Verifikasi dan Validasi Model

107 pengembangan model C dengan skenario perubahan komposisi operator. Perbaikan kinerja dapat dicapai melalui perubahan nilai di titik-titik tolak ukur lainnya yang ada. Gambar 48. Diagram perbandingan rata-rata waktu bahan menunggu pada pengembangan model C dengan skenario perubahan komposisi operator Hasil analisa kinerja yang dilakukan pada setiap pengembangan model memberikan hasil yang berbeda-beda. Namun secara umum pengembangan model dapat memberikan kinerja yang lebih baik dari sistem nyata. Kedua model alternatif di atas memberikan perubahan kinerja berdasarkan kondisi sistem antrian saat ini. Kinerja model alternatif skenario perubahan tingkat kedatangan bahan memberikan tingkat kedatangan yang ideal untuk sumber daya manusia yang saat ini ada dalam sistem antrian. Kinerja model alternatif sekenario perubahan komposisi unit pelayanan memberikan komposisi operator yang ideal untuk kondisi kedatangan sistem nyata pada saat penelitian.

F. Verifikasi dan Validasi Model

Untuk memastikan model telah dibangun sesuai dengan harapan, dibutuhkan verifikasi dan validasi. Verifikasi model dilakukan dengan mengamati hasil simulasi dan membandingkan dengan sistem nyata. Uji kesamaan nilai tengah antara dua populasi dilakukan untuk mengetahui validitas model yang dibangun. Kesamaan nilai tengah diambil dari data waktu 108 pelayanan hasil simulasi dengan data waktu pelayanan historis. Data tersebut dipilih sebagai alat validitas oleh karena data historisnya tersedia. Berikut merupakan tabel yang menunjukan hasil uji kesamaan nilai tengah untuk model utama, model utama alternatif, sub model dan sub model alternatif. Uji berikut menggunakan perhitungan dengan bantuan software Minitab 11. Tabel 14. Hasil uji kesamaan nilai tengah waktu pelayanan data historis dengan waktu pelayanan hasil simulasi antrian model utama kondisi nyata No. Stasiun t-hitung Nilai P 1 Stasiun Penerimaan Model A -0,18 0,858 2 Stasiun Arahan Produksi Model A 0,18 0,857 3 Stasiun Penyisikan Model A -0,31 0,756 4 Stasiun Filleting Model A 0,15 0,878 5 Stasiun Trimming Model A -0,11 0,916 6 Stasiun Washing Model A 0,07 0,948 7 Stasiun Sizing Model A 0,00 0,997 8 Stasiun Bagging Model A 0,52 0,610 9 Stasiun Panning Model A -0,10 0,918 10 Stasiun After Curing Model A 0,33 0,745 11 Stasiun Packing Model C -0,170 0,868 Tabel 15. Hasil uji kesamaan nilai tengah waktu pelayanan data historis dengan waktu pelayanan hasil simulasi antrian sub model kondisi nyata No. Stasiun t-hitung Nilai P 1 Stasiun Penerimaan Jenis Proses 1 Sub Model Penerimaan -0,500 0,624 2 Stasiun Penerimaan Jenis Proses 2 Sub Model Penerimaan 0,060 0,121 3 Stasiun Penerimaan Jenis Proses 3 Sub Model Penerimaan 0,700 0,502 4 Stasiun Penerimaan Jenis Proses 4 Sub Model Penerimaan 0,690 0,503 5 Stasiun Penyisikan Sub Model Penyisikan 0,120 0,909 6 Stasiun Filleting Sub Model Filleting 0,590 0,560 7 Stasiun After Curing Sub Model After Curing 0,800 0,427 Hasil uji kesamaan nilai tengah dua populasi untuk waktu pelayanan yang didapat dari hasil penelitian dengan waktu pelayanan hasil simulasi model antrian menunjukan bahwa seluruh nilai P 0,05 α=5 . Hasil nilai P tersebut menunjukan bahwa nilai tengah waktu pelayanan historis seragam dengan waktu pelayanan hasil simulasi pada selang kepercayaan 95 . 109 Keseragaman tersebut dapat dijadikan dasar untuk menyatakan model simulasi tersebut valid digunakan. Tabel 16. Hasil uji kesamaan nilai tengah waktu pelayanan data historis dengan waktu pelayanan hasil simulasi antrian model utama sistem alternatif dengan skenario perubahan tingkat kedatangan Tabel 17. Hasil uji kesamaan nilai tengah waktu pelayanan data historis dengan waktu pelayanan hasil simulasi antrian model utama sistem alternatif dengan skenario perubahan komposisi operator No. Stasiun t-hitung Nilai P 1 Stasiun Penerimaan Model A -0,05 0,958 2 Stasiun Arahan Produksi Model A 0,19 0,851 3 Stasiun Penyisikan Model A 0,22 0,828 4 Stasiun Filleting Model A 0,17 0,866 5 Stasiun Trimming Model A 0,15 0,851 6 Stasiun Washing Model A 0,22 0,827 7 Stasiun Sizing Model A -0,25 0,821 8 Stasiun Bagging Model A 0,52 0,604 9 Stasiun Panning Model A 0,01 0,990 10 Stasiun After Curing Model A 0,36 0,718 11 Stasiun Packing Model C 0,11 0,910 No. Stasiun t-hitung Nilai P 1 Stasiun Penerimaan Model A -0,13 0,894 2 Stasiun Arahan Produksi Model A 0,14 0,888 3 Stasiun Penyisikan Model A 0,01 0,991 4 Stasiun Filleting Model A 0,11 0,913 5 Stasiun Trimming Model A -0,14 0,885 6 Stasiun Washing Model A 0,20 0,841 7 Stasiun Sizing Model A 0,02 0,982 8 Stasiun Bagging Model A 0,58 0,564 9 Stasiun Panning Model A -0,06 0,951 10 Stasiun After Curing Model A 0,31 0,758 11 Stasiun Packing Model C 0,00 0,997

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Lini produksi fillet ikan beku pada PT. Global Tropical Seafood terdiri dari 13 Stasiun kerja dengan 4 stasiun diantaranya merupakan stasiun bersama yang mengolah bahan baku ataupun produk dari lini produksi lainnya. Sistem antrian di lini produksi fillet ikan beku mengikuti pola antrian jalur pararel dengan beberapa tahapan produksi dan unit pelayanan pararel. Waktu pelayanan dan kedatangan bahan diambil berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya antrian pada sistem antrian produksi fillet ikan beku ialah adanya ketidakseimbangan proses produksi yang terjadi akibat perbedaan kecepatan pelayanan operator dengan kecepatan kedatangan bahan yang bersifat probabilistik. Sifat probabilistik dalam sistem antrian adalah faktor utama yang menyebabkan terjadinya antrian dalam sistem produksi fillet ikan beku. Walaupun nilai tengah antara kecepatan kedatangan bahan dengan kecepatan operator sama, sistem antrian lini produksi fillet ikan beku masih dapat mengalami antrian akibat ketidakpastian dalam interaksi antara kecepatan pelayanan operator dengan kecepatan kedatangan bahan. Konfigurasi sistem antrian pada lini produksi fillet ikan beku yang dinamakan SAPFIB terdiri dari tiga buah model yakni model antrian sejak dari stasiun penerimaan hingga stasiun panning dan stasiun after curing Model A, model antrian pada stasiun freezing Model B, dan model antrian pada stasiun packing Model C. Selain model utama tersebut, juga terdapat empat buah sub model yang seluruhnya mendefinisikan sistem antrian pada kondisi nyata dalam sistem produksi produk fillet ikan beku. Pembuatan model simulasi sub model antrian dibuat untuk memahami perilaku sistem antrian secara lebih rinci pada suatu keadaan dimana bahan baku datang pada kondisi puncaknya. Berdasarkan hasil simulasi model utama pada kondisi nyata selama 25200 detik 7 jam kerja untuk model A, 24 jam kerja untuk model B dan 75600 detik 21 jam kerja untuk model C, kinerja sistem antrian fillet ikan beku saat ini di perusahaan masih dapat dioptimalkan karena terdapat bahan