurangan jumlah operator memberikan hasil sebanyak 12 orang operator pada stasiun Packing dapat dikurangi sehingga terdapat 12 orang yang melayani bahan yang datang. Pada jumlah operator seperti yang disebutkan memberikan hasil simulasi tingkat utilitas operator yang lebih tinggi dan rata-rata waktu tunggu yang masih ditoleransi dari simulasi pada kondisi nyata selama tiga kali ulangan simulasi seperti yang ditunjukan dalam Lampiran 15. 82 Gambar 22. Penulisan model simulasi C alternatif skenario perubahan komposisi unit pelayanan pada program QSS 1.0 dalam bentuk matriks Pengembangan ini dilakukan berdasarkan teori antrian dengan mengambil pola kedatangan dan pelayanan secara agregat, sehingga masih terdapat pengembangan model dengan cara lain seperti menggunakan teknik penjadwalan untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal dengan kebijakan pengadaan shift kerja. Hasil dari pengembangan model dengan skenario perubahan tingkat kedatangan bahan baku maupun dengan skenario perubahan komposisi unit pelayanan tersebut dapat diterapkan dengan memperhatikan seluruh asumsi yang sebelumnya telah ditetapkan. Masing-masing model alternatif hasil pengembangan mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pengembangan model dengan skenario perubahan tingkat kedatangan merupakan pengembangan model yang merujuk pada jumlah bahan baku ideal untuk kemampuan produksi perusahaan saat ini, kelemahan dari model tersebut ialah untuk menerapkan tingkat kedatangan yang sesuai tersebut berkaitan dengan pihak ketiga sebagai penyedia bahan baku yang terkadang tidak dapat dipaksakan. Pengembangan model alternatif dengan skenario perubahan komposisi operator pada perusahaan akan relatif lebih mudah diterapkan karena berkaitan dengan pengelolaan internal perusahaan, namun kelemahan pengembangan model 83 alternatif tersebut adalah terdapat pengurangan jumlah karyawan, hal tersebut merupakan isu sensitif yang berkaitan dengan pertimbangan sosial ekonomi yang perlu dikaji lebih lanjut. Ketika hasil pengembangan model diterapkan terdapat beberapa hal yang perlu diberi perhatian yakni mengenai keahlian operator yang dialokasikan pada stasiun tertentu, hal ini dapat diselesaikan dengan mengadakan pelatihan singkat agar operator mampu menjadi unit pelayanan dalam sebuah stasiun kerja. Selain itu penambahan peralatan kerja untuk penunjang kegiatan pelayanan operator pada stasiun kerja juga perlu diperhatikan. Analisa keuntungan dan kerugian finansial dari dampak pengembangan model alternatif juga perlu di perhitungkan untuk mengetahui kesesuaian penerapan model alternatif di lingkungan perusahaan.

E. Kinerja Sistem Antrian